DIALEKSIS.COM | Indept - Lencana di dada memberi isyarat bahwa dia orang nomor satu di negeri penghasil kopi. Sikap dan kebijakannya akan menentukan masa depan negeri ini. Namun apakah lencana di dada itu akan mengantarkannya mendapat kutukan, sumpah serapah, atau pujian.
Seandainya Danau Lut Tawar dapat berbicara, dia akan berteriak lantang, mengutuk manusia yang menzaliminya, khususnya para pemimpin pengambil kebijakan. Dia juga akan bertasbih kepada Ilahi, mendoakan manusia yang memanfaatkanya untuk kemaslahatan.
Haili Yoga dan Muchsin Hasan, orang yang menentukan di Gayo Lut, mau pilih yang mana? Sebagai Bupati dan Wakil Bupati dia akan mendapatkan kutukan, sumpah serapah (kelseh- Bahasa Gayo), atau mendapat doa dan pujian.
Lihatlah Danau Lut Tawar, danau yang menjadi kebanggaan Aceh di jantung Kota Takengon. Persoalanya sangat kompleks. Selain tekanan ekologis yang cukup tinggi, yang menyebabkan keberadaan danau ini terancam, ulah manusia yang ingin “menguasai” danau, menjadi persoalan serius.
Kawasan obyek wisata ini semakin lama semakin lebar, sementara danau semakin menciut. Keasrian danau telah hilang akibat penimbunan. Pelakunya punya kuasa dan kekuatan, buktinya tidak ada penertiban, apalagi tindakan.
Bukan hanya sampah dan limbah yang muaranya ke danau, namun penimbunan di zona teritorial danau semakin membuat danau merana. Penimbunan danau oleh pengusaha wisata di seputaran danau telah menghadirkan pemandangan danau “dikebiri”.
Danau seluas 5.472 hektar ini, sepanjang bentangan sudah banyak timbunan, apalagi ketika musim kemarau, air danau menyusut, aksi timbunan ini terus terjadi. Teriakan para pemerhati lingkungan, tidak membuat mereka yang menimbun untuk menghentikan aktivitasnya.
Namun kini yang menjadi pertanyaan, apakah data ini untuk saat ini masih sesuaikah dengan realita lapangan? Penyusutan akibat reklamasi terjadi, debit air berkurang. Hutan di seputaran danau juga dibantai.
Upaya
Haili Yoga Bupati Haili Yoga bagaikan mendengar bisikan alam, ingin membebaskan dirinya dari kutukan, sumpah serapah (kelseh). Dia mulai menunjukan kepeduliannya kepada danau, walau untuk menyelamatkanya tidak semudah membalik telapak tangan.
Langkah awal yang terbilang sukses, walau ada riak-riak di dalamnya, soal penertiban cangkul padang dan cangkul dedem yang selama ini bertaburan di danau. Kabel kabel listrik yang terbentang semrawut di danau tidak lagi menjadi pemandangan yang mengerikan.
Tentunya dalam upaya penertiban ini, Haili juga memikirkan nasib para nelayan yang selama ini telah membentangkan cangkul dedem dan cangkul padang di danau, serta para nelayan tradisional yang tersisihkan.
Bupati menjanjikan akan ada bantuan perbaikan ekonomi melalui kelompok nelayan. Selain itu, Bupati Haili juga terlihat serius memperjuangkan Program Kampung Nelayan Merah Putih.
Bahkan untuk mewujudkanya, Haili melakukan audiensi dengan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan Program Prioritas.
Haili meminta dukungan Pemerintah Pusat untuk program kampung nelayan merah putih dan program budidaya untuk wilayah negeri penghasil kopi terbaik dunia ini.
Program Kampung Nelayan Merah Putih merupakan salah satu program prioritas KKP yang dirancang untuk mengubah wajah desa-desa dan kampung budidaya menjadi kawasan produktif, sehat, dan berkelanjutan.
Fokus pengembangannya diarahkan pada kawasan sekitar Danau Laut Tawar yang menjadi sentra perikanan air tawar di Aceh.
Program Kampung Nelayan Merah Putih akan dibangun sarana dan prasarana infrastruktur lengkap yang dibutuhkan seperti cold storage, bengkel nelayan, WC umum, Tempat Pengolahan Ikan (TPI) dan fasilitas lingkungan lainnya yang mendukung aktivitas nelayan secara produktif dan komunal.
