Senin, 28 Juli 2025
Beranda / Ekonomi / Mengintip Pembuatan Tempe Berbahan Kacang Koro Pedang di Aceh

Mengintip Pembuatan Tempe Berbahan Kacang Koro Pedang di Aceh

Minggu, 27 Juli 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pembuatan Tempe Berbahan Kacang Koro Pedang di Rumah Produksi Pengolahan Tempe Koro InoPI di Desa Alue Naga, Banda Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh -  Di sebuah rumah produksi sederhana di sudut Desa Alue Naga, Banda Aceh, aroma tempe hangat menyeruak dari loyang-loyang fermentasi. 

Bukan dari kedelai impor seperti biasanya, melainkan dari kacang koro pedang, bahan lokal yang tengah digadang sebagai penantang dominasi kedelai Amerika.

Selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 25“26 Juli 2025, suasana di Rumah Produksi Pengolahan Tempe Koro InoPI berubah menjadi ruang belajar kolaboratif. 

Di sana, 15 peserta dari kalangan pengusaha tempe, pelaku UMKM, hingga pegiat tempe rumahan belajar langsung dari salah satu tokoh penting dalam dunia pertempean Indonesia, Herdi Budiman, S.Sos, CEO PT Bhima Tempe Makmur, Bogor.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Yayasan Rumoh Pangan Aceh (RPA) dengan Departemen Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala (THP USK), yang memiliki misi bersama, membangun pondasi ketahanan pangan lokal berbasis bahan baku sehat dan organik.

“Selama ini kita masih sangat tergantung pada kedelai impor dari Amerika, hampir 500 ton per bulan di Aceh. Padahal, sebagian besar kedelai itu GMO. Ini soal kesehatan juga,” ungkap Rivan Rinaldi, Direktur Eksekutif RPA kepada Dialeksis.com.

Kacang koro pedang memang bukan bahan baru. Di sebagian wilayah Indonesia, ia dikenal sebagai pangan alternatif yang kuat, tahan kekeringan, dan mudah dibudidayakan secara organik. 

Namun, untuk mengubahnya menjadi tempe yang disukai pasar, dibutuhkan lebih dari sekadar rebus dan peram. Dibutuhkan pengetahuan fermentasi, teknik penanganan, dan inovasi produk turunan.

"Kalau tahu caranya, tempe dari kacang koro ini tak kalah dari tempe kedelai, bahkan bisa lebih gurih dan tidak cepat asam,” ujarnya.


Dewi Yunita, Ketua Pelaksana pelatihan dan dosen dari THP USK menyampaikan saat ini pihaknya sedang meneliti potensi kacang koro untuk dijadikan produk seperti mi kering, susu nabati, kefir, hingga tepung, sebagai bagian dari diversifikasi pangan lokal.

Menurut Dewi, tantangan pangan masa depan tidak cukup dijawab hanya dengan satu jenis olahan. 

"Karena itu, kami mencoba mengembangkan portofolio produk yang bisa menjangkau pasar luas, dari anak-anak hingga lansia, dari rumah tangga hingga sektor industri makanan,” tambahnya.

Dewi menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan hanya berhenti di pelatihan, tapi merupakan gerakan panjang yang mencakup pendampingan, uji produk, dan integrasi hasil riset ke dalam praktik UMKM.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI