kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Kelanjutan Polemik Pembangunan Rusunawa Politeknik Lhokseumawe, Apa Kabar?

Kelanjutan Polemik Pembangunan Rusunawa Politeknik Lhokseumawe, Apa Kabar?

Senin, 14 Februari 2022 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Proyek Pembangunan Rumah Susun (Rusun) Politeknik Negeri Lhokseumawe. [Foto: Acehimage.com - dipublikasi pada 4 Desember 2021]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Pengerjaan proyek rumah susun (Rusun) Politeknik Lhokseumawe, Aceh, kini terhenti. Benarkah proyek tersebut mangkrak, tidak mampu dilanjutkan oleh rekanan? Akankah proyek ini berurusan dengan hukum?

Proyek bersumber dari APBN tahun anggaran 2021 ini dengan nilai Rp 12,79 miliar seharusnya pada 31 Desember 2021 sudah selesai dikerjakan. Namun dilapangan proyek dengan bangunan lantai tiga ini terlihat terhenti, belum selesai dikerjakan. Tidak dapat ditempati pada tahun 2022 ini.

Mulailah proyek Rusun ini menjadi sorotan. Bagaimana sebenarnya pelaksanaan Rusun ini, sehingga sampai terhenti. Menurut rekanan yang mengerjakannya bukan mangkrak, namun awalnya dilaksanakan single year, kini menjadi multi year.

Anggaranya dipangkas, karena negeri ini dilanda pandemi. Refucosing yang dilakukan membuat pembangunan Rusun dengan lantai tiga ini terhenti dan direncanakan pada tahun 2022 ini akan dilanjutkan. Semudah itukah?

Menurut Alfian, LSM Masyarakat Aceh Transparansi (MaTA) pihak BPKP harus turun tangan melakukan audit untuk membuktikan apakah kualitas pekerjaan sudah sesuai dikerjakan berdasarkan spec atau tidak.

“Kita melihat sisi kualitas yang dikerjakan oleh rekanan, setelah adanya refocusing. Benarkah sudah sesuai dengan anggaran, sesuai spec. Kita melihatnya bukan sisi proyek ini dihentikan, namun sisi kualitasnya,” sebut Alfian, LSM Masyarakat Aceh Transpransi (MaTA) menjawab Dialeksis.com.

Menurut Alfian, peran BPKP dalam persoalan ini akan memberikan jawaban, apakah proyek yang bersumber dari APBN ini bermasalah atau tidak. BPKP harus melakukan audit, bukan hanya proyek yang bersumber dari APBA atau APBK Aceh.

“BPKP bisa melihat persoalan ini sebagai pilot pertama proyek bersumber dari APBN Aceh. BPKP harus melakukan audit, tidak harus menunggu adanya permintaan penyidik,” sebut Alfian.

Ini sudah menjadi perhatian publik, pihak BPKP harus melakukan audit investigasi. Tidak harus adanya laporan masyarakat. BPKP tidak harus menunggu laporan masyarakat atau adanya permintaan audit dari pihak penyidik, jelasnya.

“Jika adanya audit investigasi dari BPKP semuanya akan terjawab, apakah kualitas pekerjaanya kurang atau tidak. Kalau nanti ditemukan adanya kekurangan, maka proses ini akan masuk dalam upaya penegakan hukum atau potensi ada tindak pidana korupsinya,” jelas Alfian.

Tentunya, sebut Alfian, publik berharap BPKP ada inisiatif melakukan audit investigasi terhadap pembangunan Rusun Politeknik Lhoksuemawe.

Pernyataan Alfian juga dikuatkan Askhalani koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh. Menurutnya, pembangunan Rusun sumber anggaran APBN untuk kepetingan umum. Jika terjadi mangkrak, harus dilakukan pendalaman materi oleh instansi aparatur penegak hukum.

"Jika sudah mangkrak harus ada audit khusus dilakukan oleh BPK RI atau BPKP atas kegiatan yang sedang dilakukan oleh kontraktor pelaksana," ucap Askhalani kepada Dialeksis.com.

Menurutnya, rekanan atau pihak pengelola Rusun harus diminta pertanggungjawaban. Apakah pembangunan itu sudah sesuai dengan dokumen kontrak atau apa penyebabnya proyek tersebut mangkrak.

"Misal, kalau mangkrak karena pekerjaan itu tidak bisa dilaksanakan dengan alasan force majeure karena waktunya sudah habis, itu harus diaudit dulu tentang fisik bangunan yang dibangun. Berapa totalitas persentasenya," kata Askhalani. 

Kalau disebutkan adanya refocusing karena Covid-19, anggaranya berubah dari single years menjadi multi years, harus juga tetap diaudit. Apakah total bangunan sudah sesuai dikerjakan atau tidak. Multi years bisa saja tahun ini dilakukan oleh perusahaan A, kemudian tahun depan dimenangkan oleh perusahaan lain.

