Minyak Sawit Berkelanjutan: Kebijakan Global dan Nasional Sinergi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn

Ir. Azanuddin Kurnia, SP, MP. Ketua Pispi Aceh sekaligus Sekertaris Distanbun Aceh. [Foto: for Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kebijakan pembatasan deforestasi dan penetapan standar praktik pertanian berkelanjutan kian menguat di tingkat internasional. Inisiatif Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menjadi sorotan, mendorong produksi, pengadaan, keuangan, dan penggunaan minyak sawit yang ramah lingkungan.
RSPO, sebuah inisiatif multi-stakeholder, telah menetapkan kriteria lingkungan dan sosial yang harus dipenuhi perusahaan guna memperoleh sertifikasi minyak sawit berkelanjutan. Di Indonesia, keikutsertaan dalam RSPO bersifat sukarela dan terbuka bagi perorangan maupun kelembagaan, mulai dari petani, pengolah, pedagang, hingga bank, investor, dan organisasi lingkungan.
Organisasi nirlaba ini berkantor pusat di Zurich, Swiss, dengan kantor kesekretariatan di Malaysia dan perwakilan di Jakarta. "Seingat saya, RSPO didirikan pada tahun 2004," ujar Kadistanbun Ir. Cut Huzaimah, MP melalui Sekretaris Ir. Azanuddin Kurnia, SP, MP yang dihubungi Dialeksis (Kamis,20/02/2025).
Di Aceh, partisipasi perusahaan dalam RSPO masih minim. "Data pasti tidak tersedia karena perusahaan yang terdaftar tidak pernah memberitahukan kepada dinas kami. Mungkin karena RSPO bukan kewajiban bagi mereka dan tidak diwajibkan oleh regulasi Indonesia," ungkap Azan, yang akrab disapa demikian.
Sementara itu, pemerintah Indonesia telah mengukuhkan regulasi pembangunan perkelapasawitan berkelanjutan melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Langkah ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011, yang kemudian disempurnakan dengan berbagai revisi, termasuk Permentan Nomor 11/2015 dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020. Pelaksanaan teknisnya diatur dalam Permentan Nomor 38 Tahun 2020.
"Regulasi ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga lingkungan, meningkatkan kegiatan ekonomi dan sosial, serta menegakkan peraturan di bidang perkelapasawitan," jelas Azan, yang juga menempuh studi S3 di USK serta tengah mengerjakan penelitian disertasi mengenai ISPO di Aceh.
Permentan 38/2020 menguraikan tujuh prinsip utama sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, antara lain kepatuhan terhadap peraturan, praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, transparansi, serta peningkatan usaha secara berkelanjutan. Sementara itu, bagi pekebun, diterapkan lima prinsip dengan 13 kriteria dan 37 indikator.
Azan, yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Aceh, menegaskan pentingnya penerapan prinsip-prinsip tersebut untuk mendorong industri minyak sawit yang lebih bertanggung jawab dan berwawasan lingkungan.[ar]
Berita Populer

.jpg)