Pertumbuhan Ekonomi Aceh: Darurat Data dan Realita Ketimpangan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn

Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK). Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Di tengah pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang terperangkap dibawah angka 5%, Provinsi Aceh juga mengalami paradoks. Kue ekonomi yang terkesan relatif kecil ternyata juga belum terbagi secara merata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh September 2024 mencatat, rasio gini provinsi ini masih 0,294.
Angka terlihat tidak begitu mengalami perubahan yang signifikan, meskipun jika dibanding dengan angka nasional, angka Gini Aceh masih relatif lebih baik. Angka Gini Ratio nasional pada waktu yang sama September 2024 adalah 0,373. Terjadi kenaikan angka Gini Nasional pada September 2024 dibanding Maret 2024 (BPS).
Belum adanya penurunan angka Gini yang signifikan mengindikasikan bahwa tabir ketimpangan kesejahteraan masih berpotensi menimbulkan ancaman stabilitas sosial dan berpengaruh pada keberlanjutan pembangunan.
Hal lain, mencerminkan juga ekonomi inklusif yang menekankan pada pemerataan akses, partisipasi, dan manfaat pembangunan nyaris kurang terwujud sesuai harapan. Masih sekadar wacana. Laporan Bank Dunia (2023) menyebut, negara dengan ketimpangan tinggi berisiko kehilangan 1,5% pertumbuhan ekonomi per tahun akibat konflik sosial dan produktivitas yang terhambat. Di tingkat global, UNDP mencatat, 70% negara yang gagal mencapai pertumbuhan inklusif mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem dalam dekade terakhir.
“Pertumbuhan tanpa inklusivitas adalah bom waktu. Aceh harus belajar dari kegagalan negara-negara yang terjebak dalam middle-income trap karena mengabaikan pemerataan,” tegas Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), saat diminta pendapatnya oleh Dialeksis, Jumat (28/6).
Menurutnya, ada beberapa catatan penting mewujudkan ekonomi inklusif mulai memperhatikan SDGs 2030: Pilar ke-10 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menekankan pengurangan ketimpangan sebagai kunci pembangunan berkelanjutan.
“Stabilitas Sosial: Studi LPEM UI (2022) menunjukkan, daerah dengan rasio gini di atas 0,4 berpotensi mengalami konflik horizontal 3x lebih tinggi. Potensi UMKM: Aceh memiliki 1,2 juta UMKM yang menyumbang 62% penyerapan tenaga kerja, tetapi kontribusinya terhadap PDB hanya 12% pertanda inefisiensi sistemik,” jelasnya lagi.
“Jika Aceh serius mengejar pertumbuhan inklusif, fokus harus pada pemberdayaan UMKM, reformasi kebijakan fiskal, dan penutupan celah digital,” tutup Dr Rustam.
Berita Populer
.jpg)
