Dicky Sondani Mantan Kapolres Aceh Tengah Bernostalgia
Font: Ukuran: - +
Lelaki bertubuh kekar ini dikenal santun. Mengandalkan hati nurani, dia lebih mau menyelesaikan masalah dengan damai, dari pada menunjukan kekuasaan yang dipegangnya. Ketika menjabat sebagai Kapolres Aceh Tengah,dia tidak menggunakan power dalam menyelesaikan persoalan.
Kami sudah lama tidak bertemu, kini sahabat saya ini sudah menjadi Dirlantas Polda Aceh. Ketika bertugas sebagai Kapolres Aceh Tengah, banyak kenangan bersamanya.
Menurut saya, dalam menjalankan tugas sebagai Kapolres, sahabat saya ini pandai “membaca” situasi dan mempergunakan nurani dalam melakukan pendekatan.
Namanya Dicky Sondani, pangkatnya Kombes, dia lebih akrab dipanggil Dicky. Saat Dicky menjabat sebagai Kapolres Aceh Tengah, lagi hangat-hangatnya demo usai dilakukan pemungutan suara Pilkada April 2012. Aksi demo tiada henti.
Ketua Panwas Yunadi Harun Rasyid tak henti-hentinya dikepung oleh mereka yang menuntut keadilan. Demikian dengan kantor KIP yang dijabat Hamidah. Demo bergelombang. DPRK yang diketuai Zulkarnain menjadi sasaran massa. Mereka yang berdemo cukup ramai dan tak kenal lelah.
Pendopo bupati yang dihuni Mohd Tanwier (Baong) kini menjabat Kadis Perindag Aceh, juga silih berganti dikepung massa. Baong saat itu menjabat sebagai PLT Bupati. Aceh Tengah bagaikan menunggu kepulan asap dan menyisakan arang.
Namun berkat kekompakan Forkopimda dan “tangan” dingin Dicky yang menjabat sebagai Kapolres, di Aceh Tengah tidak ada yang anarkis. Tidak ada lautan api seperti Gayo Lues.
Dicky mempergunakan ilmu pendekatan kemanusian. Dia berbaur dengan massa yang melakukan demo. Bahkan dia mendatangi posko para kandidat yang bersatu. Massanya cukup ramai. Dicky duduk dan berbaur dengan massa pendemo.
Cara pendekatanya halus. Saya paling sering mendampinginya untuk mendapatkan informasi. “Saya lapar nih, belum makan, ayo beli nasi, kita makan sama sama,” sebut Dicky yang memasuki Posko (Ichwan) almarhum Iklil Ilyas Leube pada suatu malam.
Dimalam lainya, dia menyambangi Posko Golkar, tempat Mahreje Cs berkumpul. Di sana juga mengajak makan massa yang hadir di Posko. “Saya lapar ni belum makan, ayo kita makan mie, tolong belikan mie, kita makan sama-sama,” sebut Dicky yang merogoh sakunya.
Saat makan dan sudah nyaman, mulailah Dicky menanyakan, besok apa agenda demonya? Setelah bercerita panjang lebar, Dicky menyarankan mereka, sayang negeri ini, jangan anarkislah, kita rugi nantinya. Saya ini sudah menjadi orang Gayo, sebut Dicky.
Pendekatan Dicky kepada massa, saya bisa rasakan bagaimana menyentuh hati Anwar SH, Mursyid Aman Qarib, serta sejumlah penggerak massa lainya, dibuat geleng-geleng kepala. Pendekatan Dicky kepada massa mereka hormati.
Pendekatan Dicky sangat mendinginkan, tidak ada demo yang panas itu membuat kerusakan. Hanya kaca meja di gedung DPRK yang pecah, serta terbakarnya satu unit kursi. Dicky senantiasa berbaur dengan pendemo.
Bahkan dia bersama Baong (Forkopimda) ikut menjadi saksi dalam persidangan Pilkada di MK yang dipimpin majlis hakim Akil Muhtar.
Dicky bersama Forkopimda mampu “mendinginkan” Aceh Tengah, tidak anarkis dalam demo besar-besaran usai dilakukan pemungutan suara Pilkada. Di lain sisi, pasangan Bupati Nasaruddin- Khairul Asmara, juga tidak memberikan reaksi dalam demo. Sehingga negeri ini tenang.
Pelantikan Bupati terpilih juga berlarut-larut. Ahirnya pada ahir Desember 2012 pasangan Nasaruddin- Khairul Asmara baru dilantik di Banda Aceh.
Saya jadi teringat dengan plat mobil sedan yang dikendarai Dicky di Takengon. Plat yang antik bertuliskan LINGE. Dalam sejarah, hanya satu kenderaan yang saya lihat mempergunakan plat LINGE berkeliaran di Takengon.
Ingatan saya saat berlangsungnya hiruk pikuk Pilkada ini yang saya liput di lapangan, kembali hadir dalam memori, ketika Dicky Sondani mengontak saya. “ Bang saya di Takengon, kita duduklah, nostalgia,” sebutnya.
Saya juga jadi teringat ketika sahabat saya ini menelpon saya saat dia akan menjabat sebagai Dirlantas Polda Aceh. “Bang alhamdulilah, saya bertugas kembali di Aceh. Semoga diberi Allah kesempatan kita bertemu.”
Saat dia bertandang ke Takengon, kami duduk bersama, bagaikan mengenang kembali apa yang sudah kami lakukan ketika sama-sama dalam melakukan tugas. Dicky melirik kain sarung yang saya selempangkan di pundak. Nampak sekali orang Gayonya, sebut Dicky.
Perjalanan hidup manusia sudah ditentukan Tuhan. Sekian lama berpisah, setelah menjabat Kapolres Aceh Tengah dan melanglang buana di Pulau Seberang, kini kembali dikirim Tuhan untuk mengabdi di Aceh.
Kini dia menjabat sebagai Dirlantas Polda Aceh. Saat menjabat sebagai Dirlantas Polda Aceh, dia juga menggunakan nurani, banyak santunan sosial yang dilakukanya. Demikian dengan pendekatan keagamaan. Dia bersama anggotanya membersihkan masjid dan menurunkan Polwan saat berlangsungnya shalat Jumat, demi kenyamanan jamaah.
Tuhan sudah menggariskan perjalanan hidup manusia. Banyak perjalanan diri yang diluar nalar dan menjadi catatan sejarah. Ada kekuatan Tuhan dalam mengatur perjalanan hidup derap kaki hamba-Nya. (Bahtiar Gayo)