DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto membangun gudang darurat beras di Aceh dan Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat dukungan penuh dari Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU. Pakar pertanian terkemuka ini menilai langkah tersebut sebagai respons visioner untuk mengamankan surplus beras nasional yang mencapai rekor tertinggi 3,5 juta ton stok tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Dalam wawancara eksklusif dengan Dialeksis, Agussabti menyebut pembangunan gudang darurat bukan hanya solusi jangka pendek, melainkan investasi strategis bagi ketahanan pangan Indonesia. “Kebijakan Pak Prabowo patut diapresiasi karena tepat waktu dan tepat sasaran. Stok beras melimpah harus dikelola dengan sistem penyimpanan yang memadai untuk mencegah kerugian pasca-panen, terutama di daerah penghasil utama seperti Aceh,” ujarnya, Rabu (7/5/2025).
Agussabti menjelaskan, Aceh dan NTB selama ini kerap menghadapi kendala distribusi dan keterbatasan gudang.
“Ketika panen raya tiba, banyak gabah terpaksa disimpan di tempat tidak layak karena gudang Bulog overload. Akibatnya, kualitas beras menurun, dan petani dirugikan. Dengan gudang darurat, rantai pasok akan lebih tertata, dan nilai ekonomi beras tetap terjaga,” paparnya.
Ia menekankan, keberhasilan proyek ini bergantung pada kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah.
“Pemda Aceh harus dilibatkan secara aktif, mulai dari pemilihan lokasi gudang hingga pengawasan distribusi. Selain itu, sistem penyimpanan harus memenuhi standar modern: pengaturan suhu, proteksi dari hama, dan teknologi monitoring yang real-time,” tambah Agussabti.
Tak hanya itu, ia mendorong pemanfaatan gudang darurat sebagai pusat logistik terintegrasi. “Ini momentum untuk membangun smart warehouse. Misalnya, dengan sistem sensor kelembaban atau blockchain untuk pelacakan stok. Jika dioptimalkan, gudang tak hanya jadi penyimpan, tapi juga alat stabilisasi harga dan penjamin ketersediaan pangan di daerah terpencil,” ucapnya.
Agussabti juga mengingatkan pentingnya menjaga sinergi dengan petani lokal. “Gudang darurat harus menjadi bagian dari ekosistem ketahanan pangan yang inklusif. Pelibatan kelompok tani dalam pengawasan dan manajemen stok akan meningkatkan rasa kepemilikan dan transparansi,” tegasnya.
Kebijakan Prabowo ini merupakan bagian dari upaya mengamankan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang kini mencapai 3,5 juta ton hampir tiga kali lipat ambang batas aman nasional. Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelumnya menyatakan, gudang darurat di Aceh dan NTB akan dibangun akhir Mei 2025 dan ditargetkan beroperasi sebelum puncak panen September mendatang.
“Langkah ini sejalan dengan RPJM 2025 - 2029 yang menjadikan ketahanan pangan sebagai prioritas. Ke depan, gudang serupa akan direplikasi di daerah lain,” ujar Amran dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/5/2025).
Dukungan akademisi seperti Agussabti dinilai krusial untuk memastikan kebijakan tak sekadar reaktif, tetapi berkelanjutan.
“Pembangunan infrastruktur pangan harus dibarengi dengan riset dan inovasi. Saya optimis, dengan komitmen semua pihak, Indonesia bisa jadi contoh pengelolaan stok pangan yang resilien,” pungkas Agussabti. [arn]