Selain itu, balai pelatihan, gudang pakan, dan gudang panen juga akan menjadi bagian penting dalam mendukung aktivitas budidaya perikanan.
Stafsus Menteri KKP Ardi Januar mengapresiasi langkah cepat dan serius dari Pemkab Aceh Tengah. Menurutnya, Program Kampung Nelayan Merah Putih memang ditujukan untuk membangun ketahanan wilayah dan meningkatkan daya saing produk perikanan lokal.
“Program kampung nelayan merah putih dan budidaya merupakan konsen dari Presiden Prabowo bertujuan untuk Ketahanan pangan dan pengembangan kewilayahan,” ungkap Ardi Januar.
Program ini, lanjut Ardi, akan dilakukan secara sinergis dan terpadu bersama lembaga lain termasuk BUMDes, koperasi desa merah putih, hingga mitra swasta.
“Jika berhasil, Aceh Tengah akan menjadi model pengembangan perikanan budidaya terpadu,” jelasnya.
Selain itu, Haili Yoga juga menyampaikan keinginannya kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP RI, diwakili Direktur Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Sharil Abdul Rauf di Gedung KKP, Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan tersebut, Bupati menyampaikan komitmennya untuk menjaga kelestarian Danau Laut Tawar. Pesatnya pertumbuhan pariwisata di Aceh Tengah yang menjadikan Danau Laut Tawar sebagai ikon wisata utama.
“Ekosistem danau ini harus dijaga bersama, termasuk dari cara penangkapan ikan yang merusak. Kami akan membentuk otoritas dan melibatkan masyarakat dalam pengawasan,” sebut Haili dalam pertemuan itu.
Direktur Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Sharil Abdul Rauf, menyambut baik kebijakan yang diambil Pemkab Aceh Tengah dan menyebut langkah yang diambil Bupati sudah sangat tepat dan perlu didukung penuh oleh pemerintah pusat.
“Kami akan berkoordinasi dengan BRIN untuk kajian cepat, terutama untuk mengidentifikasi zona memijah dan bertelur ikan”, ujarnya.
Perwakilan dari Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan KKP menyebutkan bahwa nelayan di Aceh Tengah berpotensi menerima bantuan pengganti alat tangkap.
Setidaknya ada 20 jenis alat tangkap ramah lingkungan yang bisa diusulkan, pengajuan dilakukan secara kolektif oleh KUB atau koperasi nelayan melalui proposal resmi.
Sebelumnya, dalam upaya menyelamatkan ekosistem Danau Laut Tawar, Bupati Aceh Tengah Drs. Haili Yoga, M.Si menggelar pertemuan bersama Wakil Ketua DPRA Salihin, SH sejumlah anggota DPRA Dapil 4. Turut hadir pula Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) yang berlangsung di Ruang Kerja Wakil Ketua DPRA, Rabu (09/07/2025).
Wakil rakyat dari Gayo yang turut hadir dalam pertemuan dengan wakul ketua DPRA; Diana Putri Amelia (Golkar), Salwani (PDIP), Taufik (Gerindra), Rahmuddin (Partai Aceh), dan Sutarmi (NasDem). Sementara dari jajaran SKPA hadir Kadis Pertanian Aceh Ir. Cut Huzaimah, MP, Kadis Kelautan dan Perikanan Aliman, S.Pi, M.Si, Kadis Transmigrasi Aceh, dan Sejumlah SKPK Aceh Tengah terkait.
Agenda pertemuan bukan hanya mencakup penertiban alat tangkap ikan ilegal jenis cangkul padang dan dedem di Danau Laut Tawar, namun mencari solusi bagaimana pengembangan pariwisata dalam kerangka RPJMN revitalisasi Danau Laut Tawar.
Juga dibahas pengalihan aset provinsi seperti Perkebunan Burni Bius, Balai Benih Ikan Toweren, dan Rumah Sakit Regional Pegasing, serta pembentukan satuan kerja (Satker) transmigrasi di Aceh Tengah.
Bupati Aceh Tengah menegaskan bahwa Danau Laut Tawar bukan hanya tanggung jawab Pemkab, melainkan juga pemerintah provinsi dan pusat.
“Sejak 1999 sudah ada regulasi, tapi selama ini tidak ada yang benar-benar bertanggung jawab atas danau ini. Karena itu kami ambil langkah nyata membentuk qanun desa pengelolaan sampah dan menertibkan alat tangkap yang merusak ekosistem danau,” sebutnya.
“Regulasi sudah kita mulai, tinggal pengisian program. Kita ingin ada satuan tugas atau otorita, misalnya dengan SK Gubernur, untuk menyelamatkan Danau Laut Tawar,” pinta Haili.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRA Salihin menyatakan komitmennya. Pihaknya di legislatif siap memperjuangkan baik secara politik, regulasi maupun anggaran.
“Soal danau, kita tidak menyalahkan siapa-siapa. Ini tanggung jawab kita bersama. Kami sebagai perwakilan rakyat Aceh Tengah di DPRA wajib menjaga hak-hak daerah kami,” sebut Salihin.
Demikian dengan personil DPRA dari wilayah Gayo ini, berkomitmen dan mendukung penuh kebijakan yang dilakukan Bupati Aceh Tengah khususnya dalam penyelamatan Danau Lut Tawar.
Dalam pertemuan itu, Haili Yoga, menggugah kesadaran legislatif dan eksekutif tingkat provinsi untuk turun tangan menyelamatkan Danau Laut Tawar dari ancaman kerusakan ekologis.
Harapan Suara Hati
Ada secercah harapan, Danau Lut Tawar akan terselamatkan dari mereka yang serakah. Apalagi setelah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.
Perpres ini mengatur detail pembangunan nasional untuk periode tersebut, termasuk prioritas, arah pembangunan wilayah, dan pendanaan. Aceh Tengah masuk di dalamnya, khususnya dalam revitalisasi Danau Laut Tawar yang menjadi bagian Proyek Strategis Nasional (PSN).
Masuknya danau dengan endemik khasnya, depik, merupakan tonggak sejarah dalam upaya penyelamatan danau dari kehancuran. Lingkungan akan membawa angin segar untuk danau, perputaran ekonomi yang menjadikan danau sebagai sentral wisata, akan berdampak positif untuk rakyat.
“Terbitnya Perpres ini bukan sekadar regulasi, ini adalah amanah dan peluang besar. Revitalisasi Danau Laut Tawar akan kami kawal dengan kerja konkret demi masa depan Aceh Tengah yang lebih maju dan berkelanjutan,” kata Muchsin Wakil Bupati Aceh Tengah dalam keteranganya kepada media.
Menurutnya, Perpres ini mengarahkan revitalisasi Danau Laut Tawar sebagai bagian integral dari pengembangan Kawasan Perkotaan Takengon dan Ekonomi Kreatif Dataran Tinggi Gayo, yang mencakup Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.
Fokus utamanya adalah penataan kawasan danau, pelestarian lingkungan, penguatan ekonomi masyarakat, serta pengembangan pariwisata berbasis budaya dan ekologi.
Dalam dokumen RPJMN 2025- 2029, revitalisasi Danau Laut Tawar masuk dalam program unggulan yang mencakup, penataan kawasan waterfront Danau Laut Tawar.
Pengembangan pariwisata unggulan berbasis ekonomi kreatif, pelestarian sumber daya air dan lingkungan sekitar danau, penguatan konektivitas antar wilayah.
Angin segar ini membuat para aktivis lingkungan bagaikan mendapat amunisi baru untuk mengawal keselamatan danau. Apalagi aksi “pembantaian” hutan di seputaran danau terus berlangsung.
Belum lagi sempadan danau yang setiap tahunya semakin menciut, bahkan Bupati Haili Yoga menyatakan setiap tahunya 2 hektar lebih Danau Lut Tawar mengalami penyusutan akibat penimbunan (reklamasi).
Soal hutan yang terus ditebang, danau yang semakin menciut, para aktivis bagaikan sudah serak kerongkonganya bersuara, namun masih terjadi pembiaran. Tidak ada tindakan tegas untuk penertiban.
Kawasan danau bagaikan milik mereka yang berkuasa. Publik senantiasa bertanya, danau ini milik siapa? Penimbunan danau yang terus berlangsung dengan kasat mata tidak ada penertiban. Aturan yang ada bagaikan “pajangan” sekedar menakut nakuti.
Padahal ketentuannya jelas tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015, tentang Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan sawah.
Pasal 12; (1) Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
(2) Muka air tertinggi yang pernah terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi batas badan danau.
(3) Badan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan ruang yang berfungsi sebagai wadah air.
Tetapi untuk Danau Lut Tawar Peraturan menteri ini hanya sekedar aturan yang tidak diterapkan di lapangan. Aturan yang dibuat dengan mudah dilanggar oleh mereka yang kuat, tidak terjamah aturan.
Ada kabar yang menyentakan, sekaligus menggembirakan dalam upaya penyelamatan danau. Pihak penyidik Ditpolairud Polda Aceh dibakarkan sudah memanggil untuk diminta keterangannya para pihak yang melakukan penimbunan di seputar Danau Lut Tawar.
Namun kepastian tentang wawancara klarifikasi itu belum ada penjelasan dari pihak penyidik. Apakah mereka meminta keterangan hanya sekedar catatan data, atau ingin melakukan penyelidikan untuk ditingkatkan ke penyidikan dalam upaya penertiban danau?
Sampai kini belum ada keterangan resmi dari pihak penyidik yang sudah mewawancarai, melakukan klarifikasi kepada mereka yang sudah mengutak atik danau ini.
Pernyataan Haili Yoga tentang penyusutan danau yang setiap tahunya. kalau dibiarkan terus berlangsung, danau itu diambang kehancuran. Untuk itu dengan segenap kekuatan, Haili mengajak semua pihak untuk sama sama menyelamatkan Danau Lut Tawar.
Untuk menyelamatkan danau, Haili sudah melakukan gebrakan sehingga lahirnya 7 poin kesepakatan bersama masyarakat yang komitmen untuk menyelamatkan danau.
Tujuh poin yang menjadi kesepakatan, pertama, berkomitmen dan sepakat melakukan pelestarian Danau Laut Tawar mengingat kondisi Danau Laut Tawar saat ini yang cukup mengalami tekanan ekologis.
Kedua, berkomitmen untuk memberhentikan operasional cangkul padang dan cangkul dedem di Danau Laut Tawar selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan pengesahan Qanun pelestarian Danau Laut Tawar. (penertiban ini telah dilakukan).
Menjaga kelestarian hutan, pengelolaan sampah dan penataan keramba jaring apung untuk keberlanjutan sumberdaya air dan eksistensi Danau Laut Tawar.
Keempat, mengoptimalisasikan pengembangan pembenihan ikan endemik dalam rangka peningkatan populasi ikan endemik. Kelima, regulasi yang kuat dalam bentuk komitmen anggota DPRK Aceh Tengah berupa klausul terhadap kelestarian Danau Laut Tawar (upaya ini sudah dilakukan, menanti realisasi).
Keenam, terkait penimbunan zona litoral Danau Laut Tawar akan dilanjutkan dengan diskusi lanjut bersama unsur pimpinan dan pemangku kepentingan mengingat maraknya penimbunan badan air oleh pengusaha wisata seputaran Danau Laut Tawar. Usaha ini yang dinantikan publik.
Poin ke tujuh menjadi sumber kekuatan yakni, penertiban perlu dilakukan segera dan bersama-sama seluruh unsur pemangku kepentingan. Artinya Bupati Aceh Tengah tidak mau bergerak sendiri dalam menyelamatkan danau milik publik ini.
Sekedar catatan dari Wikipedia, Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh. Di sisi barat danau ini terdapat sebuah kota kabupaten yaitu kota Takengon, yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Tengah.
Suku Gayo menyebut danau ini dengan sebutan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektare dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter).
Ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik. Rerata kedalaman danau: 35 meter dari pinggir danau: 8,9 meter. 100 meter dari pinggir danau: 19,27 meter. 620 meter dari pinggir danau: 51,13 meter.
Namun kini yang menjadi pertanyaan, apakah data tersebut untuk saat ini masih sesuaikah dengan realita lapangan? Penyusutan akibat reklamasi terjadi, debit air berkurang. Hutan di seputaran danau juga dibantai.
Akankah terus dibiarkan? Haili Yoga dan Muchsin Hasan bagaikan mendengar bisikan alam yang akan mengutuknya dengan sumpah serapah (kelseh). Panggilan jiwanya berupaya menyelamatkan danau, agar hadir tasbih dalam balutan pujian.
Namun seriuskah Haili memainkan gegedem- canang, agar tarian guwel mampu menggerakan seluruh tubuh, menggerakan seluruh rakyat untuk sama sama menyelamatkan Danau Lut Tawar. Atau akan mendapatkan kelseh, sumpah serapah.
Alam sudah memperlihatkan tanda-tandanya, agar manusia berpikir dan berbuat. Kini kembali kepada Haili, dia akan mendapat kutukan, kelseh, sumpah serapah atau meraih tasbihnya alam dalam balutan doa? *** Bahtiar Gayo