kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Ada Reaksi Ketika Tagore Malapor ke Polisi

Ada Reaksi Ketika Tagore Malapor ke Polisi

Sabtu, 26 Februari 2022 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM- Umurnya sudah terbilang tua, 68 tahun, namun dia masih menjadi buah bibir dalam dunia politik. Mantan anggota DPR RI, mantan Bupati Bener Meriah ini, kini kembali menjadi berita media.

Namanya Tagore. Dia sebagai penanggungjawab (Penjab) Pekan Kebudayaan Gayo (PKG), yang diselenggarakan di Takengon. Dalam event PKG itu ada juga Pameran Peninggalan Reje Linge. Kegiatan ini mengundang perhatian publik.

Kegiatanya mendapat kritikan pedas. Ada yang meragukan keaslian benda peninggalan Kerajaan Linge yang dipamerkan ketua Dewan Adat Gayo (DAG) ini. Ahirnya berujung laporan polisi.

Tagore, Penjab PKG secara resmi melaporkan Win Wan Nur (aktivis), pemilik akun facebook (FB) ke polisi. Laporan itu karena tulisan Win di laman media sosial ini. Selain itu mantan anggota DPR RI dari PDIP ini juga melaporkan Redaksi media Online LintasGAYO.co.

Bagaimana ceritanya dan apa reaksi dari Win Wan Nur yang menjadi terlapor, menarik untuk disimak. Karena kedua belah pihak bertahan dengan keyakinan dan prinsipnya. Bagaikan pertunjukan didong (seni khas Gayo) yang berbalas pantun.

Tagore, atas nama pribadinya sebagai Penjab pameran peninggalan Kerajaan Linge, melaporkan Win Wan Nur ke Polres Aceh Tengah, Kamis (24/2/2022) sore. Laporan pencemaran nama baik itu dilakukan Tagore, karena Win mempersoalkan keaslian mahkota Reje Linge yang dipamerkan.

Dalam keteranganya kepada media, Tagore menjelaskan, selain menyebut benda pusaka peninggalan Kerajaan Linge itu palsu, keaslianya diragukan, terlapor juga menyebutkan di akun FB miliknya, kegiatan PKG selama sepekan ini menggunakan anggaran negara.

Tagore menjelaskan, kegiatan PKG selama sepekan itu, tidak menggunakan anggaran negara. Namun kegiatanya dibiayai oleh ketua Dewan Adat Gayo, serta sedikit sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

“Saya sendiri sudah mengeluarkan uang Rp350 juta, ini uang saya sendiri bukan uang negara, ini fitnah dan bahagian dari pencemaran nama baik,” sebut Tagore.

Selain itu, jelasnya, dia juga melaporkan redaksi media lokal LintasGAYO.co ke Polisi. Media online ini telah memuat sejumlah berita tidak  dan tanpa konfirmasi ke pihaknya selaku penyelengara kegiatan.

 “Kenapa redaksinya saya laporkan, seharusnya dalam penulisan itu ada nama wartawan, ini tidak ada, siapa penulisnya pihak penyidiklah yang menyelidikinya,” sebut Tagore.

Soal berita di media ini, yang sumbernya dari DR. Ketut Wiradnyana, Koordinator Kantor Arkeologi dan Sastra BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional,) yang juga ketua Balar Medan. Dalam pemberitaan dituliskan bahwa Tagore bohong soal telah turunnya lima tim arkeolog dari Balar Medan. Namun kemudian Tagore menelpon Ketut meminta kejelasanya.

“Awalnya dia bilang saya bohong telah menerima lima tim Arkeolog dari Balar Medan untuk meneliti benda pusaka Reje Linge ini. Setelah saya konfirmasi ulang, ia mengakui bahwa benar ada satu tim dari Arekelog Balar Sumut, satu orang dari dinas Provinsi dan sisanya dari BPCB Aceh. Ia menyatakan betul telah dilakukan penelitian,” sebut Tagore.

Untuk jenis logam dalam pameran ini sengaja tidak dicantumkan tahun. Demikian dengan Mahkota Reje Linge. Mengapa tidak dituliskan tahun benda jenis logam ini, karena Balar yang ada di Medan, bahkan di Indonesia belum mampu mendeteksi tahun, serta keaslianya melainkan harus ke luar Negeri.

