kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Dugaan Penjualan Darah: Fakta VS Pembenaran?

Dugaan Penjualan Darah: Fakta VS Pembenaran?

Jum`at, 13 Mei 2022 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi. [Foto: Istimewa]

Sejak dimulai pada bulan Mei tahun 2020 hingga awal Februari tahun 2022, kegiatan rutin donor darah Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Aceh telah berhasil menyumbangkan 26.871 kantong darah. Aksi kemanusiaan yang diinisiasi oleh Gubernur Nova ini dipicu oleh kelangkaan darah yang dialami PMI saat pandemi merebak di awal 2020.

Puncaknya terjadi saat akhir Desember 2021, dimana ribuan tenaga kontrak Pemerintah Aceh memadati UDD PMI Banda Aceh untuk mendonorkan darahnya.

Namun apa lacur, 'melimpahnya' darah di PMI Banda Aceh membuat para pengelola menjadi kelimpungan untuk mengurusnya. Alih-alih diperuntukkan bagi masyarakat Aceh, justru darah para pendonor dikirim ke salah satu kota di pulau Jawa dengan dalih telah mengalami overload.

Hal tersebut terungkap dalam sebuah konferensi pers yang digelar sejumlah pengurus PMI Kota Banda Aceh di Sultan Selim Cafe, Rabu, 11 Mei 2022. 

Dalam pertemuan itu, terungkap sebuah fakta mengejutkan dimana ribuan kantong darah yang selama ini diperoleh dari para pendonor ternyata dikirim ke Tangerang. Mirisnya, tindakan yang dilakukan oleh Ketua PMI Kota Banda Aceh ini dilakukan tanpa sepengetahuan pengurus alias tidak menempuh mekanisme organisasi sebagaimana mestinya.

"Darah orang Aceh 'terbang' ke Jawa, khususnya ke Kota Tangerang. Saya tidak berani bilang ini dijual, karena ada biaya pengganti pengelolaan darah," ujar Sekretaris PMI Kota Banda Aceh, Syukran Aldiansyah.

Berdasarkan wawancara khusus dengan Ketua Bidang Yankessos dan UDD dr. Natalina pada Rabu, 12 Mei 2022, kebijakan 'diam-diam' yang dilakukan oleh kepengurusan Dedi Cs semakin menguat.

dr. Natalina menerangkan pihaknya sebenarnya telah mengingatkan Ketua PMI Banda Aceh untuk mengatur jadwal donor agar tidak terlalu rapat. Pasalnya, stok darah di PMI Banda Aceh saat itu sudah mengalami overload. Selain itu, permintaan kebutuhan darah di RSUZA juga minim selama kurun waktu tersebut.

"RSUZA juga melakukan donor darah, sehingga otomatis RSUZA tidak minta banyak dari PMI Banda Aceh," terangnya.

Menyikapi kondisi tersebut, dirinya menyampaikan kepada asisten dan staf ahli Pemerintah Aceh agar mekanisme jadwal donor darah dibicarakan dengan Sekda Aceh.

"Karena hal ini bukan ranah kami yang bicara, dan hal itu sudah ku sampaikan, bahkan wakil ketua PMI Banda Aceh sudah sampaikan kepada Ketua PMI Banda Aceh saat itu," ungkap dr. Natalina.

"Kita harus cek dulu berapa permintaan, jadi jangan mengejar harus dapat banyak, dengan asumsinya dapat banyak duitnya begitu. Tapi harus permintaan itu harus dicek dilapangan, namun permintaan itu tidak diindahkan," tukas dr. Natalina.

Berikutnya, dr. Natalina menguraikan mekanisme pengajuan permintaan darah dari UDD PMI yang membutuhkan darah. Menurutnya, atas dasar surat tersebut digelar rapat pengurus dengan pembahasan soal permintaan darah.

"Jadi surat ini tidak ada, rapat pengurus tidak ada, jadi itu semua dikirimkan diam-diam," terang dia.

Berikutnya, dia juga menyinggung soal akumulasi 2 ribuan kantong darah yang dikirim setiap bulannya ke Tangerang sejak Januari 2022. Menurut dia, sangat tidak masuk akal kota sebesar Tangerang mengalami krisis darah hingga ratusan setiap bulannya.

"Emangnya Tangerang selalu krisis darah tiap bulan, bahkan dikirim sampai ratusan? Januari 600, Februari 800, Maret tidak ada, April 600 kantong, kalau memang krisis darah di Tangerang, apa iya UTD disana membiarkan kejadian seperti itu?," tandas dr. Natalina.

dr. Natalina juga menyorot soal klarifikasi kubu Dedi Cs yang menyebutkan segala bentuk kebijakan telah disampaikan dalam rapat pengurus.

"Rapat pengurus yang kapan? Kita mendorong agar dia menggelar rapat pleno namun tidak pernah mau dengan alasan tidak cukup kuota forum," tegas dr. Natalina dengan nada menggugat.

Karena rapat pleno pengurus tak kunjung dilaksanakan, pihaknya berinisiatif menyelenggarakan pleno yang dihadiri oleh 9 orang pengurus.

"Jadi disitu kita bedah AD/ART dan PO, banyak pelanggaran yang sudah dilakukan. Setelah itu kita surati PMI provinsi, cuma kita belum ada tindak lanjut dari provinsi. Terus kemudian, kita berharap pengiriman darah ke Tangerang selesai di Februari. Kami mau stop pengiriman, ternyata masih berlanjut," ujar dia.

Informasi yang disampaikan Syukran Cs membuat Gubernur Aceh Nova Iriansyah 'meradang'. Melalui cuitan resminya di Twitter, Rabu malam, 11 Mei 2022, Nova meminta pihak berwenang segera mengaudit PMI Kota Banda Aceh.

"Apkh ini benar? Agar tidak menjadi fitnah dimohon pihak berwajib/berwenang melakukan penyelidikan/audit thd PMI Kota Banda Aceh," tulis Nova. Dalam postingan itu, Gubernur Nova turut melampirkan link pemberitaan Dialeksis berjudul 'Stok Darah PMI Banda Aceh Nihil, Ternyata Dikirim ke Tangerang'.

Kecewaan Gubernur Nova tidak berhenti disini saja. Melalui Sekda Aceh, Nova memberi arahan kepada para ASN Pemerintah Aceh mendonorkan darahnya langsung ke Instalasi Transfusi Darah (ITD) RSUZA Banda Aceh.

Arahan mendonorkan darah langsung ke RSUDZA disampaikan usai mencuat kabar terjadinya kekosongan darah di Unit Donor Darah PMI Banda Aceh, yang belakangan tersiar rumors jika stok darah kosong akibat adanya pengiriman cairan kehidupan itu ke Tangerang.

“Atas arahan Pak Gubernur melalui Sekda, ASN Pemerintah Aceh dipersilakan untuk langsung mendonorkan darah ke Instalasi Transfusi Darah Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin,” kata Sekda seperti disampaikan oleh Staf Ahli Gubernur Aceh, Iskandar Syukri, Kamis (12/05/2022), seperti yang dinukil dari portal Rakyat Aceh Online.

Kontradiktif

Pernyataan pengurus PMI Banda Aceh itu tentu berbanding terbalik dengan keadaan yang selama ini digembar-gemborkan oleh Ketua PMI Banda Aceh, Dedi Sumardi kepada beberapa media.

Soalnya, dalam beberapa kesempatan sang Ketua kerap membuat statement bahwa krisis darah yang dialami PMI belakangan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pendonor yang melakukan mudik jelang lebaran.

Selain itu, faktor lainnya juga didasari oleh berhentinya donor rutin yang dilakukan ASN pada bulan Ramadhan. Dalih lainnya, selain memenuhi kebutuhan darah masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya, PMI Banda Aceh juga mendistribusikan darah kepada 3 Unit Transfusi Darah (UTD) wilayah binaannya (UTD Aceh Utara, UTD Langsa, dan UTD Pidie). 

Jika penjelasan pengurus PMI Banda Aceh itu benar, patut diduga telah terjadi praktik penjualan darah ke pihak lain. Asumsi ini layak mengemuka karena kebijakan tersebut dilakukan sepihak, tanpa didasari oleh keputusan kata mufakat dari seluruh pengurus.

Klarifikasi PMI Banda Aceh

Bak kebakaran jenggot, Ketua PMI Banda Aceh Dedi Sumardi pun mengambil sikap. Dalam konferensi pers yang digelar di UDD PMI Banda Aceh, Kamis, 12 Mei 2022, Dedi mengatakan sangat menyayangkan tudingan yang dilayangkan kubu Syukran Cs tersebut. Pasalnya, informasi yang disampaikan Sekretaris nya itu dilakukan tanpa ada konfirmasi ke dirinya. Dan yang parahnya, telah membentuk opini dan stigma di masyarakat bahwa pihaknya telah 'menjual' darah masyarakat Aceh ke luar daerah.

"Kita baca bersama, semua kita merasakan miris, terutama dengan bahasa 'jual darah'. Secara teknis, nantinya hal ini akan dijelaskan oleh kepala unit donor darah, dr. Ratna," kata Dedi.

Dedi menjelaskan, kesimpangsiuran informasi ini lebih disebabkan oleh ketidakpahaman kubu Syukran Cs.

"Dalam kurun waktu hampir dua bulan belakangan ini, mereka tidak pernah hadir ke sekretariat PMI Banda Aceh meskipun saya dan pengurus lainnya sedang mengadakan rapat," imbuh dia.

Sementara itu, masih dalam kesempatan yang sama, Kepala UDD PMI Banda Aceh, dr. Ratna menjelaskan pada akhir tahun 2021, stok darah yang dimiliki UDD PMI Banda Aceh berlebih. Sementara itu, kebutuhan darah untuk RS di Banda Aceh telah terpenuhi. Melihat keadaan ini, PMI Banda Aceh menghubungi UDD Kota Langsa, Aceh Utara, dan Pidie dan menanyakan soal kebutuhan darah cukup atau tidak.

"Karena program donor darah ASN hampir di seluruh Aceh diterapkan, jadi stok mereka juga berlebih," terang dia.

"Untuk wilayah Barat Selatan kita juga telah mengirimkan surat kepada beberapa rumah sakit soal kebutuhan darah ini. Mereka mengatakan hanya butuh 15 kantong, dan hal itu terhandle," tambahnya.

Dia melanjutkan, menghindari masa kadaluarsa penggunaan darah pihaknya berkoordinasi dengan UDD pusat dan menanyakan solusi yang bisa dilakukan soal 'melimpahnya' ketersediaan darah.

"Kasihan para pendonor kita yang telah berdonor karena darah nya tidak dipergunakan. Karena kalau sudah expired, darahnya harus dimusnahkan," kata dr. Ratna.

"Itu justru akan menimbulkan masalah baru. Kita datang ramai-ramai untuk berdonor, tapi darah kita kok dimusnahkan," tambahnya.

Dari hasil koordinasi itu, lanjutnya, UDD pusat menyarankan untuk berkomunikasi dengan UDD daerah lain yang membutuhkan darah.

Kenapa tidak dengan UDD Medan yang paling dekat dengan Aceh? 

Menjawab hal ini, dr. Ratna menerangkan UDD PMI Medan juga memiliki stok darah yang banyak. Pihaknya juga menanyakan kepada RS yang ada di Medan, namun mereka memiliki pendonornya sendiri.

"Ada UDD lain di Sumatra? Ada, Padang, Pekanbaru, Lampung, Jambi. Kita gak bisa mengirim langsung ke mereka. Pesawat butuh transit, tidak ada yang langsung ke daerah yang disebutkan tadi. Jadi kita tidak bisa menjamin, dengan proses transit seperti itu akan bagus kualitas darahnya,” jelasnya.

Beranjak dari kondisi tersebut, UDD PMI Banda Aceh menghubungi UDD yang ada di Tangerang. Disini, terdapat beberapa UDD. Sebelumnya, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan UDD Jakarta, namun jumlah kantong darah nya juga berlebih.

"Hanya UDD Kabupaten Tangerang yang merespon stok dari kita. Proses pengiriman juga tidak serta merta mereka langsung menerima. Kita juga ada MoU, ada permintaan. Kita tidak wajib mengirimkan, karena kita tetap memprioritaskan selama stok darah di Banda Aceh aman. Kalau berlebih, baru kita kirim ke Tangerang. Jadi pilihan Tangerang, lebih kepada efektivitas waktu. Semua ada prosesnya dan dasarnya," ungkap dr. Ratna.

Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan soal harga Rp 300 ribu. Diterangkan dr. Ratna, sebenarnya angka tersebut merupakan biaya pengganti pengolahan darah, jadi bukan 'menjual'.

"Jadi kalau kata menjual, semua RS yang mengambil di kita, kita jual. RSUZA, kita jual seharga Rp 325 ribu. Bahasanya sama kan, menjual. Fakinah kita jual. Jadi, kenapa hanya ke Tangerang yang dikatakan menjual. Sampai Sabang kita distribusikan, Aceh Jaya. Seharusnya, kalau mau buat pernyataan 'PMI Banda Aceh Menjual Darah ke Seluruh Kabupaten/kota di Aceh'. Itu baru betul pernyataannya," tandas dia.

dr. Ratna juga menyinggung tentang harga Rp 360 ribu yang menurutnya angka tersebut berdasarkan Pergub Aceh. Terkait angka ini, ada klasifikasi dan turunannya yang telah tertuang dalam Pergub Aceh.

"Harga Rp 360 ribu diberlakukan untuk RS yang menerima darah dari kita, dan full pemeriksaan dari kita. Jadi mereka tinggal memberikan darahnya ke pasien (darah siap pakai). Tapi ada RS yang kita dropping namanya. Ini bukan Rp 360 ribu, tapi Rp 325 ribu. Zainal Abidin Rp 325 ribu, RSIA Rp 325 ribu, RS Meuraxa Rp 325 ribu," rinci dr. Ratna.

Tanggapan Pengamat

Kisruh pengiriman darah ke luar daerah Aceh membuat sejumlah aktivis kemanusiaan kecewa. Salah satunya disuarakan oleh Founder Rumah Singgah C-Four (Children Cancer Care Community) Aceh, Ratna Eliza. 

Kepada Dialeksis, Kamis (12/5/2022), Ratna sangat menyayangkan kejadian tersebut, disaat masyarakat Aceh membutuhkan stok darah malah tidak ada. 

Padahal, kata dia, pada awal tahun lalu stok darah masih dalam kondisi aman-aman saja. Namun, akhir-akhir ini stok darah di PMI sudah kosong sehingga pasien yang membutuhkan merasa kesulitan. 

“Termasuk teman saya yang operasi perlu darah golongan O juga tidak ada, kemudian mamak saya sendiri kemaren pas lagi perlu darah B, saya telpon ke PMI juga nggak ada, mereka bilang dicatat saja dulu sedangkan operasi jam 11 gimana mau ada ketersediaan nanti malam baru diproses, terpaksa saya cari pendonor sukarela,” jelas Ratna.

Sebagai aktivis yang bergerak di bidang kemanusiaan, ia sangat kecewa atas kasus itu, karena baginya darah itu merupakan kebutuhan pokok untuk masa perawatan, pengobatan vital, pra/pasca operasi, kenaikan HB. Jika tidak ada ketersediaan darah akan bahaya dan dapat merenggut nyawa seseorang. 

“Apalagi selama ini, para PNS, tenaga kontrak sangat banyak sekali mendonorkan darah secara rutin, makanya agak anomali jika stok darah kosong,” terangnya. 

“Jadi kalau kejadian gini dikirim ke Tangerang kita juga kecewa, kenapa harus kesana, kalau didistribusikan ke kabupaten masih okelah,” tambah Ratna.

Selain kecewa, tidak sedikit pula yang berharap agar kasus dropping darah ke Tangerang ini diusut tuntas oleh pihak berwenang.

Pandangan tersebut disampaikan Direktur Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (Pakar aceh) Muhammad Khaidir, SH yang mendesak kepolisian untuk mengusut kejadian tersebut.

"Ini bukan hanya konsumsi publik, juga Gubernur Aceh sendiri melalui Twitter nya memerintah kepada kepolisian untuk mengusut dugaan tindak pidana tersebut. Apakah hal ini di dikesampingkan oleh kepolisian? ," ucap Khaidir, Kamis, 12 Mei 2022.

"Itu bentuk desakan dari orang nomor satu di aceh. Bila tidak di indahkan, ibaratnya Gubernur Aceh mulai tidak dihargai," tambah dia.

Hasil penyelidikan, lanjutnya, diminta untuk disampaikan ke publik. Publik memiliki hak untuk mengetahui dan mendapat penjelasan.

"Itu bentuk pengkhianatan, karena itu sumbangsih darah rakyat Aceh kepada PMI Kota Banda Aceh, lantas kenapa di kirimkan ke Tangerang, ini perlu diselidiki oleh kepolisian kenapa hal itu terjadi. Pakar berharap kepolisian mengusut tuntas indikasi mafia darah di PMI kota Banda Aceh sampai ke akar akarnya," pintanya.

Disisi lain, Khaidir juga menyorot soal pemerataan distribusi darah antar daerah. Dia mengetahui UDD PMI Banda Aceh mendampingi tiga UDD PMI Kabupaten/kota yakni, Kota Langsa, Aceh Utara, dan Pidie, berikut mekanisme distribusinya.

"Tapi apakah tidak bisa misalnya ketika ITD RS Zubir Mahmud Aceh Timur membutuhkan darah langsung mengakses ke PMI Banda Aceh? Kenapa harus menunggu dari Aceh Timur?," kata Khaidir.

Dalam konferensi pers kemarin, PMI Banda Aceh sempat menunjukkan dokumen MoU Kerjasama antara UDD PMI Banda Aceh dan UDD Kabupaten Tangerang. Hal itu dilakukan saat didesak sejumlah wartawan untuk menunjukkan dokumen yang dimaksud.

Menyinggung hal ini, Khaidir mengatakan MoU itu bukanlah sebuah dokumen rahasia yang harus disembunyikan. Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, dokumen MoU wajib diketahui publik.

"Apalagi PMI kan lembaga publik yang bisa diakses oleh siapapun. Kenapa harus disembunyikan?. Artinya ketika PMI tidak melakukan itu, secara kelembagaan PMI menutup keterbukaan informasi publik," tukas dia.

Demikian pula soal bukti transfer hasil kerjasama, Khaidir menegaskan harusnya wajib juga PMI memberitahukan pada publik terkait terkait hal tersebut. Ini menunjukkan PMI secara kelembagaan tidak menutup-nutupi jalannya organisasi.

"Atau jangan-jangan, ada permainan yang dilakukan oleh oknum PMI. Jangan sampai publik semakin tidak percaya dan membenarkan selama ini darah dibisniskan," ujar dia.

Desakan senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Ratnalia Indrisari.

Indri dalam keterangannya, Kamis, 12 Mei 2022 menyebutkan merasa miris jika benar terjadi penyelundupan jual beli darah di PMI Kota Banda Aceh.

"Perlu dilakukan investigasi terbuka dan wajib diumumkan hasilnya kepada publik. Hal ini karena darah yang diberikan ke PMI Kota Banda Aceh yaitu milik publik, sehingga wajib akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan darah yang titipkan ke PMI Banda Aceh," ujar Indri.

Hal ini menunjukkan, tambah dia, bahwa aktivitas kemanusian telah menjadi bisnis dan menjadi lahan subur bagi mereka yang terlibat dalam urusan kemanusiaan.

"Disisi lain membuktikan jika terbukti posisi kepengurusan tidak memiliki niat mengurusi kemanusiaan serta bersungguh sungguh menjadi relawan," tutur Indri.

Ekspektasi Rakyat Aceh

Bukan bermaksud mengecilkan makna kemanusiaan, siapapun pendonornya, tentu memiliki asa agar darah yang didonorkan diperuntukkan bagi saudara-saudaranya yang ada di wilayah tersebut. 

Meskipun baru sebatas dugaan, rakyat Aceh berharap keikhlasan berdonor tidak dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mengeruk keuntungan diri pribadi. Yang pasti, berbisnis atas nama kemanusiaan merupakan tindakan jahat yang tidak dapat ditolerir di belahan dunia manapun!!

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda