kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Ingin Polemik Selesai, Ganti Sekda Aceh !!!

Ingin Polemik Selesai, Ganti Sekda Aceh !!!

Jum`at, 27 Agustus 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Hidup ini bagaikan bunga mawar. Ketika dia mekar dan harum semerbak, Anda harus pandai memetiknya, namun bila Anda salah memetiknya tangan Anda akan tertusuk duri. Bila Anda biarkan dia akan layu berguguran ke bumi, tidak lagi menebar aroma wangi.

Demikian dengan pemimpin yang bijak dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Dia harus mampu melihat momen kapan akan “memetik bunga mawar”, menghindari tusukan duri dan tidak membiarkan aroma mewangi berguguran ke bumi.

Sikap Nova Iriansyah, pemimpin di negeri ujung barat Pulau Sumatera sedang dinanti publik. Apakah Nova menyahuti derasnya tuntutan berbagai pihak untuk menggantikan Sekda Aceh, Taqwallah, atau Nova mengabaikanya, sehingga polemik yang terus bergulir ini senantiasa mengalir yang menyita energi.

Ingin polemik soal Sekda Aceh selesai? Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, harus segera mengantikan posisi Sekda Aceh, Taqwallah. Sekda Aceh sumber keriuhan yang menyita energy, perhatian, waktu serta pemikiran.

Pengamat Kebijakan Publik Aceh, Nasrul Zaman mengatakan, sumber persoalan yang terjadi saat sekarang, bersumber dari Sekda Aceh, Taqwallah, yang tidak mampu mengelola seluruh anggaran.

Sebenarnya Nasrul Zaman jauh jauh hari sudah mengingatkan, Taqwallah tidak layak menduduki jabatan Sekda Aceh. Penailan Nasrul, saat Sekda akan dilantik dua tahun lalu, seiring dengan bergulirnya waktu, semuanya terbukti.

“Sekda Aceh merupakan sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan tentunya yang menjadi sumber persoalan besar disini, karena tidak mampu mengelola berbagai anggaran, maka untuk tahap awal harus mengusulkan pemberhentian Taqwallah,” ujar Nasrul Zaman kepada dialeksis.com, Senin (23/8/2021).

Menurut Nasrul Zaman, melihat kondisi Aceh saat sekarang ini, juga dibutuhkan konsolidasi SKPA. Gubernur Aceh harus mengambil alih kepemimpinan SKPA, bahkan jangan lagi diberikan ruang kepada sekda yang memimpin selama ini.

Menurutnya, pimpinan SKPA yang terpilih saat sekarang ini memiliki figur yang bagus, tapi saat sekarang ini dikooptasi oleh Sekda Aceh, sehingga sulit untuk berkembang, maka perlu dilakukan konsolidasi.

“Pengelolaan anggaran itu semuanya usulan tim TAPA. Bagaimana kemudian mereka mengusulkan refocusing, sudah mengusulkan tapi tidak digunakan untuk refocusing maka itu ulah TAPA, tapi yang bertanggungjawab gubernur, maka gubernur harus berkaca,” tutur Nasrul.

Soal dana refosusing diutak atik Sekda Taqwallah, bahkan di parlemen Aceh dia menyebutkan, dana refucosing tahun 2020 bernilai Rp 2 triliun, tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19, namun dana itu dapat dipergunakan untuk keperluan lainya.

Pernyataan “super” dari seorang Sekda. Namun bukan hanya sebuah pernyataan, akan tetapi Sekda Aceh benar benar memanfaatkan dana refosuing untuk kegiatan bukan penanganan Covid-19. Bahkan Gubernur Aceh menjadikanya sebagai dasar hokum dengan dikeluarkanya Pergub Refocusing. Kebijakan ini menjadi temuan Banggar DPRA.

Bangar DPRA dalam laporanya pada sidang anggaran yang berujung penolakan LKPJ Gubernur Aceh menjelaskan, soal pengadaan mobil dinas dan rehab gedung Sekda Aceh yang menyalahi aturan. Alokasi anggaran belanja untuk pengadaan mobil dinas pada SKPA di lingkup Pemerintah Aceh tidak ada dalam APBA murni tahun anggaran 2020.

Dimana APBA itu telah ditetapkan dengan Qanun Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2020. Munculnya anggaran ini tertuang dalam Pergub Refocusing dan Realokasi Anggaran tahun 2020.

Ini menyalahi peraturan perundang-undangan karena seharusnya dianggarkan dalam Perubahan APBA TA 2020. Kegiatan Biro Umum Setda Aceh ini nilai pagunya mencapai Rp 6.219.400.000.

Demikian dengan program peningkatan sarana dan prasarana pada Biro Umum Setda Aceh. Alokasi anggaran ini tidak ada dalam APBA murni yang telah ditetapkan dengan Qanun Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2020.

Anggaran itu meliputi pengadaan peralatan gedung kantor senilai Rp 5.536.873.082. Pengadaan mobil Rp 959.447.482. Pengadaan peralatan rumah jabatan/dinas senilai Rp 1/461.758.643, pengadaan perlengkapan gedung kantor Rp 574.082.263. Pengadaan perlengkapan rumah jabatan Rp 1.497.277.152.

Pernyataan Sekda Aceh dalam menggunakan dana refocusing dinilai terlalu pintar, sampai Dirjen Keuangan Mendagri, Ardian, menyentil pedas atas “kepintaran” Sekda Aceh dalam menterjemahkan dana refocusing Covid-19.

Ardian terkejut, makanya dia menyentil kepintaran Sekda Aceh dengan memberikan penjelasan soal Permendagri Nomor 39 tahun 2020 dan Permendagri Nomor 39 tahun 2020, yang kembali ditegaskan melalui Permenkeu Nomor 17/PMK:07/2021.

Aturan ini sudah jelas dan tegas tentang penangangan Covid-19. Ardian meminta Sekda Aceh untuk mengecek kembali aturan, atau jangan-jangan ada aturan lain yang Sekda lebih faham sehingga dia menggunakan aturan itu. Penjelasan seorang Dirjen bagaikan menampar kepintaran pemimpin Aceh.

Apa Kabar Nova?

Semoga Nova Iriansyah, Gubernur Aceh senantiasa sehat diberikan Allah, banyak persoalan di Aceh yang menanti sikap dan keputusanya, khususnya soal hingar bingar ASN nomor satu di Aceh. Bila Nova mendiamkan, membiarkan kepulan asap semakin tebal dan pekat yang pada satu saat akan memunculkan api.

Guru besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Apridar menilai persoalan dari desakan sejumlah pihak untuk copot Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah harus disahuti dengan bijak. Aceh baru saja menyelesaikan masa konflik. Jika persoalan Sekda ini tidak diwadahi dengan serius, bakal pecah konflik politik “perang” saudara rakyat Aceh.

“Semua pihak itu harus mengedepankan kesantunan dan kebaikan. Jika kita menulusuri, pastilah ada kurang dan ada lebih. Jadi kalau kita saling menonjok kayaknya ini akan semakin runyam,” ujar Prof Apridar.

Mengedepankan kesantunan dan kebaikan. Artinya semua pihak menjaga kebaikan bersama. Jika warga Aceh menyikapi permasalahan dengan mengedepankan keegoisan, pasti akan menimbulkan efek yang lebih banyak mudharatnya ketimbang dengan kebaikan Aceh.

“Tindakan ganti-menggantikan apabila dilakukan atau tidak akan berefek pada reaksi dari masing-masing kubu. Misalnya, Sekda Aceh dicopot dan diganti baru, maka pihak Sekretariat Aceh yang sekarang ini akan menimbulkan semacam imbas dari causalitas (sebab-akibat) ganti Sekda Taqwallah pada jalannya Pemerintahan Aceh ke depan. Kemungkinannya bisa saja lebih baik atau bisa saja lebih buruk,” sebut Apridar.

Kemudian, Jika desakan ganti Sekda Aceh tidak direspons serius oleh gubernur, lanjut Prof Apridar, maka pihak yang mendesak akan merasa sakit hati sehingga keharmonisan yang terjalin antara dua pihak bisa memudar dan menyulut api kebencian.

Oleh karenanya, untuk menyeimbangkan kedua permasalahan ini, Prof Apridar mengingatkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk benar-benar bijak dan amat tepat dalam memutuskan perkara ganti Sekda. Jika pun perlu dilakukan, Gubernur Aceh harus menugaskan tim khusus untuk mengkaji permasalahan ganti Sekda Aceh atau mempertahankan.

“Sikap akhir ada pada tangan gubernur. Gubernur harus mengambil keputusan secara objektif, tanpa mengangkangi atau menuruti pihak-pihak tertentu,” sebut guru besar ini.

Sebuah nasihat yang bijak. Namun arus desakan agar Nova menggantikan Sekda, terus bergulir. Berbagai pihak memberikan statemen. Bahkan pihak yang menamakan dirinya AMARAH (Aliansi Mahasiswa Rakyat Aceh) membentangkan spanduk di lantai dua Aula siding DPRA,Kamis, (19/08/2021).

Sepanduk putih itu terbentang saat DPRA menggelar rapat Paripurna terkait rancangan Qanun pertanggung jawaban Gubernur Aceh tahun anggaran tahun 2020. Spanduk itu bertuliskan pecat Nova ganti Sekda.

Soal Sekda Aceh, Refan Kumbara, Kaukus Peduli Aceh (KPA), memberikan pernyataan dengan nada tegas dank eras. Dia menilai orang nomor satu di ASN dan juga ketua TAPA gagal total menjalankan tugasnya.

"Beberapa persoalan besar dan fatal di Aceh tak terlepas dari peran sekda Taqwallah sebagai ketua TAPA. Untuk itu, Kita mendesak Gubernur Aceh segera mengusulkan ke presiden untuk mencopot Sekda Aceh dan mengusul penggantinya yang lebih berkompeten," ungkap Refan.

Menurut KPA, beberapa kesalahan fatal Sekda yang menunjukkan kegagalannya sebagai ketua TAPA diantaranya Mega Silpa senilai Rp 3,9 triliun pada tahun anggaran 2020 yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah.

Refan menjelaskan, penyusupan anggaran siluman berkode apendiks Rp 250 miliar r lebih pada APBA 2021 juga merupakan bukti Kebobrokan Taqwallah sebagai ketua TAPA. Anggaran Refocusing Covid-19 mengalami 4 kali perubahan tanpa konsultasi ke DPRA. Jumlah perubahan terakhirnya mencapai Rp 2,3 triliun.

Selain tidak mampu mengoptimalkan penanganan Covid-19,sebagian besar justru digunakan untuk urusan di luar dan penanganan Covid-19. Hanya sebesar Rp 610,8 miliar yang digunakan, kemudian yang dapat direalisasikan sebanyak Rp 475,5 milyar. Ini merupakan kesalahan fatal yang berpotensi melanggar aturan dan tak terlepas dari peran Sekda," jelasnya.

Regulasi

Di provinsi Banten, dua orang Sekda sudah mengundurkan diri jabatanya. Ranta Soearta meninggalkan posisi Sekda, disusul Al Muktabar yang juga mengikuti jejak pendahulunya, karena tidak sefaham dengan Gubernur Wahdin Halim.

Namun di Aceh dihangatkan dengan hingar bingar ganti Sekda. Sebenarnya provinsi Serambi Mekkah ini pernah juga pemimpinya memberhentikan Sekda karena kuatnya desakan masyarakat.

Soal desakan penggantian Sekda Aceh ini banyak pihak yang memberikan ulasan tentang dasar hukumnya. Teuku Raja Kuemangan (TRK) misalnya, anggota DPRA meminta pimpinan dewan untuk mengeluarkan rekom penggantian Sekda.

TRK memberikan argument, Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2009 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian sekretaris daerah. Pasal 17 dan Pasal 18 tentang pemberhentian sekda hanya dapat dilakukan dalam waktu dua tahun atau lima tahun sejak diangkat dalam jabatannya. Jabatan Sekda Aceh sudah mencapai dua tahun.

Menurutnya dalam menjalankan roda pemerintahan setingkat provinsi. eksekutif dipimpin oleh seorang gubernur, dan legislatif dipimpin oleh seorang Ketua DPRA. Dimana DPRA dapat mengusulkan pergantian dan pemberhentian sekda kepada Gubernur Aceh.

Soal regulasi ini, Farnanda peneliti JSI dan alumni pascasarjana UGM, dalam keteranganya kepada Dialeksis.com mengurai lebih jauh. Dia menjelaskan, Sekretaris daerah adalah pemegang jabatan karir tertinggi bagi pegawai negeri sipil di daerah dan sekaligus sebagai pembina kepegawaian daerah.

Oleh karena itu, seorang sekretaris daerah harus memiliki kepribadian, integritas, moralitas, dan disiplin yang baik serta kompetensi manajerial maupun teknis pemerintahan.

Salah satu kewenangan khusus yang diberikan kepada Pemerintah Aceh yaitu bidang Kepegawaian. Pasal 119 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa, Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada Pemerintah Aceh ditetapkan oleh Gubernur.

Dijelaskan Fernanda, pengusulan calon sekretaris daerah, Aceh memiliki kekhususan dimana Gubernur Aceh memiliki kewenangan menetapkan seorang calon Sekretaris Daerah Aceh dan disampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan.

Sebelum menetapkan seorang calon Sektretaris Daerah Aceh tersebut, Gubernur Aceh diwajibkan untuk mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada Presiden. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 102 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Jika mengacu pada pasal 18 Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2009 tentang persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian sekretaris daerah Aceh dan sekretaris daerah Kabupaten/Kota di Aceh, pergantian Sekretaris Daerah hanya bisa dilakukan dalam waktu dua sampai dengan lima tahun sejak diangkat dalam jabatannya.

Hal tersebut juga ditegaskan pada UU ASN khususnya pada Pasal 116 Ayat (1), disebutkan : pejabat pembina kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.

Adapun alasan pemberhentian tertuang dalam Pasal 17 PP 58 Tahun 2009, yaitu : meninggal dunia; atas permintaan sendiri; telah mencapai batas usia pensiun; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; tidak lagi memenuhi syarat sebagai Sekretaris Daerah Aceh dan sekretaris daerah kabupaten/kota.

Melanggar peraturan disiplin pegawai negeri sipil dengan hukuman disiplin tingkat berat; ditetapkan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang ada kaitannya dengan jabatan atau melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau melakukan pelanggaran Qanun Syari'at Islam.

Menurut Farnda, pemberhentian sebelum dua tahun tersebut tidak mutlak. Sebab dalam Pasal 116 Ayat (2) UU ASN ditegaskan bahwa penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum dua tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan presiden.

Terkait kinerja, dalam UU ASN khususnya pada Pasal 118 Ayat (2) dikatakan bahwa pejabat pimpinan tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang diperjanjikan dalam waktu satu tahun pada suatu jabatan, diberikan kesempatan enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya.

Sekda Aceh, Taqwallah sudah dilantik 1 Agustus 2019. Sudah dua tahun lebih hingar bingar soal Sekda tidak berhenti.

Melihat perkembangan saat ini, jelas Farnanda, publik berharap kepada Gubernur Aceh selaku pejabat pembina kepegawaian untuk menganti Sekda. Hal itu untuk membangun kembali i komunikasi positif dengan DPRA.

“Demi kelancaran pembahasan RAPBA 2022, selanjutnya untuk mengembalikan truss masyarakat Aceh terhadap kinerja birokrasi Aceh. Membangkitkan kembali semangat kerja SKPA, yang selama ini dibawah tekanan (underpresure),” sebut Fernanda.

Semuanya kembali kepada Nova Iriansyah, Gubernur Aceh. Apakah Nova mendiamkan semua tuntutan tentang penggantian Sekda yang terus mengalir tanpa muara. Atau Nova menentukan sikap, dengan terpaksa harus menganti Taqwallah.

Mampukah Nova menarik rambut di dalam tepung, rambut tertarik tepungpun tidak berserak. Tuhan memberikan masalah, karena kita manusia mampu menyelesaikan masalah. Kembali kepada kita, mau dan mampukah kita menyelesaikanya!!! **** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda