DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah memicu kegaduhan di tengah masyarakat. Di Pati, Jawa Tengah, PBB dilaporkan naik hingga 250 persen. Jombang melonjak 400 persen, Cirebon bahkan mencapai 1.000 persen, sementara Semarang mencatat kenaikan 441 persen.
Kebijakan ini menuai kritik dari Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, akademisi dan pakar ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK). Menurutnya, kenaikan PBB memang tidak terelakkan jika melihat perkembangan kondisi daerah dan harga properti. Namun, ia menilai cara yang ditempuh sejumlah pemerintah daerah terlalu drastis dan mengabaikan kondisi ekonomi masyarakat.
“Perubahan harga tanah, ruko, dan bangunan akibat inflasi memang membuat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ikut naik. Selama ini nilai PBB relatif stagnan, bahkan kalaupun naik hanya sedikit sehingga tidak terlalu signifikan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,” ujar Rustam kepada Dialeksis, Jumat (15/8/2025).
Persoalan muncul, lanjutnya, ketika kenaikan dilakukan di atas 200 persen. Kenaikan ini terjadi justru di saat daya beli masyarakat sedang lemah. “Kelompok berpenghasilan rendah dan tidak tetap pasti akan merasa terbebani. Bahkan, profesi tertentu yang penghasilannya tetap tapi relatif kecil juga akan kesulitan,” katanya.
Rustam mengingatkan, kebijakan fiskal seperti PBB seharusnya dijalankan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi warga. Ia mencontohkan kegaduhan yang terjadi di Kabupaten Pati sebagai bukti bahwa kebijakan yang emosional dan hanya berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpotensi memicu gejolak sosial.
“Idealnya, setiap kebijakan kenaikan pajak diawali kajian komprehensif, tidak hanya dari sisi ekonomi. Sensitivitas masyarakat terhadap kebijakan publik harus menjadi pertimbangan utama agar tidak menimbulkan kekacauan,” tegasnya.
Peringatan ini, kata Rustam, penting untuk menjadi refleksi bagi pemerintah daerah lain agar tidak mengulangi kesalahan serupa. “Tujuan menaikkan PAD sah-sah saja, tetapi jika dilakukan tanpa memperhatikan rasa keadilan dan kondisi riil warga, maka hasilnya akan kontraproduktif,” ujarnya.