DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mencatat pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan I-2025 mencapai 4,59% secara year-on-year (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 4,82%, menunjukkan perlambatan meski tetap berada dalam kisaran positif dan konsisten dengan tren musiman lima tahun terakhir di wilayah barat Indonesia.
Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh kontraksi dua subsektor utama: konstruksi yang turun 0,11% dan pengadaan listrik serta gas yang merosot tajam 4,77% (yoy). Kedua subsektor ini menjadi faktor kunci melambatnya pertumbuhan, meskipun sektor lain masih mencatat kinerja positif.
Menyingkapi kondisi seperti itu, Prof. Mukhlis Yunus, Guru Besar Ekonomi Universitas Syiah Kuala, menyatakan bahwa kontraksi berkelanjutan di sektor konstruksi dan energi berpotensi menekan tingkat investasi, memperlambat penyerapan tenaga kerja, dan melemahkan daya beli masyarakat.
“Jika tidak segera diantisipasi, tekanan pada pasokan energi juga dapat meningkatkan biaya produksi dan memicu inflasi,” tegasnya kepada Dialeksis.
Sebagai langkah mitigasi untuk triwulan II - 2025, Prof. Mukhlis merekomendasikan: percepatan realisasi belanja modal infrastruktur, pemberian insentif fiskal bagi investor di sektor konstruksi dan energi, peningkatan efisiensi proses perizinan proyek.
Hal lain disampaikan Prof Mukhlis pentingnya koordinasi intensif antara pemerintah daerah, BUMD energi, dan kontraktor untuk menjamin pasokan listrik dan gas yang stabil bagi industri dan rumah tangga.
Ia menegaskan, penurunan pertumbuhan dari 4,82% ke 4,59% pada triwulan I-2025 tidak hanya mencerminkan perlambatan ekonomi makro, tetapi juga berpotensi berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
“Penurunan PDRB dapat melemahkan daya beli rumah tangga, khususnya di desa yang bergantung pada proyek infrastruktur dan pasokan energi. Tanpa pemulihan cepat, kemiskinan dan ketimpangan berisiko meningkat,” ujarnya.
Prof. Mukhlis juga menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi inklusif dengan membuka lapangan kerja melalui proyek padat karya dan pengembangan UMKM.
“Stimulus fiskal seperti insentif upah bagi pekerja konstruksi lokal dan subsidi modal UMKM dapat mendorong konsumsi rumah tangga serta menahan laju perlambatan,” jelasnya.
Menyikapi prospek triwulan II - 2025, ia mengingatkan bahwa target pertumbuhan minimal 5% hanya dapat tercapai jika kebijakan fiskal dan moneter bersinergi, inflasi terkendali, dan pasokan energi stabil. Untuk itu, Prof. Mukhlis mengusulkan pembentukan gugus tugas (task force) antarlembaga guna memantau realisasi belanja modal, mengidentifikasi titik kritis pasokan energi, dan menyesuaikan kebijakan secara dinamis guna menjamin pertumbuhan berkelanjutan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh.