DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekelompok warga dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Distribusi (UID) Aceh, Rabu (1/10/2025).
Aksi ini menjadi bentuk kekecewaan mendalam terhadap kondisi kelistrikan di Tanah Rencong yang sejak beberapa hari terakhir terus tidak stabil.
Koordinator aksi, Hendra, mengatakan kedatangan mereka ke kantor PLN bukan semata untuk berorasi, tetapi mempertanyakan secara langsung mengapa listrik di Aceh hingga kini belum juga normal.
“Sebenarnya kedatangan kami ke sini sebagai bentuk mempertanyakan kepada PLN kenapa sampai saat ini listrik belum juga hidup. Masyarakat sudah lelah dengan penjelasan yang itu-itu saja,” ujarnya saat dihubungi Dialeksis.com usai aksi, Rabu (1/10/2025).
Dalam aksi tersebut, massa membawa obor yang dibuat dari botol kaca berisi bahan bakar sebagai simbol bahwa Aceh kembali ke masa gelap. Selain itu, mereka juga mengangkat sebungkus plastik berisi pakaian kotor sebagai sindiran keras terhadap lumpuhnya aktivitas warga akibat pemadaman listrik.
“Coba bayangkan, masyarakat tidak bisa beraktivitas, bahkan untuk mencuci pakaian pun terhenti. Ini bukan soal nyaman atau tidak nyaman, ini soal hak dasar yang terabaikan,” tegas Hendra.
Hendra juga menyinggung kerugian besar yang dialami warga akibat listrik padam berkepanjangan. Banyak perangkat elektronik rumah tangga yang rusak, namun tidak ada satu pun langkah ganti rugi dari PLN.
“Kalau PLN tidak mampu memberikan pelayanan maksimal, seharusnya mereka mengganti rugi barang-barang elektronik warga yang rusak. Kami berharap PLN gentleman, katakan apa adanya, kami salah, kami tidak mampu bekerja maksimal, kami akan mengganti seluruh kerugian masyarakat atau memberikan kompensasi’,” ungkapnya.
Ia menambahkan kondisi paling fatal adalah ketika listrik padam pada waktu-waktu penting, termasuk saat maghrib. Situasi itu menimbulkan keresahan luas di tengah masyarakat.
Menurutnya, keresahan warga makin dalam karena pemadaman listrik tidak disertai dengan pemberitahuan resmi. Informasi yang disampaikan PLN hanya sebatas pernyataan umum bahwa sedang ada penanganan gangguan.
“Persoalannya bukan sekadar padam, tetapi tidak adanya kejelasan. Banyak perangkat elektronik masyarakat yang rusak. Itulah mengapa kami turun ke jalan, karena PLN seakan menutup mata terhadap kerugian warga,” kata Hendra Saputra.
Ia juga menyindir kebijakan PLN yang dinilai tidak adil terhadap pelanggan. Jika warga telat membayar, listrik langsung diputus, sementara ketika listrik bermasalah akibat kesalahan perusahaan, masyarakat tidak mendapatkan kompensasi apa pun.
“PLN, bila pelanggan menunggak langsung putus arus listrik. Tapi kalau listrik bermasalah, tidak ada kompensasi. Ini kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat,” tutupnya.