Menurut Askhalani, melihat sekilas foto visual kondisi fisik pembangunan Rusun itu, sepertinya memang ada hal yang perlu didalami. Salah satunya audit perhitungan apakah jumlah persentase nilai bangunan dan kualitas proyek yang tengah dibangun itu sudah sesuai dengan dokumen kontrak atau tidak.

“Audit terkait pembangunan Rusun itu tidak bisa dilakukan dengan audit internal. Karena hasil audit internal tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak ada jaminan audit bisa independen tentu ia punya kepentingan tertentu,” jelasnya.

"Beda kalau audit yang dilakukan BPK atau BPKP karena ini kewajiban dan ranahnya mereka. Bukan dihitung nilai kerugian tapi menghitung nilai fisik, apakah sesuai dengan jumlah uang yang dikeluarkan atau tidak," sebutnya.

Lain lagi disampaikan Direktur Pusat Kajian Advokasi Rakyat Aceh (PAKAR), Muhammad Khaidir. Dia meminta penegak hukum mengusut proyek pembangunan Rusun Politeknik Lhokseumawe yang diduga bermasalah.

“Informasi terkait proyek Rusun Poltek Lhokseumawe mangkrak dan diduga bermasalah, perlu disikapi oleh penegak hukum baik dari pihak kepolisian maupun dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh,” kata Muhammad Khaidir, menjawab Dialeksis.com.

Menurutnya, pihak kepolisian dan BPKP memang memiliki prosedur dan mekanisme tersendiri dalam mengusut suatu proyek bermasalah atau dugaan adanya tindak pidana korupsi yang merugikan negara.

“Kita mengharapkan penegak hukum merespon dan mendalami setiap informasi tentang dugaan tindak pidana korupsi atau merugikan negara. Kalau memang tidak ditemukan indikasi adanya kerugian negara, ya Alhamdulillah,” sebutnya.

Tetapi kalau memang sebaliknya bagaimana? Oleh karenanya, baik pihak kepolisian maupun BPKP dapat merespon informasi tersebut, jangan menunggu adanya laporan baru bertindak. Fungsi kontrol dan pengawasan dari instansi negara itu harus berjalan,” ujar Khaidir.

“Kita meminta pihak penegak hukum baik kepolisian maupun BPKP Aceh untuk turun ke lapangan, meninjau dan mengusut dugaan indikasi kerugian negara pada proyek pembangunan Rusun Politeknik,” sebutnya.

Selain itu, Direktur PAKAR ini meminta Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (P2P) Sumatera I, Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR agar menghentikan sementara waktu proses kelanjutan proyek Rusun Poltek Lhokseumawe. Sampai jelas duduk perkaranya apakah ada indikasi bermasalah atau tidak," pinta Khaidir.

Tidak Mangkrak?

Benarkah mangkrak. Proyek Rusun ini dikerjakan PT Sumber Alam Sejahtera, dengan anggaran senilai Rp 12,79 miliar bersumber dari APBN 2021. Waktu pelaksanaanya selama 240 hari dan harus sudah selesai pada Desember 2021.

Proyek ini seharusnya sudah ditempati pada tahun 2022, sesuai target. Ternyata proyek bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ada persoalan di lapangan.

Menurut pengakuan Herianto, Direktur PT Sumber Alam Sejahtera, Herianto, menjawab Dialeksis.com, proyek tersebut tidak mangkrak dan akan dituntaskan pada tahun 2022.

Awalnya proyek ini single year anggaran tahun 2021. Namun dalam perjalanannya ada pemangkasan anggaran akibat negeri ini dilanda Covid-19. Menurut Herianto, ahirnya proyek itu menjadi multi years.

“Karena adanya pemotongan anggaran tahun 2021 untuk penangangan Cocid-19, proyek single year ini menjadi multi year dan akan dilanjutkan pada tahun 2022,” sebut Herianto.

“Apabila proyek tersebut yang tidak selesai pada Desember 2021 itu, bermasalah secara hukum, mestinya sudah dihentikan. Tapi, proyek ini masih berjalan, saat ini menunggu pencairan anggaran 2022,” sebutnya.

"Jadi kontrak itu saya dapatkan waktu saya jadi pemenang lelang itu singel year tahun 2021. Dalam perjalanan itu kan anggaran terpotong dana Covid, jadinya dianggarkan lagi tahun depan, tahun 2022. Tahun 2021 ini saya cuma mengerjakan di 7 M strukturnya saja. Finishnya tahun 2022,” jelas Herianto.

"Gak ada salah. Memang anggarannya gak ada, jadi dibagi dua, jadi multi years. Bukan gak selesai. Proyek itu dibagi dua di tahun 2021 dan 2022. Gak ada masalah apa-apa, bukan prosesnya gak selesai, emang anggarannya sedemikian,” tegas Herianto.

Saat disinggung bila proyek tersebut nanti bermasalah secara hukum dan berpeluang ditindaklanjuti temuan oleh aparat penegak hukum, dengan percaya dirinya Harianto menegaskan tidak mempermasalahkan. Menurutnya itu sah-sah saja, bila proyek itu memang indikasinya bermasalah secara hukum bisa diperiksa.

Media meramaikan persoalan pembangunan Rusun ini. Dalam pemberitaan media seperti dilansir Acehimage.com misalnya, proyek dikerjakan oleh PT Sumber Alam Sejahtera dengan nilai kontrak Rp 12 milyar dan pengawasan PT Bumi Toran Kencana Rp 1 Milyar diduga bermasalah.

Media ini menyebutkan, rekanan yang membangun rusun itu sebagai perusahaan pemenang sudah lari disaat masih dalam tahapan pengerjaan. Kemudian kegiatan pekerjaan pembangunan proyek tersebut dilanjutkan oleh pihak rekanan kedua melalui proses pergantian, yang dilakukan Satker penyediaan perumahan Aceh.

Namun informasi itu dibantah Frand, Satker Penyediaan Perumahan Aceh, selaku PPK proyek pembangunan Rusun di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Dalam penjelasanya Frand menyebutkan, proyek tersebut masih dikerjakan oleh rekanan yang sama sebagai perusahaan pemenang tender.

"Tidak benar, kalo informasi bahwa rekanan pemenang tender proyek itu bermasalah dan lari dari pekerjaan. Dan saya tidak menggantikan dengan perusahanaan rekanan lain." kata Frand, seperti dikutip acehimage.com. Kamis (2/12/2021).

Frand menyebutkan, terkait informasi rekanan proyek lari maupun adanya pergantian perusahaan, mungkin pihak yang menyampaikan informasi itu hanya melihat para pekerja dilokasi bangunan dengan tukang yang baru.

Dijelaskan Frand, proyek Rusun tahun 2021 itu ditargetkan selesai pada tahun 2022. Karena pada tahun 2021 proyek tersebut mengalami refucusing, 50 persen dari pagu anggaran dipotong. Karena ini proyek multi years, maka dilanjutkan pada tahun depan.

Bagaimana tanggapan pihak BPKP Aceh sehubungan dengan adanya permintaan public agar pihaknya melakukan audit terhadap proyek Rusun Polikteknik Lhokseumawe ini?

Menurut Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, Indra Khaira Jaya, pada prinsipnya pihaknya merespon setiap pengaduan yang disampaikan.

Indra Khaira Jaya menyebutkan, pihaknya siap menindaklanjuti setiap pengaduan. Akan tetapi, tetap didukung dengan bukti yang relevan, kompeten, cukup dan material (rekocuma). 

"Kami pada prinsipnya siap menindaklanjuti setiap pengaduan yang didukung dengan bukti relevan, kompeten, cukup dan material melalui proses FGD untuk meyakini bisa atau tidak ditindaklanjuti dalam bentuk penugasan audit sebagaimana kami lakukan dengan instansi penyidik," demikian ungkap Indra saat diminta tanggapan oleh Dialeksis.com, Senin (31/1/2022). 

Penjelasan kepala BPKP Aceh ini belum menjawab harapan publik untuk meminta agar BPKP melalukan audit investigasi, walau tidak ada pengaduan dari masyarakat, karena ini sudah menjadi pembahasan public.

Publik ingin tahu kejelasan dari pembangunan Rusun ini. Apakah bermasalah atau tidak. Bila bermasalah maka akan ada konsekuensi hukumnya, namun jika tidak bermasalah nama baik perusahaan dan pihak yang mengerjakan proyek ini juga akan baik dimata publik.

Sudah seharusnya BPKP melakukan tugasnya, melaksanakan audit investigasi seperti harapan publik, agar persoalan ini bukan hanya menjadi pembahasan yang tidak berujung. Ada fitnah dan tudingan. Karena kebenaranya belum bisa dipastikan, sebelum adanya hasil audit lembaga resmi.

Ada pihak menuding bermasalah dan meminta untuk didalami, namun dilain sisi pihak rekanan dan mereka yang terlibat dalam penangangan proyek Rusun ini menyebutkan tidak ada bermasalah. Tentunya semua ini harus ada pembuktian dari lembaga berkompeten untuk menjelaskanya.

Bagaimana kisah selanjutnya dari proyek Rusun ini? Apakah pada tahun 2022 ini akan dilanjutkan, adakah masalah didalamnya dalam pelaksanaan proyek tahun 2021, pertanyaan public ini jangan dibiarkan tidak bertepi, namun harus ada keterangan yang pasti. Namun apakah akan ada jawaban itu? **** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda