Pulau Bunta, Destinasi Wisata Ramah Lingkungan yang Memukau di Aceh Besar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Pulau Bunta, sebuah pulau kecil di Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Feature - Pulau Bunta, sebuah pulau kecil di Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, menjadi destinasi ekowisata yang memadukan keindahan alam, pelestarian lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Dengan jumlah penduduk yang tidak lebih dari sepuluh jiwa, mayoritas bekerja sebagai nelayan dan petani, pulau ini menawarkan pengalaman unik bagi para pecinta alam.
Khairudin, salah satu penduduk asli Pulau Bunta, menjelaskan bahwa meskipun pulau ini kecil, potensi yang dimilikinya sangat besar.
"Pulau Bunta ini cocok untuk ekowisata. Kami berharap wisatawan yang datang turut menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, dan menghormati adat masyarakat,” ungkap Khairudin.
Menurutnya, kehadiran komunitas seperti Aceh Adventure yang mempromosikan wisata berbasis lingkungan telah membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam.
“Wisatawan yang datang kini lebih peduli terhadap lingkungan. Mereka tidak hanya menikmati keindahan pulau, tetapi juga belajar untuk menghargai alam,” tambah Khairudin.
Setibanya di Pulau Bunta, wisatawan disambut dengan pemandangan pasir putih bercampur coral merah yang eksotis.
Air laut yang jernih memantulkan gradasi warna biru kehijauan, menciptakan panorama yang memukau. Di kejauhan, Pulau Batee terlihat jelas di sebelah timur, sementara saat malam tiba, lampu-lampu dari desa hibah Jackie Chan, yang dibangun pasca-tsunami 2004, menambah keindahan pemandangan.
“Rasanya seperti menemukan surga kecil yang belum banyak tersentuh manusia,” ujar Rian, mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang baru pertama kali mengunjungi Pulau Bunta.
Ia mengaku perjalanan dengan perahu kecil dari Desa Lamteungoh selama 40 menit menjadi pengalaman yang tak terlupakan, terutama saat menikmati matahari terbenam di Samudera Hindia.
Pulau Bunta memiliki ekosistem yang unik. Hutan di pulau ini didominasi oleh pohon kelapa di lereng-lereng bukit, memberikan nuansa tropis yang khas.
Meskipun jarang terlihat hewan seperti tupai atau monyet, pasca-tsunami 2004, babi hutan mulai muncul, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ditemukan oleh penduduk setempat.
“Sebelum tsunami, kami tidak pernah melihat babi hutan di sini. Tapi sekarang kadang-kadang terlihat di sekitar hutan. Meski begitu, keberadaan mereka tidak terlalu mengganggu,” jelas Khairudin.
Selain itu, suasana pulau yang tenang dan bebas dari nyamuk menjadi daya tarik tersendiri. Pengunjung juga dapat melihat hewan ternak seperti lembu yang dibiarkan berkeliaran bebas.
Khairudin menekankan pentingnya mengedepankan konsep wisata ramah lingkungan di Pulau Bunta. Ia berharap pengunjung mendukung pelestarian alam dengan menjaga kebersihan, menggunakan transportasi yang tidak mencemari lingkungan, serta memilih aktivitas yang tidak merusak ekosistem.
Sunset di Pantai Pulau Bunta. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]Pulau Bunta kini tidak hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga simbol harmoni antara manusia dan alam. Jadi, jika Anda berencana mengunjungi Aceh Besar, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi keindahan dan kearifan lokal Pulau Bunta.
“Wisata di Pulau Bunta bukan hanya untuk menikmati keindahan, tetapi juga belajar menghargai alam. Kami ingin pulau ini tetap lestari dan menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat,” tegas Khairudin.
Bagi wisatawan yang tertarik mengunjungi Pulau Bunta, perjalanan bisa dimulai dari Desa Lamteungoh dengan menyewa perahu nelayan. Perjalanan ini tidak hanya menjadi petualangan seru, tetapi juga memberikan wawasan tentang kehidupan masyarakat pesisir Aceh.
Jika ingin berkunjung, pastikan untuk merencanakan perjalanan dengan baik dan tetap menghormati lingkungan serta budaya setempat. [adv]