kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / BPKS Kapan Akan Menjadi Kebanggaan Rakyat Aceh

BPKS Kapan Akan Menjadi Kebanggaan Rakyat Aceh

Jum`at, 10 Maret 2023 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

BPKS (bpks.go.id)


DIALEKSIS.COM |  Banda Aceh - Usianya sudah satu generasi, sudah berjalan 23 tahun sejak 2000. Dua dekade sudah dilaluinya, namun keberadaanya belum menjadi sebuah kebanggaan bagi rakyat di ujung Barat Pulau Sumatera ini.

Namanya keren….! Badan Perusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Lembaga selevel kementerian itu lahir berdasarkan UU No. 37 tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. 

Sayangnya sudah berganti alun pimpinan BPKS bagaikan “mati suri”, berjalan apa adanya belum seperti yang diharapkan. Ada catatan sejarah, 9 kepala BPKS sudah mengayuh bahtera. Mulai dari era dari Zubir Sahim, Syahrul Sauta, T. Saiful Ahman, Ruslan Abdulgani, Fauzi Husin, Sayed Fadhil, Razuardi Ibrahim, Iskandar Zulkarnain, Junaidi Ali. 

Bagaimana sudah perkembangan BPKS, itu yang senantiasa menjadi pertanyaan publik. Apa yang sudah disumbangkan BPKS dalam mendatangkan pendapatan Premprov Aceh. Dialeksis.com merangkum beberapa harapan dan persoalan di BPKS.

Sejauhmana dampak BPKS yang dirasakan masyarakat Aceh? Apa solusi terbaik untuk BPKS? Apa persoalanya? Sedangkan kucuran dana sangat fantastis bagi BPKS yang dikucurkan pemerintah pusat, sejak 2010 - 2023 kurang lebih Rp 4 triliun. Namun apa efeknya bagi roda ekonomi Aceh?

Soal evaluasi dan perubahan managemen di BPKS disorot DPD Posko Perjuangan Rakyat (Pospera). Organisasi ini meminta Dewan Kawasan Sabang (DKS) untuk mengevaluasi dan mengganti manajemen BPKS.

Wakil Sekretaris DPD Pospera Aceh Putra Rizki Pratama mengatakan, bahwa manajemen saat ini kurang kompeten, dan tidak paham dalam mengelola BPKS. Dia menilai bahwa pergantian manajemen perlu dilakukan agar BPKS dapat berfungsi lebih baik dan bermanfaat untuk Aceh.

“BPKS itu lembaga bagus, bukan lembaganya yang bermasalah, tapi orang-orang yang di dalamnya tidak punya kompetensi, banyak tidak mengerti apa yang harus dilakukan, SDM-nya yang bermasalah,” kata Putra Rizki Pratama kepada DIALEKSIS.COM, Selasa (7/3/2023).

Menurut Rizki, BPKS diberi tugas untuk mengembangkan ekonomi di kawasan Sabang melalui pengembangan perdagangan dan pelabuhan bebas. Badan ini yang dibentuk 22 tahun lalu dengan tujuan untuk memajukan ekonomi Aceh. Namun seiring waktu, kinerja BPKS belum optimal.

“Kita menginginkan ke depan yang mengurus BPKS itu orang-orang punya kapasitas dan mampu membuat program yang skalanya makro, karena ini lembaga non struktural yang kordinasinya langsung ke pusat,” kata Rizki.

Menurut Rizki, SDM manajemen BPKS tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan program yang skala besar, memanfaatkan aset yang ada untuk menunjang pertembuhan ekonomi.

“Pemberdayaan pelabuhan bebas, dermaga yang ada, atau lahan-lahan BPKS harus dimanfaatkansebagai peluang bisnis dan investasi dengan menggait investor skala besar, bukan mengurus program skala dinas,” kata Rizki.

Selain itu Rizki meminta DKS dapat segera merespons dengan tindakan konkret untuk memperbaiki kinerja BPKS, dan DKS dapat membuka diri untuk menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak, termasuk dari masyarakat dan organisasi masyarakat sipil.

"Dengan begitu akan terbentuk kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DKS, dan organisasi sehingga BPKS bisa berfungsi seperti yang diharapkan." 

