kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Dirty Vote: Fitnah atau Fakta?

Dirty Vote: Fitnah atau Fakta?

Rabu, 14 Februari 2024 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Film dokumenter Dirty Vote yang tayang di YouTube, Minggu (11/2/2023), sulit ditemukan dari hasil pencarian. [Foto: tangkapan layar YouTube]


DIALEKSIS.COM| Indepth - Bagaimana akhir kisah dari tayangan film Dirty Vote? Usai Pemilu ini akan terjawab. Sejarah apalagi yang akan tercatat di bumi Pertiwi.

Memasuki masa tenang Pemilu dan Pilpres 2024, publik digegerkan dengan tayangnya film Dirty Vote. Sebuah film yang menjadi tren di seluruh dunia. Sejak Minggu malam (11/2/2024) sampai dengan saat ini sudah ada 5 juta yang menonton tweet di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

Dirty Vote merupakan sebuah film dokumenter yang mengklaim Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menggunakan sumber daya negara untuk memenangkan pemilihan presiden, demi mendukung menteri pertahanannya dengan wakil presiden, putra sulungnya.

Apa isi film yang menggegerkan Pemilu ini, bagaimana tanggapan pihak yang pro dengan isi film ini? Lantas bagaimana komentar pihak yang menyebutkan film ini sebagai fitnah, apa perlawanan yang mereka lakukan? Bagaimana tanggapan media asing soal hingar bingar Dirty Vote, lantas apa tanggapan pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum? Dialeksis.com merangkumnya.

Pada masa tenang Pemilu 2024, muncul film dokumenter Dirty Vote yang disutradarai Dandy Laksono dengan bintang film tiga akademisi,yaitu Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, dan Bivitri Susanti.

Film dokumenter Dirty Vote, yang disutradarai oleh jurnalis investigasi, dapat ditonton gratis di YouTube. Film ini menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi telah menggunakan pejabat negara dan dana untuk memuluskan jagoanya, Probowo-Gibran.

9 Point Film Dirty Vote

Ada 9 point yang ditayangkan film ini. Seperti dilansir JawaPos.com yang menyajikan rangkuman film Dirty Vote dengan berbagai kecurangan Pemilu 2024.

Pertama, Dirty Vote mengurai tentang analisa gabungan suara di Pulau Sumatera pada Pemilu 2014 dan 2019 untuk Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang diprediksi menguntungkan koalisi keduanya pada Pemilu 2024.

Kedua, seputar pemekaran Papua dari 2 menjadi 6 provinsi, dimana provinsi baru itu langsung dilibatkan dalam pemilu 2024 yang dianalisa suaranya akan mengarah pada Paslon 02.

Ketiga, penunjukan 20 Pj Gubernur di seluruh Indonesia yang dipilih oleh Presiden Jokowi, dan adanya bukti Pj Gubernur diarahkan untuk mendukung salah satu Paslon (berbeda-beda di setiap wilayah).

Keempat, adanya Kelompok Desa Bersatu menggelar acara deklarasi untuk mendukung Paslon 02 dengan potensi kecurangan keterlibatan kepala desa meliputi data pemilih, penggunaan dana desa, data penerima bansos, dan wewenang alokasi bansos.

Kelima, ketidaknetralan beberapa menteri yang masih menjabat, tapi tergabung dalam tim kampanye dan tidak mengajukan cuti. Ada beberapa menteri yang tidak tergabung dalam tim kampanye, tapi terang-terangan menunjukkan keberpihakan pada salah satu paslon. Film ini mengurai ketiga Paslon Capres dan Cawapres melibatkan para menteri yang belum diketahui dengan pasti persoalan cutinya.

Keenam, ketidaknetralan Presiden Jokowi yang bertemu dengan pemimpin partai 02 dan Capres 02 dalam kondisi tidak sedang cuti.

Ketujuh, soal penyelewengan Bansos yang digunakan sebagai alat politik dan kampanye. Bahkan anggaran dana Bansos 2024 lebih besar dari Bansos pada masa pandemi Covid-19.

Kedelapan, adanya partai kecil pecahan partai besar yang diloloskan KPU untuk mengikuti Pemilu 2024 meskipun tidak memenuhi syarat, yaitu Partai Gelora Indonesia (pecahan PKS) dan Partai Kebangkitan Nusantara (pecahan Partai Demokrat), dengan adanya indikasi manipulasi data yang salah satunya disajikan dengan bukti rekaman KPUD Minahasa Utara.

Kesembilan, tentang kronologi lengkap Mahkamah Konstitusi meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres 02 yang dirunut dari Mei hingga Oktober 2023. Detail dan lengkap data yang disampaikan, boleh dilihat ditayangan film Dirty Vote.

Alasan Film Dirty Vote Tayang di Masa Tenang Pemilu

Setelah tayang, film ini menimbulkan kegaduhan, reaksi pro dan kontra tidak bisa dihindari. Film dokumenter Dirty Vote yang mengupas dugaan kecurangan dalam proses pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 menuai perdebatan. 

Apalagi film ini ditayangkan menjelang hari pemungutan suara pada Rabu (14/2/2024). Mengapa film ini ditayangkan pada masa tenang menjelang Pemilu? Seperti diberitakan Kompas.com, alasan perilisan film Dirty Vote ditayangkan perdana melalui kanal rumah produksi WatchDoc di Youtube pada Minggu (11/2/2024), pukul 11.00 WIB, bertepatan hari pertama masa tenang pemilu.

ā€œDiharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy sang sutradara, dikutip dari siaran pers, Minggu (11/2/2024).

Dandhy mengatakan film ini bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat menjelang hari pemungutan suara. 

"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu," ucapnya.

Dandhy berharap semua elemen masyarakat untuk sejenak mengesampingkan dukungan politik kepada para calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres), dan menyimak isi dokumenter itu secara terbuka.

 "Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy. 

Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) sekaligus produser Dirty Vote, Joni Aswira menyebut dokumenter itu turut memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. 

Biaya produksi film Dirty Vote, kata Joni, dihimpun melalui pengumpulan dana (crowd funding), sumbangan individu dan lembaga. 

"Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021)," kata Joni. 

Di dalam film dokumenter itu menampilkan tiga orang pakar hukum tata negara. Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. Ketiganya memaparkan tentang penyimpangan yang terjadi dalam berbagai hal terkait proses Pemilu di dalam Indonesia yang menerapkan praktik demokrasi. 

Selanjutnya »     Tanggapan Positif Film Dirty VoteKomenta...
Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda