Abdurrahman si Pelopor Olahraga Petanque Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Taaaakkkk. Bola besi padat beradu, berpindah posisi di lapangan berkerikil, pasir batu. Penulis yang melihatnya, sempat mengucapkan kalimat “ah itu mudah”. Apa sih beratnya melempar bola besi. Permainan ini kurang asik.
Mungkin, pernyataan penulis ini kebanyakan orang juga memberikan penilaian yang sama, ketika awal dia melihat olahraga ini. Apalagi olahraga ini termasuk olah raga baru, sehingga ada yang memandangnya sebelah mata. Maka tidak heran olah raga ini seperti dianaktirikan.
Namun, pernyataan penulis ini ternyata salah. Ketika dosen Olah Raga Universitas Syiah Kuala (USK) memberikan tiga bola besi seberat 7 ons untuk diuji coba, saat dilangsungkan event turnamen bola besi di Takengon, ahir September lalu, terasa olahraga ini juga butuh keahlian.
Ternyata tidak mudah melempar bola besi untuk menempatkan di lokasi strategis, sehingga tidak mudah dipukul buah lawan, atau ketika kita harus memukul buah lawan. Mulailah terasa bahwa olahraga ini juga butuh skill, butuh stamina dan kemampuan khusus.
Namanya Petanque. Untuk Aceh olahraga bola besi ini mulai diperkenalkan pada tahun 2015, kini sudah masuk dalam event PORA Aceh. Seluruh kabupaten kota sudah ada pengurusnya dan telah melahirkan sejumlah atlet.
Bagaimana kisah Petanque berhasil tumbuh di Aceh? Semua itu tidak terlepas dari kegigihan Abdurahman dalam memperkenalkan dan mengembangkan olahraga ketangkasan melempar bola besi dengan system penilaian yang terbilang unik juga.
Saat Dialeksis.com berbincang dengan ketua Federasi Olahraga Petanque Indonesia (FOPI) Aceh ini, Abdurahman mengisahkan sekilas sejarah bagaimana olah raga ini bisa berkembang di Aceh, walau belum dikenal masyarakat secara luas.
“Olahraga ini sudah dimainkan pada event Asian Games tahun 2011 di Palembang. Pada tahun 2015 kami dihubungi oleh Prof. Dr. Sofyan Hanif, M.Pd Wakil Rektor III Universitas Negeri Jakarta untuk memperkenalkan olahraga Petanque di kalangan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (USK),” sebut Abdurahman.
Saat itu, sebut Dosen Olahraga Unsyiah ini, bertepatan dengan kegiatan multievent Pekan Olahraga Mahasiswa (POMNAS) XIV dan USK sebagai tuan rumahnya. Lalu tim Warek III UNJ datang bersama Prof. Dr. Ramdan Pelana, M.Or untuk sosialisasi cabang olahraga petanque bagi mahasiswa dan alumni JPOK FKIP USK. Setelah itu, pada POMNAS XIV tahun 2015 olahraga Petanque di pertandingkan secara eksibisi untuk pertama kalinya.
“Alhamdulillah tim Petanque USK mendapat medali perunggu pada nomor Double Women (Rani Amellia/Risa Maulidya). Lapangan pertamanya hanya ada 2 line yang berlokasi di Lapangan Tugu Darussalam. Saat itu hanya beberapa mahasiswa saja yang tertarik untuk bermain petanque,” jelasnya.
Setelah kegiatan sosialisasi Olahraga Petanque untuk mahasiswa dan alumni JPOK FKIP USK, Abdurahman ditunjuk sebagai pemegang mandat untuk pembentukan Pengurus Federasi Olahraga Petanque Indonesia Provinsi (FOPI) Aceh.
“Saat itu kami mencari tokoh olahraga untuk menjadi figur ketua umum, namun tak ada satu pun yang bersedia. Atas saran orang tua kami sebagai sesepuh olahraga di Jurusan Pendidikan Olahraga (JPOK) FKIP USK bapak Almarhum Drs. Nuzuli, MS, agar saya menjadi ketuanya,” kenang dosen ini ketika awal berdirinya FOPI Aceh.
Ahirnya, selenggarakan musyawarah dengan beberapa rekan Dosen JPOK FKIP USK untuk membentuk Pengprov FOPI Aceh yang pertama. Setelah mendapat respon positif dari KONI Provinsi Aceh, pengurus FOPI Aceh dilantik 2 Mei 2015.
Setelah dilantik, sebut Rahman, mulailah dibentuk pengurus di Pengkab FOPI di Aceh. Untuk mengerakan olahraga yang masih belum membudaya ini, Rahman dan pengurus FOPI Aceh mempercayai alumni JPOK FKIP USK yang berstatus Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga & Kesehatan (PJOK) yang tersebar di seluruh Aceh.
Namun walau sudah terbentuk, olahraga ini gagal tampil di PORA pada tahun 2018, karena saat itu hingar bingar Pilkada sedang berlangsung, ahirnya olah raga baru ini tidak masuk hitungan untuk mengadu ketangkasan di PORA.
Seiring dengan perkembangan waktu, kini FOPI Aceh telah memiliki seorang arbiter (wasit) yang bersetifikat nasional dan 2 orang arbiter daerah. Novi Lidya Isdarianti, S.Pd., M.Pd, Dosen Kontrak BLU USK (arbitre nasional) dan dua arbitre daerah Ridwansyah, S.Pd, M.Pd dan Hardian, S.Pd, keduanya admin kontrak BLU USK.
Mereka bertiga merupakan pemain petanque yang pernah mendapat medali di Kejuaran Petanque Antar Perguruan Tinggi Se-Indonesia yang ke 3 tahun 2017 dan diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Olahraga Bina Guna Medan.
Untuk mendapatkan sertifikat arbitre juga harus mengikuti ujian dan pesertanya harus memiliki kemampuan, baru dia dinyatakan lulus. Olahraga ini sebenarnya olah raga kekeluargaan, dimana para atlet dapat menilai dan menengahi persoalan dilapangan, ketika ada perbedaan atau konflik dilapangan, baru dibutuhkan arbitre untuk menyelesaikan persoalan.
“Karena olahraga ini belum diminati khalayak ramai dan merupakan olahraga baru, dan pengurusnya mayoritas orang dalam dunia pendidikan, maka mereka yang mau mengikuti pelatihan dan ujian arbitre juga dari lingkungan dunia pendidikan. Kita doakan nanti bermunculan arbitre lainya dari berbagi profesi,” sebut Rahman.
Saat itu tim Petanque USK menjadi Juara Umum dengan perolehan medali 3 emas, 1 perak dan 2 perunggu. Olahraga petanque tidak hanya diperlukan arbitre saja, namun juga sangat ditentukan oleh petugas meja (control table). Petugas ini memegang peranan penting untuk pelaksanaan suatu pertandingan, agar tidak terjadi kesalah fahaman para pemain dalam menentukan score hasil pertandingan.
Salah seorang arbitre melakukan pengukuran jarak, letak posisi Bosi dengan Boka, saat dilangsungkan turnamen di lapangan Musara Alun Takengon.Prestasi dan Harapan
Walau terbilang baru dan belum dikenal khalayak ramai di negeri Serambi Mekkah, Petanque Aceh sudah dikenal dunia atas nama Indonesia, ketika atlet Petanque dari ujung barat Sumatera ini mengukir prestasi.
Pada event Petanque Piala Majelis Daerah Kuala Selangor (MDKS) Malaysia tahun 2019, Tim Double Men (Putra Sukma Cahyadi/Riswandi) meraih juara pertama. Selanjutnya dalam “The World Petanque Offline Cup” tahun 2020 di Iran, secara virtual, tim Aceh mengukir sejarah.
Dalam event ini ada 4 nomor pertandingan yang diikuti, Shooting Standard Man; Shooting Standard Woman; Shooting Free style Man dan Shooting Free style Woman.
“Alhamdulillah nomor Shooting Standard Man, atlet kita Agus Maulizar kelahiran Aceh Barat Daya mampu meraih Juara I. Arpin Riski kelahiran Gayo Lues sebagai Juara II dan Putra Sukma Cahyadi atlet kelahiran Aceh Besar sebagai Juara III,” sebut Rahman sambil melempar senyum.
Untuk nomor Shoooting Standard Woman atlet Aceh, Novi Lidya Isdarianti kelahiran Aceh Selatan mampu meraih Juara I dan Rani Amellia kelahiran Aceh Tengah mampu menjadi Juara III.
Selain itu, Aceh juga meloloskan atlet Petanquenya dalam tim Sea Games Manila tahun 2019. Ranni Amellia dan Masykur yang merupakan putra putri terbaik dari Dataran Tanah Gayo, tergabung dalam tim ini, walau saat dilangsungkan sea Games di Manila belum mendapatkan medali.
Untuk melahirkan atlet Petanque, sebenarnya sama dengan olahraga lain, bukan hanya tekun berlatih, namun harus ada pembimbing (pelatih), sehinga potensi yang dimiliki atlet dapat terarah dan dikembangkan.
Bagaimana atlet mampu melempar bola, sehingga bola lawan berpindah dari posisi jack/bola kayu (boka). Faktor lain yang mempengaruhi ketepatan lemparan juga ditentukan oleh tinggi badan, panjang rentang lengan, posisi badan, ayunan lengan dan sikap tangan saat melepaskan bosi ke bidang sasaran.
Untuk itu, Rahman, ketua FOPI Aceh “membesut” anaknya yang merupakan mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala, untuk mahir menggengam bola besi, agar lemparanya memperoleh nilai.
Mulailah Salwa Salsabila Rachman dilatih, bahkan dihukum ketika melakukan kesalahan. Abudrahman mendidik anaknya walau kelak berprofesi sebagai dokter gigi, namun mampu bermain bola besi.
Buah kedisiplinan itu, Salwa meraih medali perak pada kejuaraan junior Olahraga Petanque pertama yang diselenggarakan olah Universitas Negeri Jakarta Tahun 2017. Saat itu Salwa masih menjadi siswa kelas II SMA Labschool Universitas Syiah Kuala.
“Saat ini dia tidak lagi aktif latihan. karena kesibukannya menjadi salah seorang mahasiswa. Karena sibuk, Ananda kami juga tidak ikut seleksi event Pra PORA III/2021/Aceh Tengah Cabang Olahraga Petanque,” sebut Rahman.
Melihat potensi putra-putri Aceh dalam olahraga ini, Rahman berharap pemerintah daerah bersedia untuk menyelenggarakan event/turnamen olahraga petanque seperti yang diselenggarakan oleh Bupati Kabupaten Aceh Tengah.
Turnamen yang diselenggarakan oleh Bupati Kabupaten Aceh Tengah yang bertajuk “Turnamen Olahraga Petanque Double Men & Double Women Piala Bupati Aceh Tengah” tanggal 21 -22 September 2021 merupakan kegiatan pertama di Provinsi Aceh.
Turnamen ini diikuti oleh para atlet petanque seluruh Aceh, yang sekaligus dilanjutkan dengan seleksi pra PORA untuk menuju PORA di Pidie Tahun mendatang.
“Ramainya peserta dari kabupaten kota di Aceh membuktikan bahwa olahraga petanque telah dinikmati oleh para masyarakat. Yang mendaftar juga cukup ramai, ada 29 tim putra dan 15 tim putri. Ini bukti sejarah perkembangan Petanque di Aceh,” sebut Rahman.
Kedepanya, Rahman berharap, olahraga ini dapat disosialisasikan ke seluruh jenjang pendidikan dengan melibatkan para Guru PJOK di seleuruh kab/kota. Semoga para sarjana olahraga yang mengajar di sekolah berpartisipasi dalam mengembangkan olahraga petanque di sekolah. Pihak FOPI Aceh yakin, olahraga ini dapat dijadikan media pembelajaran PJOK disetiap sekolah.
Harapan ini tidak berlebihan, sebut Rahman, mengingat bahwa tim Petanque Aceh pada tahun 2019 di babak kualifikasi PON XX menjadi juara umum dengan perolehan 3 medali emas, 1 perak dan 1 perunggu.
Medali diraih nomor Single Woman dengan atlet Rani Amellia, nomor Double Women (Novi Lidya Isdarianti/Rani Amellia) dan nomor Triple Mix Women (Novi Lidya Isdarianti/Rani Amellia/Agus Maulizar)
Sementara medali perak di raih Agus Maulizar dari nomor Shooting Man dan medali perunggu diperoleh dari nomor Triple Men dari atlet Agus Maulizar/Ali Aruansah/Masykur/Ilyas.
Kini Petanque telah memiliki pengurus di seluruh Indonesia, sudah 29 provinsi telah terbentuk FOPI. Olahrara ini mulai diminati.Semboyan “Satu boka satu bosi, satu keluarga berjuta prestasi. Wujudkan mimpi untuk tetap berprestasi,agar olahraga Petanque tetap di hati”, mulai tersebar di Pertiwi.
Abdurahman menyakini, jika Aceh menjadi tuan rumah PON 2024, tim petanque Aceh Insya Allah akan berusaha untuk mempersembahkan medali terbaik untuk masyarakat Aceh.
“Kami yakin kalau kondisi latihan para atlet Aceh masih seperti saat ini, Insya Allah medali emas untuk Provinsi Aceh akan lahir di tangan para atlet petanque. Mohon doa dari rekan, teman sejawat dan masyarakat Aceh untuk kami agar senantiasa mampu meraih harapan tersebut,” kata Rahman.
Aceh memiliki potensi dalam olahraga mengandalkan kekuatan dan kelenturan tangan dalam mengcengkram bola besi ini, buktinya Aceh sudah mengukir prestasi. Olah raga ini memang belum membudaya, namun Aceh bisa membuktikanya bahwa manusia yang mendiami ujung barat pulau Andalas ini mampu dalam Petanque. *** Bahtiar Gayo