DIALEKSIS.COM | Aceh - Dalam jagat perkopian yang terus berkembang, dua varietas istimewa terus menjadi perbincangan hangat dua varietas kopi luwak dan kopi wine. Meski sama - sama tergolong eksklusif, keduanya memiliki karakteristik berbeda yang memengaruhi selera para penikmatnya. Salah satu pecinta kopi yang kerap mengikuti tren ini, Mirza Ferdian, membagikan pandangannya kepada Dialeksis soal perbedaan kualitas dan tren terkini antara dua kopi ini.
“Bicara soal cita rasa, kopi luwak dikenal dengan kelembutan dan kehalusan rasanya, karena proses fermentasi alami yang terjadi di saluran pencernaan luwak. Sementara kopi wine menawarkan sensasi rasa lebih kompleks dan aromatik, karena proses fermentasinya menggunakan metode kering selama waktu tertentu, mirip proses pembuatan wine,” ujar Dek Yank Sapaan akrab Mirza kepada Dialeksis, Jumat 1 Agustus 2025.
Menurutnya, kopi luwak memiliki sejarah panjang sebagai salah satu kopi termahal di dunia, bahkan sempat menjadi simbol kemewahan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren mulai bergeser. Pecinta kopi kelas menengah ke atas kini mulai melirik kopi wine sebagai alternatif yang lebih etis dan menawarkan pengalaman rasa yang berbeda.
“Banyak penikmat kopi sekarang lebih memilih kopi wine, karena lebih sustain dan tidak melibatkan hewan dalam prosesnya. Selain itu, rasanya juga lebih berani. Ada aroma buah yang khas, sedikit asam, dan aftertaste-nya panjang. Ini yang dicari generasi baru pecinta kopi,” tambahnya.
Perbedaan mendasar antara kedua kopi tersebut terletak pada proses fermentasinya. Pada kopi luwak, biji kopi difermentasi secara biologis di dalam tubuh hewan luwak, lalu dikeluarkan dan dibersihkan untuk diproses lebih lanjut. Sementara kopi wine mengalami fermentasi secara alami tanpa bantuan hewan, melainkan melalui pengeringan buah kopi secara utuh dalam jangka waktu tertentu, yang menciptakan rasa fermentatif mirip anggur merah atau wine.
Meski keduanya punya pasar masing-masing, Mirza mengakui bahwa pasar kopi wine tumbuh lebih cepat. “Anak-anak muda yang akrab dengan third wave coffee culture cenderung lebih mengejar rasa dan eksperimentasi. Mereka suka karakter unik kopi wine. Kalau kopi luwak sekarang lebih banyak dibeli karena penasaran atau untuk hadiah, bukan jadi konsumsi harian,” kata Mirza yang kerap mengunjungi kedai kopi spesialti di berbagai kota di Indonesia.
Selain isu etika dan lingkungan dalam produksi kopi luwak, tren minum kopi saat ini juga banyak dipengaruhi oleh gaya hidup sehat dan sadar asal-usul produk. Hal ini turut mendorong pertumbuhan pasar kopi wine yang dianggap lebih bertanggung jawab secara sosial dan ekologis.
“Sekarang banyak petani di Aceh Tengah, Gayo, dan beberapa daerah penghasil kopi lainnya sudah mulai memproduksi kopi wine. Ini positif karena memberikan nilai tambah dan memperluas diversifikasi produk kopi lokal,” ujarnya.
Dengan semakin banyaknya pilihan kopi hasil fermentasi seperti kopi wine, dan kesadaran konsumen yang makin tinggi terhadap proses produksi kopi, Mirza memprediksi kopi wine akan terus naik daun. Sementara kopi luwak tetap akan punya tempat, meski lebih sebagai produk niche dan eksklusif.
“Intinya, kedua kopi ini punya keunikan masing-masing. Tapi dari sisi tren dan preferensi, kopi wine saat ini memang sedang naik daun. Rasanya berani, prosesnya transparan, dan etis. Itu jadi daya tarik tersendiri,” pungkas Mirza Ferdian.