DIALEKSIS.COM | Aceh - Buku terbaru berjudul Kamarina Rindu Cinta karya Firliana Purwanti resmi diluncurkan. Karya setebal 400 halaman ini mendapat sambutan positif dari para pembaca, salah satunya Donna Swita yang mengaku terinspirasi dengan gagasan dan keberanian penulis dalam mengangkat isu-isu sensitif seputar perkawinan, perceraian, hingga stigma sosial terhadap perempuan.
Donna, yang dikenal sebagai sahabat dekat penulis, mengaku sudah mengikuti perjalanan buku ini sejak masih berupa draft pertama.
“Saya ingin bercerita tentang buku karya sahabat saya Firlip yang menurut saya layak dibeli dan dibaca. Saya membaca draft awalnya, dan sejak itu langsung mendorong Firli untuk mempublikasikannya,” ungkapnya kepada Dialeksis, Kamis (2/10/2025).
Menurut Donna, buku ini sangat penting karena berupaya membuka mata banyak perempuan agar tidak terjebak pada mitos perkawinan yang sering dibayangkan bak kisah dongeng belaka. Ia menilai, keberanian Firliana membicarakan topik sensitif, terutama soal status janda dan konstruksi sosial yang melingkupinya, adalah sumbangan besar bagi literasi perempuan Indonesia.
Dalam testimoni yang dibagikan kepada Dialeksis, Donna menyebut pengalaman pribadinya sebagai janda membuat dirinya merasa dekat dengan tema yang ditulis Firli.
“Dalam kehidupan sehari-hari, Firli selalu jadi teman yang menghancurkan stigma negatif dan rasa minder perempuan dengan status janda seperti saya,” ujarnya.
Ia bahkan menyebut istilah Janda Sukses Platinum sebagai obrolan ringan yang justru memotivasi para perempuan untuk tidak terjebak pada pandangan miring masyarakat.
“Setiap pertemuan, kami lebih banyak membicarakan capaian hidup masing-masing, obrolan sehat soal solusi, bukan sekadar julid terhadap hidup orang lain,” tambah Donna sambil tertawa.
Donna juga menyoroti keberanian Firli dalam mengupas perbedaan stigma antara janda karena ditinggal mati dan janda akibat perceraian. Dalam konstruksi sosial, kata dia, janda yang ditinggal mati lebih mudah diterima sebagai sosok terhormat. Sebaliknya, perceraian sering dipandang sebagai aib.
“Padahal tidak ada perempuan yang menikah dengan tujuan untuk bercerai. Realitas ini yang coba diangkat Firli dengan bahasa yang apa adanya, termasuk alasan mengapa perempuan akhirnya memilih bercerai,” ujarnya.
Lebih jauh, Kamarina Rindu Cinta juga menyoroti perjalanan perempuan yang kembali mencari cinta dengan standar yang berbeda. Bukan sekadar mencari pasangan kaya atau tempat bergantung, melainkan tentang bagaimana seorang perempuan membangun keberdayaannya sendiri.
“Buku ini memperlihatkan bagaimana perempuan bisa memilih dan menentukan jalan hidup dengan kepala tegak. Bahkan saya sendiri merasa hidup lebih sehat dan percaya diri setelah berdiskusi dan membaca karya Firli,” tutur Donna.
Donna menegaskan, menjadi janda cerai hidup membutuhkan keberanian besar. “Itu keputusan besar, dan butuh daya tahan mental. Lewat buku ini, Firli menunjukkan bahwa perempuan bisa bangkit, berdaya, bahkan sukses, tanpa harus terpenjara stigma,” katanya.
Kamarina Rindu Cinta kini telah beredar luas dan menjadi bahan perbincangan hangat, bukan hanya karena narasi personal yang kuat, tetapi juga karena pesan sosial yang tajam. Buku ini diharapkan mampu menjadi jendela baru bagi perempuan untuk memandang ulang makna cinta, perkawinan, perceraian, dan kemandirian. [arn]