DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peredaran uang palsu kembali marak di Aceh dan menimbulkan keresahan warga. Fenomena ini mengemuka setelah sebuah unggahan akun TikTok sarjanafriedchicken viral, memperlihatkan perbedaan uang Rupiah asli dan palsu yang sekilas tampak serupa.
Banyak warganet mengaku pernah mengalami kejadian serupa, mulai dari menerima uang palsu saat berbelanja di warung kopi hingga menemukannya di pasar tradisional.
Menanggapi hal ini, Bank Indonesia Provinsi Aceh menegaskan bahwa masyarakat perlu lebih teliti dalam menerima uang Rupiah, baik di pasar, warung kopi, maupun transaksi sehari-hari.
Kepala Unit Kehumasan Kantor Perwakilan BI Aceh, Langitantyo Tri Gezar, menyampaikan bahwa peredaran uang palsu bukan hanya merugikan individu, tetapi juga dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan negara.
“Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus simbol kedaulatan negara. Karena itu, menjaga keaslian Rupiah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat,” ujar Langitantyo kepada Dialeksis.com di Banda Aceh, Minggu (7/9/2025).
Menurut Langitantyo, uang palsu yang saat ini ditemukan di Aceh maupun di daerah lain tidak pernah bisa menyamai kualitas Rupiah asli.
Setiap lembar uang kertas yang diterbitkan Bank Indonesia dilengkapi berbagai unsur pengaman berlapis yang sulit ditiru.
“Setidaknya jika masyarakat melakukan pengecekan dengan metode 3D, yaitu dilihat, diraba, dan diterawang, perbedaan akan jelas terlihat. Unsur pengaman pada uang asli akan tampak lebih jelas, seperti adanya benang pengaman, gambar tersembunyi, hingga tekstur yang berbeda,” jelasnya.
Karena itu, BI Aceh terus mendorong kesadaran masyarakat melalui gerakan Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah, yang salah satu fokusnya adalah mengenali keaslian Rupiah.
Sosialisasi ini menyasar semua lapisan, termasuk pelajar, agar sejak dini mereka memahami cara membedakan uang asli dengan uang palsu.
“Kami ingin masyarakat Aceh semakin sadar bahwa Rupiah bukan sekadar alat tukar, tetapi simbol identitas bangsa yang wajib dijaga. Sosialisasi CBP Rupiah akan terus ditingkatkan dengan kegiatan edukatif yang menarik,” tambah Langitantyo.
Sesuai amanat UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pemberantasan Rupiah palsu dilakukan secara terkoordinasi melalui Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). Lembaga ini melibatkan Badan Intelijen Negara, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, serta Bank Indonesia.
Sebagai bagian dari Botasupal, BI aktif melakukan pencegahan dengan memperkuat edukasi publik dan mendukung penindakan hukum terhadap jaringan pengedar.
“Strategi kami bukan hanya menghentikan peredaran uang palsu, tetapi juga membangun ketahanan masyarakat melalui pemahaman yang baik tentang Rupiah,” tegas Langitantyo.
BI Aceh juga mengingatkan masyarakat agar berhati-hati namun tetap mengedepankan sikap sopan bila menerima uang yang diragukan keasliannya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain saat tansaksi dengan menolak dengan sopan dan jelaskan alasan keraguan. Minta uang lain sebagai pengganti. Sarankan pengecekan di bank, kepolisian, atau BI terdekat. Gunakan praduga tak bersalah karena pemberi bisa jadi korban.
Kalau setelah transaksi, kata Langitantyo, jangan mengedarkan kembali uang yang diragukan. Simpan fisiknya lalu laporkan ke bank, kepolisian, atau BI.
“Bank Indonesia adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menentukan keaslian Rupiah. Jika terbukti palsu, uang tersebut tidak diganti. Namun jika dinyatakan asli, masyarakat bisa mendapatkan kembali haknya,” jelas Langitantyo.
Fenomena maraknya uang palsu di Aceh sempat menimbulkan reaksi keras warganet. Ada yang menuding aparat kurang sigap, ada pula yang berbagi pengalaman pribadi menerima uang palsu dari transaksi sehari-hari. BI Aceh mengingatkan, kasus ini bukan sekadar isu kriminal, tetapi juga menyangkut ketahanan ekonomi dan simbol negara.
“Memalsukan Rupiah adalah tindak pidana serius. Selain merugikan masyarakat kecil, praktik ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap Rupiah. Karena itu, BI bersama aparat penegak hukum terus memperkuat koordinasi agar pelaku segera ditindak,” tutupnya.