Selain berbagai regulasi yang masih tumpang tindih, ada beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi kondisi ini. Salah satu faktor utama adalah masih kurangnya sinergi dan koordinasi antar instansi terkait. 

Benarkah? Munzami Hs Anggota Dewan Pengawas BPKS memberikan penilaian, terdapat berbagai kewenangan yang seharusnya diberikan kepada BPKS namun belum dapat dilaksanakan dengan optimal. 

Hal ini disebabkan oleh belum adanya aturan teknis atau kebijakan, norma, standar, dan prosedur (KNSP) yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian terkait sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah nomor 83 tahun 2010.

Dia mencontohkan, di bidang perikanan bahwa untuk izin penangkapan ikan dan kapal tangkap yang memiliki kapasitas lebih dari 35 GT, aturan teknis yang berupa Norma Standar Prosedur (NSPK) harus ada. 

Namun, hingga saat ini NSPK tersebut belum dilimpahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehingga nelayan yang ingin mengurus izin di BPKS belum bisa dilakukan.

“Masalah yang seperti ini terjadi di BPKS, sehingga sejumlah kegiatan di BPKS tidak bisa jalan, ini bukan terjadi sekarang saja, dari awal kasusnya seperti ini,” kata Munzami kepada DIALEKSIS.COM, Rabu (8/3/2023).

Selain itu, BPKS mengalami kendala dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif, sebab regulasi atau aturan yang belum terintegrasi dengan baik antara satu instansi dengan instansi lainnya. Kurangnya koordinasi dan sinergi antar instansi terkait juga menjadi faktor penyebab sulitnya implementasi kewenangan yang seharusnya diberikan kepada BPKS.

“Bukan hanya saja terjadi di Aceh, di tingkat kementerian terjadi, jadi tidak saling memahami regulasi, dan ini dibiarkan tidak ada yang mau bergerak untuk membangun komunikasi dengan kementerian,” kata Munzami.

Selain masalah regulasi yang belum terintegrasi dengan baik antara instansi terkait, Dewan Pengawas BPKS juga mengakui bahwa terdapat masalah dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) tingkat manajemen BPKS. 

Mereka mengakui bahwa SDM di tingkat manajemen BPKS kurang memiliki kemampuan yang memadai dalam menjalankan fungsi BPKS secara optimal.

“Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kinerja BPKS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam hal pengelolaan kawasan Free Trade Zone (FTZ). Diperlukan upaya peningkatan kualitas SDM BPKS, baik melalui pelatihan dan pendidikan, maupun rekrutmen tenaga ahli yang memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan tugas dan fungsinya,” kata Munzami.

Untuk itu, Pemerintah Aceh dan Kementerian terkait juga harus memberikan dukungan dan perhatian yang lebih dalam meningkatkan kualitas SDM BPKS agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Dengan adanya SDM yang berkualitas, BPKS dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Menurut Munzami, permasalahan yang dihadapi oleh BPKS, tentunya diperlukan sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak untuk dapat mencapai tujuan pengembangan kawasan FTZ. 

“DPR RI, DPRA, Gubernur, Wali Kota Sabang, dan Wali Aceh Besar agar berperan aktif dalam membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh BPKS,” kata Munzami. 

“Kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dapat membantu untuk mempercepat pembuatan kebijakan, regulasi, dan aturan teknis yang dibutuhkan oleh BPKS agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal,” tambah dia. 

Simaklah apa yang ditulis Fauzi Umar, Alumni IPB Bogor dan Ketua Divisi Kemitraan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Aceh.

Bulan Maret 2023 tepatnya tanggal 21 Maret 2023 tepat 3 (tiga) tahun saya tidak lagi menjadi bagian dari Manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Tulisan ini merupakan sebuah ikhtiar dan refleksi.

“Mengapa Kawasan Sabang Sulit Berkembang dan Maju” seperti kawasan disekitarnya Langkawi di Malaysia, Phuket di Thailand maupun Batam di Kepulauan Riau, padahal dianugerahi letak geografis yang sangat strategis di Selat Malaka. 