“Klarifikasi ini saya minta dibuat kembali di media yang sebelumnya memberitakan. Ketut juga sudah mengirimkan klarifikasi tersebut, namun sampai sore menjelang laporan polisi, klarifikasi itu tidak ada dimuat,” sebut Tagore.

“Secara secara kode etik seharusnya sebelum tayang melakukan konfirmasi, namun saya tidak pernah menerima konfirmasi apapun dari media itu” jelasnya.

“Seharusnya, dalam adat Gayo ia datang menemui saya dan menyampaikan apa yang saya lukan itu salah, dibuktikan dengan data data yang ia miliki. Ini kalau mau beradat, jangan berdasar kebencian,” pinta Tagore Abubakar.

Tidak terima atas tudingan yang mencemarkan nama baiknya, ahirnya Tagore menempuh jalur hukum. Upaya itu dilakukanya untuk meredam emosi pihaknya, dimana Tagore sebagai penanggungjawab dari kegiatan PKG.

Reaksi

Bagaimana dengan terlapor Win Wan Nur dan redaksi LintasGAYO.co? adanya laporan ini tidak membuat terlapor diam. Win yang juga redaksi media yang dilaporkan Tagore sudah menyiapkan pengacara menghadapi kasus ini.

“Tidak ada masalah dengan laporan yang disampaikan Penanggungjawab kegiatan PKG. Saya sudah minta kesediaan Nourman Hidayat sebagai pengacara dan kuasa hukum untuk menghadapi persoalan ini,” sebut Win Wan Nur, menjawab Dialeksis.com.

“Negara kita adalah negara hukum. Sebagai warga negara saya taat kepada hukum, ada aturanya, ada pembuktian nantinya siapa yang benar dalam persoalan ini. Kita akan hadapi semuanya,” sebut Win yang juga tim Redaksi LintasGAYO.co, media yang dilaporkan Tagore.

Sementara itu, pengacara dan kuasa Hukum Win Wan Nur, Nourman Hidayat, memberikan penjelasan kepada media, seperti yang diterbitkan Nukilan.id. Dalam penjelasanya Nourman menyebutkan, laporan polisi yang dilakukan Ir Tagore Abubakar untuk menghindari dialog dengan kliennya, adalah sikap gegabah Tagore menyikapi masukan kritikan publik.

“Menjawab kritikan dengan laporan polisi seolah mengkonfirmasi bahwa apa yang diduga kuat oleh Win Wan Nur adalah benar adanya. Tagore memamerkan mahkota reje palsu, dan tak mampu menjawab tuduhan Win Wan Nur,” kata Nourman seperti dilansir Nukilan.id

Menurut Nourman, seharusnya Tagore memberikan klarifikasi dulu terhadap benda sejarah yang diduga palsu itu kepada publik dengan catatan tertentu, dengan rekomendasi tertentu agar publik tidak bingung.

“Terlebih lagi koordinator arkeologi Dr. Ketut dan lembaga Arkeologi Sumut menyatakan tidak pernah meneliti keaslian mahkota Reje Linge,” ujarnya.

“Pernyataan Ketut ini penegasan serius terhadap jejak sejarah agung Gayo/Linge yang nantinya akan menghiasi buku sejarah dan masa depan Gayo. Seharusnya segala sesuatu yang belum ada kepastiannya tidak boleh dipublikasi sedemikian rupa sehingga berisiko sesat dan menyesatkan,” sebut Nourman.

Apalagi, jelas Nourman, terhadap benda sakral seperti mahkota pemimpin Linge. Ini provokatif sekali. Terlebih lagi sudah ada upaya Win Wan Nur untuk meminta klarifikasi selama dua hari sebelumnya.

Menurut pengacara Win Wan Nur ini, dalam posisi ini, selama belum ada klarifikasi dari Tagore Nourman menduga ada pembohongan publik yang sedang dimainkan terkait benda sejarah itu.

“Pembohongan sejarah ini memiliki konsekuensi serius. Diatur di UU cagar budaya. Diatur oleh konstitusi. Kenapa ini tidak diselesaikan terlebih dahulu dan langsung membuat laporan polisi,” tanya penasehat hukum ini.

“Kami juga mempertimbangkan membuat laporan polisi terhadap dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU nomor 11 tahun 2010 dan KUHP,” jelas Nourman.

Soal Ketua Dewan Adat Gayo (DAG)

Selain hangatnya pembahasan soal asli atau palsu benda bersejarah Kerajaan Linge yang dipamerkan ketua Dewan Adat Gayo (DAG), ada sisi lain yang juga ramai menjadi perdebatan di kalangan publik.

Yakni soal jabatan Tagore Abubakar sebagai ketua DAG. Ada pihak yang tidak terima dan mempersoalkan Tagore menjabat sebagai ketua DAG. Reaksi itu bermunculan, ketika DAG menjadi naungan dewan adat Gayo secara keseluruhan yang ada di berbagai daerah.

Buniyamin salah seorang tokoh masyarakat Gayo Lues dengan tegas meminta agar kegiatan Pameran Kerajaan Linge dan kegiatan PKG tidak membawa nama Gayo, karena kegiatan itu bukan atas nama Gayo secara keseluruhan.

Hingar bingar pembahasanya ini, Dialeksis.com sudah menurunkan tulisan berjudul “Ketika Benda Bersejarah Raja Linge Ada yang Meragukan Keaslianya”. Tulisan ini merangkum akar persoalan polemik persoalan ini. Baca beritanya.

Menyinggung soal DAG, yang kini dijabat Tagore sebagai penanggungjawab kegiatan PKG selama sepakan, mantan Bupati Gayo Lues, Ibnu Hasyim memberikan penjelasan.

Dalam keteranganya kepada media seperti dilansir LintasGAYO.co, Ibnu Hasyim mengakui tidak pernah tahu ada pembentukan DAG pada 2017 di Takengon. Menurut Ibnu Hasyim, pihaknya waktu itu tidak pernah mengirim utusan dari MAA Gayo Lues atau dari unsur lain untuk ikut dalam pembentukan DAG.

“Kalau memang teman-teman di Takengen mau bentuk silakan itu hak mereka. Mungkin mau bentuk DAG Aceh Tengah. Tapi kalau atas nama Gayo secara keseluruhan kok bisa ya? Kita kan tidak pernah ikut membentuknya.” sebut Ibnu Hasyim.

Menyinggung soal jabatanya sebagai ketua DAG, Tagore AB, kepada media menjelaskan, prosesi pemilihan ketua Dewan Adat Gayo dihadiri oleh seluruh wilayah Gayo. Bahkan ia juga tidak hadir dalam pemilihan itu, melainkan ia di telepon untuk hadir karena terpilih mejadi ketua DAG.

“Tidak ada rekayasa, bahkan saya tidak hadir waktu itu. secara hukum sudah terdaftar di Menkopolhukam, saya lakukan ini bertanggungjawab untuk melestarikan adat dan budaya Gayo,” sebut Tagore.

Tagore sudah mendaftarkan DAG ke Menkopolhumkam, dimana DAG merupakan sebuah lembaga resmi yang sudah terdaftar di lembaran pemerintahan. Karena jabatanya sebagai ketua DAG yang sudah didaftar dilembaga resmi, Tagore menyelenggarakan kegiatan PKG dimana pameran peninggalan Kerajaan Linge ikut masuk dalam agenda kegiatan PKG.

Kegiatan ini ternyata mengundang polemik, riuh menjadi pembahasan. Saling berbalas pantun. Bahkan Tagore AB, bersama ketua panitia penyelanggara PKG, Syukur Kobath memberikan penjelasan dalam siaran langsung yang diselenggarakan RRI Takengon.

Tidak hanya sampai disitu, keesokan harinya giliran Win Wan Nur,aktivis yang juga Redaksi media online LintasGayo.co yang diundang pihak RRI memberikan pandanganya soal hingar bingar ini. Podcas di RRI ini diikuti publik.

Kedua belah pihak yakin dengan prinsip masing-masing dan tetap berpegang teguh pada keteranganya. Namun, pihak Tagore Abubakar ahirnya menempuh penyelesaianya melalui jalur hukum melaporkan ke polisi.

Win Wan Nur juga menyatakan kesiapanya mengikuti aturan hukum ini, bahkan dia sudah menyiapkan pengacara, kuasa hukumnya. Bagaimana babak selanjutnya dari episode yang muaranya membawa nama kerajaan Linge ini? Kita ikuti saja perjalananya. **** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda