DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang akan memperketat pengawasan terhadap Pusat Logistik Berikat (PLB) dan industri di Kawasan Berikat (KB).
Langkah ini dinilai strategis untuk menekan laju impor produk jadi murah yang membanjiri pasar domestik dan dinilai telah menggerus daya saing industri manufaktur nasional.
"Alhamdulillah, kami menyambut baik rencana Dirjen Bea Cukai yang akan memperketat pengawasan, khususnya di PLB yang selama ini banyak diduga jadi jalur masuk barang impor murah, baik legal maupun ilegal," ujar Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangan resminya yang diterima pada Kamis (22/5/2025).
Menurut Febri, maraknya produk impor murah yang dibeli melalui platform e-commerce dan dengan cepat sampai ke pembeli di Indonesia menjadi salah satu indikasi lemahnya pengawasan di PLB. Sebagian besar produk tersebut diduga tersimpan di gudang-gudang PLB.
"Barang-barang tersebut sering tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), bahkan tidak dikenakan ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas). Ini jelas merugikan industri dalam negeri," jelas Febri.
PLB sendiri merupakan fasilitas logistik yang memungkinkan penyimpanan barang impor dengan penangguhan bea masuk dan pajak, selama barang tersebut belum masuk ke pasar domestik.
Namun, Kemenperin menilai bahwa PLB justru berpotensi menghambat investasi di sektor manufaktur dalam negeri.
"Kalau barang jadi impor bisa dengan mudah masuk melalui PLB, lalu untuk apa investor membangun pabrik di sini? Cukup impor saja. Ini tentu mengancam industri dalam negeri, bahkan bisa memicu PHK," katanya.
Selain PLB, Kemenperin juga menyoroti praktik di Kawasan Berikat yang dinilai telah menyimpang dari fungsinya sebagai kawasan ekspor. Pasalnya, beberapa produk dari KB justru dijual ke pasar domestik, bukan untuk ekspor.
"Industri di luar Kawasan Berikat tidak dapat fasilitas bebas bea impor bahan baku. Jadi, ketika produk KB masuk pasar dalam negeri, industri luar KB jelas kalah bersaing," ujar Febri.
Ia menambahkan, hal ini juga menjadi perhatian Komisi VII DPR RI yang dalam rapat kerja dengan Menperin Agus Gumiwang pada 29 April lalu, meminta agar fungsi KB dikembalikan sebagai kawasan yang benar-benar berorientasi ekspor.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap industri nasional, Kemenperin mendorong penguatan penerapan SNI wajib, pengawasan impor, serta peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada berbagai sektor.
"Pasar domestik menyerap 80% produk manufaktur nasional. Ini potensi besar yang harus dijaga dari serbuan produk impor," tegas Febri.
Kemenperin juga mengusulkan pemindahan pintu masuk impor ke wilayah timur Indonesia seperti Bitung (Sulawesi Utara) dan Sorong (Papua Barat) untuk menekan masuknya barang impor yang sudah diproduksi dalam negeri.
"Kami terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain agar pengawasan terhadap barang impor makin sinergis. Harapannya, industri nasional bisa bangkit dan berdaya saing di tengah tantangan global," tutupnya. [in]