“Kondisi ini menyadarkan saya untuk menyampaikan kondisi sesungguhnya atas dasar pengalaman selama saya menjadi bagian dari insan BPKS. Untuk memperbaiki kondisi dan punya cita-sita untuk mewujudkan harapan masyarakat Aceh dan Sabang ini saya bergabung melalui hasil fit and profer test menjadi bagian dari Manajemen BPKS 2018 “ 2023 dengan SK Gubernur Aceh No. 515/99/2018 tanggal 21 Maret 2018,” jelasnya.

Namun proses ini tidak berlangsung lama hanya 2 tahun 2 bulan, karena Plt. Gubernur Nova Iriansyah mengeluarkan Surat No. 515/1408/2020 yang memberhentikan manajemen BPKS periode 2018 - 2023 dan mengangkat manajemen baru periode 2020 “ 2025.

Pengangkatan ini tentu cacat hukum atau illegal karena melanggar Undang-Undang No.37 Tahun 2000 Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 yang mengamanatkan bahwa kepala, wakil dan anggota deputi diangkat untuk periode waktu 5 (lima) tahun yang seharusnya manajemen yang ditunjuk adalah meneruskan dan menuntaskan periode 2018 - 2023 bukan malah memperpanjang masa kerja manajemen sekarang menjadi periode kerja 2020 - 2025. 

Langkah dan tindakan Plt. Gubernur Nova mendapat tanggapan dan protes dari Anggota DPRA Komisi Ekonomi dan Pembangunan. Namun protes anggota DPRA ini tidak mendapat tanggapan Plt. Gubernur Nova. 

Aneh dan nyata memang mismanajemen Plt. Gubernur Nova Iriansyah dalam kurun satu periode manajemen BPKS 2018-2023 terjadi 4 (empat) kali penggantian pimpinan BPKS yaitu Dr. Said Fadhil, SH,M.Hum, Ir. Lazuardi, Iskandar Zulkarnaen dan dilanjutkan Junaidi, ST, MT.

Walaupun hanya berlangsung 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan, beberapa event besar seperti Sail Sabang 2017 menjadi agenda nasional/internasional dan masuknya beberapa kapal pesiar dan yacht berhasil difasilitasi bersama tim, walaupun jumlahnya masih kecil dari potensi yang bisa digarap untuk menggerakkan ekonomi Kawasan Sabang. 

“Tulisan ini sengaja saya persiapkan sebagai bagian dari ikhtiar dari hasil kerja sebelumnya dan menjadi lesson learn untuk pembelajaran dan pengambilan keputusan selanjutnya untuk percepatan pengembangan Kawasan Sabang,” tulis Fauzi Umar. 

Pandemi Covid-19 juga mengingatkan saya akan musibah tsunami yang melanda Aceh pada waktu itu sebagai sebuah bencana kemanusian yang menumbuhkan semangat solidaritas terbesar pada abad ke-20 yang melahirkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BRR NAD-Nias). 

Banyak lembaga yang membantu pemulihan Aceh. Diantara lembaga yang yang membantu BRR NAD-Nias mencari bentuk dan manajemen yang ideal adalah MacKinsey (Konsultan Manajemen Internasional) dengan bantuan Presiden Singapura pada waktu itu.

Pengalaman ini mengingatkan saya untuk mengadopsi pola kerja dan manajemen BRR NAD-Nias. Semangat inilah yang mendorong saya bersama Kementerian Pariwisata RI dan Kemenko Maritim dan Investasi menawarkan konsep Sabang Waterfront Harbour sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa pada manajemen dan karyawan BPKS. Konsep ini mendapatkan dukungan dari Bappenas, BPPT, LIPI. 

Bahkan LIPI telah menyediakan lahan 5 Ha untuk pembangunan pusat oseonografi, begitu juga BPPT telah membantu BPKS menyusun studi pengembangan desa wisataa Krueng Raya sebagai objek destinasi wisata bahari.

Demikian juga Bappenas telah menyetujui dan mengalokasikan budget Rp 10 Milyar untuk penyusunan Master Sabang Waterfront Horbour. Namun, lagi-lagi persoalan penggantian Kepala dan Wakil Kepala BPKS ditengah jalan yang telah mencoret budget tersebut dari DIPA BPKS. Begitu juga dukungan penuh dari Kementerian ATR yang telah menyiapkan payung hukum sebagai salah satu Kawasas Strategis Nasional (KSN). 

Teluk Sabang yang saat ini masih kumuh dan semberaut terutama pada lokasi areal eks lahan PT. Perikanan Nusantara dan PT. Kodja Bahari ditengah kota yang terus berbenah untuk menyapa pengunjung dan wisatawan internasional.

Adalah anugerah Allah SWT akan kelebihan pelabuhan teluk Sabang yang alami dan berada diselat Malaka sebagai lokasi lalulintas laut tersibuk didunia, namun sayangnya hingga saat ini pelabuhan Teluk Sabang masih mati suri dengan aktivitas-aktivitas ekonomi bahari yang masih minim.

Untung saja ada kapal-kapal pesiar dan kapal yacht yang menjadikan pelabuhan Teluk Sabang sebagai destinasinya walaupun jumlahnya masih sangat kecil. Untuk kapal pesiar rata-rata per tahun hanya 10 call pada tahun 2019 padahal kapasitasnya bisa lebih dari 100 call per tahun tertutama kapal-kapal yang menuju Eropa atau Australia yang umumnya homeportnya di Singapura.

Namun sayangnya mereka hanya singgah sebentar karena kurangnya hospitality dan keterbatasan objek dan antraksi di Sabang.

Akibat Pandemi Covid-19 ini sebanyak 10 call kapal pesiar yang telah terjadwal dan 5 call kapal pesiar diluar jadwal terpaksa membatalkan kunjungan ke Pelabuhan Teluk Sabang. Bahkan pada Januari 2021 sudah ada pemintaan 2 kapal pesiar untuk merapat pada waktu dan jam yang sama, yaitu MV Norwegian Spirit dan MV Seaborn Pride sebagaimana pada Desember 2018 lalu juga kedatangan 2 kapal pesiar pada waktu dan jam yang sama yaitu MV.Marella Discovery dan MV. Seaborn Pride.  

“Banyak pelaku usaha resort dan homestay, guide dan sopir-sopir yang selama ini menikmati berkah usaha industri pariwisata menghubungi saya menyampaikan keluhan yang dialami dan kehilangan pekerjaan akibat musibah covid-19,” tulis Fauzi Umar.

Teluk Sabang ini harus ditata sebagai satu kesatuan pelabuhan yang terintegrasi dengan jasa-jasa lainnya sedemikian rupa sebagai pintu gerbang dan etalase bangsa yang mengedepankan nilai-nilai dan jati diri ke-Acehan, sebagai bangsa Indonesia dan komunitas masyarakat Internasional yang universal. 

Kawasan Teluk Sabang ini harus ditata menjadi ruang publik untuk berinteraksi sosial dan menjadi pusat kuliner Aceh Internasional/etalase produk-produk Aceh dengan berbagai antraksi dan event seni budaya. 

“Saya membayangkan setiap kedatangan kapal biasanya lebih 2000-3000 wisatawan berjubel di sekitar Teluk Sabang, apalagi dengan kapal-kapal megacruise yang penumpangnya mencapai 6000 penumpang,” jelasnya.

“Saya pernah membuktikan pada tahun 2017 pada saat Sail Sabang kedatangan kapal MV. Costa Victoria opensea Singapura dengan tujuan utama membawa 2.200 penumpang ke Mesjid Raya Baiturrahman dan Museum Tsunami, 1000 penumpangnya merupakan wisatawan muslim manca negara”.

Untuk mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut diperlukan kesamaan visi stakeholder terkait terutama internal BPKS dan bahu-membahu bersama Pemerintah Kota Sabang, Pemerintah Aceh Besar, Pemerintah Aceh dan kementerian/lembaga terkait. 

Spirit ke-Acehan harus digelorakan kembali untuk membangun ekonomi melalui Kawasan Sabang sesuai amanah UU No.37 tahun 2000 dan UU No.11 tahun 2006. Untuk itu insan-insan BPKS merupakan insan-insan pilihan terbaik seperti miniatur BRR NAD-Nias. 

Fauzi Umar juga menawarkan konsep 5-R untuk Percepatan Pengembangan Kawasan Sabang. Pertama adalah Re Evaluasi. Langkah ini perlu dilakukan mengingat sudah 2 tahun BPKS sangat sulit bergerak secara cepat dan tepat, lincah dan out of the box untuk mewujudkan harapan dan mimpi masyarakat Aceh. 

“Setelah Re-Evaluasi secara menyeluruh dilakukan pada semua aspek baik pegawai, perangkat dan alat kerja serta hasil pembangunan yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan Re-Orientasi sebagai lembaga pemerintah yang tidak hanya sebagai cost centre tetapi juga profit centre untuk menghidupi diri sendiri dari objek-objek dan bisnis yang dilakukan”.

Re-orientasi ini bisa mendorong lembaga lebih efesien dan efektif dalam mengembankan tugas dan tanggungjawab pada masing-masing lini. Re-Orientasi ini juga mendorong insan-insan BPKS tidak hanya bekerja pada zona nyaman mengandalkan APBN, masih banyak sumber-sumber pembiayaan untuk mendukung dan mensinergikan program kerja melalui kerjasama dengan kementerian/lembaga dan donor.

Langkah ketiga adalah Re-Branding dengan membangun citra positif baik di lapangan maupun promosi secara terus-menerus menggunakan media dan teknologi dengan tagline Kawasan Sabang dan Aceh merupakan daerah tujuan investasi yang nyaman dan menguntungkan. 

Nama BPKS perlu di Re-Branding kembali mengingat ada trauma-trauma masa lalu yang membuat BPKS tampil tidak percaya diri ditengah-tengah publik.

Tentu hal ini menjadi landasan utama untuk dilakukan Re-Strukturisasi BPKS yang lebih ramping, energik dan lincah dengan insan-insan pilihan yang punya integritas, visi dan cita-cita serta jauh dari unsur kepentingan tertentu. 

“Dilapangan saya menjumpai banyak sekali anak-anak muda Aceh yang hebat dan berbakat serta visioner untuk membantu membangun kembali kejayaan ekonomi Aceh, namun belum ada peluang dan kesempatan untuk memperkuat lembaga seperti BPKS,” sebutnya.

Setelah semua langkah tersebut diatas dilaksanakan baru dilakukan Re-Vitalisasi pembangunan kembali Kawasan Sabang dengan pendekatan-pendekatan cluster dan konektivitynya, dengan Aceh daratan maupun dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura bahkan India maupun Uni Emirat Arab yang telah diinisiasi Pemerintah.

“Re-Vitalisasi Pembangunan Kawasan Sabang diantaranya dapat dilakukan untuk pembenahan kembali Pembangunan Pelabuhan Teluk Sabang, Re-Vitalisasi Kawasan Perdagangan. Re-Vitalisasi Kawasan Pariwisata, Re-Vitalisasi Kawasan Perikanan dan lain-lain”.

Dijelaskan Fauzi Umar, menurut perkiraan Tim Wisata Bahari Kementerian Pariwisata RI membutuhkan anggaran lebih dari Rp 1,7 Trilyun untuk menata kembali Kawasan Sabang sebagai pintu gerbang bangsa dengan syarat insan-insan yang bekerja di BPKS merupakan insan pilihan dan terbaik. 

Pembenahan-pembenahan dapat baik dari sisi manajemen maupun perencanaan bisnis dapat dilakukan, bekerjasama dengan konsultan manajemen dunia yang dipercaya dengan mengadopsi seperti BRR NAD-Nias yang bekerjasama dengan MacKinsey yang hasil kerjanya punya nilai jual dimata investor. 

Tentu ini menjadi PR semua pihak terutama Pemerintah Aceh, Pemko Sabang, Pemkab Aceh Besar dan anggota DPR-RI/DPD-RI dan tokoh-tokoh Aceh untuk memperjuangkan dan memanfaatkan keunggulan lokasi strategis dan alami dari Pelabuhan Sabang untuk kemakmuran rakyat Aceh, pintanya. 

Bagaimana kelanjutan perkembanagan BPKS? Akankah mampu menjawab kerinduan rakyat Aceh agar BPKS benar benar dimanfaatkan optimal dalam memacu pertumbuhan ekonomi rakyat dan meningkatkan pendapatan Aceh? ***

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda