Rabu, 08 Oktober 2025
Beranda / Feature / Berkat Sentuhan Pegadaian, Pispy Camilan Khas Aceh Tembus Pasar Nasional

Berkat Sentuhan Pegadaian, Pispy Camilan Khas Aceh Tembus Pasar Nasional

Senin, 06 Oktober 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Berkat Sentuhan Pegadaian, Pispy Camilan Khas Aceh Tembus Pasar Nasional. Foto: kolase Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di tengah masa sulit pandemi Covid-19, saat banyak orang kehilangan pekerjaan dan harapan, seorang pemuda Aceh bernama Helmi Syahputra justru menemukan jalan hidup baru. 

Ia beralih dari dunia kesehatan ke dunia usaha, dan kini produknya, Pispy, camilan keripik pisang khas Aceh, telah menembus pasar nasional.

Namun di balik kesuksesan itu, tersimpan kisah perjuangan, keyakinan, dan peran Pegadaian dalam membina dan menguatkan langkah UMKM lokal agar naik kelas.

Sebelum menjadi pelaku usaha, Helmi bergelut pada profesi bidang kesehatan. Istrinya juga seorang tenaga kesehatan di rumah sakit. Hidup mereka berjalan normal hingga pandemi datang. Lockdown membatasi aktivitas, dan penghasilannya menurun. Saat itu, istrinya mencoba menjual pisang sale rumahan kepada teman dan tetangga. 

“Awalnya saya tidak begitu tertarik. Tapi permintaan justru terus datang, dan saya mulai berpikir, mungkin inilah jalan baru saya,” kenang Helmi sambil tersenyum saat diwawancarai Dialeksis, 05 Oktober 2025. 

Dari dapur kecil di rumahnya di Banda Aceh, ia mulai membantu istri menggoreng dan mengemas pisang sale. Produk itu kemudian ia unggah di status WhatsApp. Tak disangka, pesanan berdatangan dari teman-teman dekat. Waktu itu kemasannya masih sederhana--plastik transparan dengan label seadanya. Tapi dari situlah langkah pertama dimulai.

Belajar Naik Kelas Lewat Pelatihan dan Binaan

Sebuah undangan dari seorang teman mengubah arah hidup Helmi. Ia diajak mengikuti seminar pemberdayaan UMKM. Di sana ia belajar pentingnya re-branding, kemasan menarik, membangun nilai produk, dan menemukan ciri khas.

Dari proses itu lahirlah Pispy, camilan keripik pisang sale khas Aceh yang diolah menjadi lebih renyah dan modern. 

“Biasanya pisang sale itu lembek. Kami buat versi kriuknya supaya bisa diterima generasi muda,” ujarnya.

Namun perjalanan Helmi tidak berhenti di situ. Ia kemudian bertemu dengan tim Pegadaian, yang saat itu aktif membina pelaku UMKM di Aceh. Melalui program binaan Pegadaian, Helmi mendapat banyak dukungan--mulai dari pelatihan pemasaran, pengembangan relasi bisnis, hingga kesempatan tampil di berbagai event pameran UMKM.

“Pegadaian bukan hanya tempat gadai emas. Mereka juga tempat kami belajar, berjejaring, dan tumbuh bersama,” tuturnya. 

Helmi bahkan ikut serta dalam program cicil emas Pegadaian, yang memberikan kesempatan kepada pelaku UMKM untuk memiliki emas dengan cicilan ringan. 

“Saya ikut program 3 gram selama setahun, hanya sekitar Rp 200 ribu per bulan. Program ini mengajarkan kami pentingnya investasi, bahkan bagi pelaku usaha kecil seperti saya,” katanya.

Saat ini, Pispy masih diproduksi dari rumah pribadi Helmi di Banda Aceh. Meski belum memiliki pabrik, kapasitas produksinya terus meningkat. 

“Sekarang kami bisa memproduksi 200 hingga 500 pack per minggu,” katanya. Bandingkan dengan awal usaha pada 2020, yang hanya mampu membuat 500 pack dalam sebulan.

Produk Pispy kini tersedia di berbagai titik strategis: toko oleh-oleh, toko kue, bandara Sultan Iskandar Muda, terminal Batoh, saat ini sedang menjajaki kerjasama dengan pelabuhan Sabang dan Ulee Lheue.

“Kami ingin setiap orang yang datang ke Aceh bisa membawa pulang rasa khas daerah ini,” ujar Helmi.

Selain menjual langsung, Pispy juga sempat dikirim ke luar daerah Medan, Sulawesi, dan Riau--melalui sistem reseller. Meskipun saat ini pengiriman luar daerah terkendala ongkos kirim, Helmi optimistis ke depan akan lebih mudah jika ada dukungan subsidi logistik bagi UMKM.

Berkat konsistensi dan semangat untuk terus belajar, Pispy kini menjadi salah satu produk UMKM binaan Pegadaian yang sukses meningkatkan omzet secara signifikan. 

“Semenjak dibina Pegadaian, omzet kami naik sekitar 15 hingga 23 persen setiap tahun,” kata Helmi dengan bangga. “Selain omzet, yang paling terasa adalah jaringan kami semakin luas. Banyak kenalan baru, banyak pelanggan baru.”

Tak hanya itu, produk Pispy juga telah lulus kurasi dari Sampoerna Retail Community (SRC), sebuah jaringan retail nasional yang memberi ruang lebih luas bagi produk lokal untuk berkembang.

Bagi Helmi, Pegadaian bukan sekadar lembaga keuangan, melainkan mitra yang ikut menumbuhkan mimpi. Melalui pendekatan yang hangat dan program pembinaan yang berkelanjutan, Pegadaian mampu menyentuh sisi paling penting dari pelaku UMKM: semangat untuk bangkit.

“Yang saya rasakan, Pegadaian benar-benar peduli. Mereka tidak hanya memberi peluang, tapi juga mendorong kami untuk naik kelas,” katanya. 

“Berkat Pegadaian, saya bukan hanya menjual keripik, tapi juga menjual kisah perjuangan dan nilai tambah produk Aceh.”

Harapan ke Depan: Punya Pabrik dan Toko Sendiri

Meski sudah banyak capaian, Helmi tidak berhenti bermimpi. Ia masih memproduksi Pispy di rumah dengan alat sederhana. Salah satu target terdekatnya adalah memiliki mesin pres plastik otomatis agar bisa memproduksi 100 kemasan dalam 15 menit.

“Selama ini kami masih pakai mesin kecil, jadi butuh waktu lama. Kalau ada mesin otomatis, produksi bisa naik dua kali lipat,” ujarnya.

Untuk itu, Helmi berharap dukungan pembiayaan bagi UMKM naik kelas bisa lebih besar dan fleksibel. 

“Selama ini saya belum pernah mengambil pembiayaan dari lembaga keuangan, karena masih pakai tabungan pribadi. Tapi ke depan, kalau UMKM seperti kami ingin punya pabrik dan toko sendiri, tentu perlu dukungan modal yang lebih besar,” jelasnya. 

Ia berharap, program pembiayaan dari lembaga seperti Pegadaian bisa menyentuh pelaku usaha yang sudah naik kelas, dengan kisaran pembiayaan antara 10 hingga 100 juta rupiah.

“Kami yakin, dengan pembiayaan yang tepat, UMKM Aceh bisa berdaya saing nasional,” tambahnya.

Kini, setiap kali Helmi melihat kemasan Pispy terpajang di etalase toko oleh-oleh dan bandara, ia merasa ada rasa syukur yang mendalam. 

“Dulu kami hanya jual di status WA, sekarang produk kami dibawa pulang oleh penumpang dari berbagai daerah. Rasanya luar biasa,” katanya.

Kisah Helmi dan Pispy menjadi bukti nyata bahwa Pegadaian bukan hanya lembaga keuangan, tapi mitra perubahan. Dari binaan sederhana, lahir pelaku UMKM tangguh yang mampu mengangkat nama daerahnya di kancah nasional.[nr]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI