Kamis, 03 Juli 2025
Beranda / Pertahanan dan Keamanan / KSAD Maruli Simanjuntak Tanggapi Polemik Tanah Wakaf Masjid Raya Baiturrahman

KSAD Maruli Simanjuntak Tanggapi Polemik Tanah Wakaf Masjid Raya Baiturrahman

Kamis, 03 Juli 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak. Foto: doc Puspenad


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak akhirnya angkat bicara mengenai polemik status tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh yang saat ini dikelola oleh TNI Angkatan Darat (TNI AD). 

Ia menegaskan bahwa pihaknya memiliki dasar hukum berupa surat dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) yang memberikan izin penggunaan lahan tersebut.

“Kita sudah punya surat dari Kementerian Keuangan untuk boleh menggunakan (lahan itu),” ujar Maruli kepada wartawan usai menghadiri rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Maruli menambahkan bahwa apabila ada hal yang perlu diluruskan terkait status tanah tersebut, maka semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi. 

Ia juga menekankan bahwa kewenangan untuk menetapkan status hukum atas tanah itu sepenuhnya berada di tangan Kemenkeu, bukan TNI AD.

“Yang punya kewenangan itu Kementerian Keuangan, bukan kami. Jadi, bukan berarti kami bisa klaim sepihak. Kalau memang ada pihak lain yang merasa punya hak lebih kuat, ya silakan tempuh jalur hukum,” jelas Maruli. “Yang jelas, kami memiliki surat legalitas dari Kemenkeu sebagai pemilik kekayaan negara,” imbuhnya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Aceh telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, guna memohon penyelesaian status tanah yang diklaim sebagai wakaf Masjid Raya Baiturrahman. Surat tersebut ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dengan nomor 400.8/7180 tertanggal 17 Juni 2025.

“Semua ini telah kita sampaikan kepada pemerintah pusat. Biarlah pemerintah pusat yang memutuskan bagaimana status tanah ini sebenarnya,” ujar Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, di Banda Aceh, Jumat (27/6/2025).

Dalam surat tersebut, Pemprov Aceh menyertakan sejumlah dokumen sejarah, termasuk peninggalan Kesultanan Aceh dan arsip pemerintah kolonial Belanda, yang menyatakan bahwa tanah Blang Padang dan Blang Punge merupakan tanah wakaf. Kedua lokasi tersebut diketahui telah diwakafkan oleh Sultan Iskandar Muda untuk kepentingan kemaslahatan dan pemeliharaan Masjid Raya Baiturrahman.

Pemprov Aceh juga menyebut bahwa lahan tersebut telah dikuasai oleh TNI AD melalui Kodam Iskandar Muda sejak dua dekade terakhir, tepatnya setelah bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Penguasaan tersebut disebut berlangsung tanpa adanya proses hukum yang transparan maupun kesepakatan dengan nazhir wakaf.

Berdasarkan kajian sejarah, analisis yuridis, serta masukan dari masyarakat dan tokoh agama, tanah Blang Padang dinilai secara sah sebagai harta wakaf. Oleh karena itu, dalam poin keempat surat Gubernur Aceh ditegaskan bahwa tanah tersebut seharusnya dikembalikan kepada pengelolaan nazhir Masjid Raya Baiturrahman.

Polemik ini pun terus bergulir dan menyita perhatian publik di Aceh. Di tengah perdebatan antara klaim legalitas negara dan nilai sakral wakaf dalam tradisi Islam serta adat Aceh, keputusan akhir kini berada di tangan pemerintah pusat. Apakah status tanah Blang Padang akan ditetapkan sebagai milik negara atau dikembalikan sebagai tanah wakaf, publik menanti langkah bijak dan adil dari Presiden dan jajarannya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI