Minggu, 28 September 2025
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Menguji “Darah” Mualem Membasmi Tambang Ilegal

Menguji “Darah” Mualem Membasmi Tambang Ilegal

Sabtu, 27 September 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Ilustrasi. Menguji “Darah” Mualem Membasmi Tambang Ilegal. [Foto: Antara-Syifa Yulinnas/bratainews.co ]


DIALEKSIS.COM | Indepth - Kalau tidak berkuasa, punya jaringan, apakah ada yang berani mengobok-obok bumi Aceh? Bahkan operandinya sudah berlangsung lama. Karena punya kekuasaan dan kekuatan, mereka berani mengaduk aduk alam Aceh. Walau ilegal, melawan hukum, namun mereka tidak tersentuh.

Berapa kekayaan Aceh yang mereka keruk? Bagaimana hancur leburnya bumi Aceh setelah para “serakah” memuaskan hawa nafsunya. Kenapa selama ini semuanya diam. Tidak tahu? Atau sudah mendapat setoran.

Kalau hanya sekedar berteriak, mengeluarkan statement, tanpa tindakan berkelanjutan, tambang ilegal yang beroperasi di Aceh akan terus berlangsung. Keberanian pemimpin Aceh dalam bertindak nyata dinantikan publik.

Lihatlah betapa luluh lantaknya Bumi Aceh. Alat berat meraung-raung di tengah hutan menguras isi bumi demi mendapatkan kilauan emas. Raungannya diketahui publik dan sudah berlangsung lama, namun dibiarkan.

Sebegitu kuatkah mereka, sehingga manusia yang berpenduduk 5,5 juta jiwa ini bagaikan tidak terusik? Walau isi buminya dikuras dan hanya dinikmati oleh mereka yang “berkuasa”.

Suara lantang kini menghangatkan Aceh. Tambang ilegal yang sudah meluluh lantakan bumi Aceh, akhirnya menjadi perhatian. Perputaran uang yang cukup besar, untuk setoran ke aparat saja dalam setahun mencapai Rp360 miliar. Ini baru setoran, tentunya hasil yang didapatkan jauh lebih besar dari setoran.

Akhirnya Pansus Minerba dan Migas DPRA bersuara menggelegar. Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menunjukan “darah” Acehnya. Mereka tidak mau bumi Aceh dihancurkan, sementara rakyatnya sengsara.

Bagaimana hingar bingarnya Aceh saat ini soal tambang ilegal, siapa yang bermain selama ini. Akankah sampai laporan resmi ke Presiden. Bagaimana harapan publik soal kekayaan tambang yang tersimpan di rahim Aceh, Dialeksis.com merangkumnya dalam sebuah tulisan.

Setoran Rp360 Miliar

Tambang ilegal sudah lama beroperasi di Aceh. Namun aparat penegak hukum kucing-kucingan dengan para pelaku. Para penambang ilegal menjadikan aparat bagian dari kekuatan mereka. Ikut dalam pusaran.

Aparat menerima setoran dari penambang ilegal. Hasil Pansus Minerba dan Migas DPRA menunjukan angka yang sangat mengejutkan. Ada 1000 ekskavator (beko) beroperasi di bumi Aceh, setoran kepada aparat juga tidak tanggung-tanggung, Rp30 juta per bulan, satu unit alat berat ini.

Dalam setahun nilainya mencapai Rp360 miliar. Menurut Pansus Minerba dan Migas DPR Aceh, adanya praktik pungutan uang keamanan yang dilakukan terhadap para pelaku tambang ilegal.

Pernyataan Pansus yang disampaikan Sekretaris Pansus Nurdiansyah Alatas pada sidang paripurna DPR Aceh, Kamis (25/9/2025), bagaikan butiran peluru yang selama ini berkarat, namun kini melesat.

Menurut temuan Pansus DPRA, ada delapan kabupaten di Aceh yang menjadi lokasi aktivitas tambang ilegal, yakni Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Pidie.

Dari hasil penelusuran Pansus, terdapat sekitar 450 titik lokasi tambang ilegal dengan jumlah alat berat ekskavator yang digunakan. Angkanya juga mengejutkan mencapai 1000 unit.

“Jika dikalkulasikan uang haram yang diperoleh dari penyetoran ini per tahun adalah sebanyak Rp360 miliar per tahun. Praktik haram ini telah berlangsung lama dan dibiarkan berlangsung tanpa ada upaya pemberantasannya,” ujar Sekretaris Pansus Nurdiansyah Alatas.

Dalam laporannya, Pansus Minerba dan Migas Aceh menjelaskan, praktik tambang ilegal ini tidak berdiri sendiri. Ada cukong dan perusahaan ilegal dengan melibatkan oknum aparat penegak hukum. Sebuah jaringan yang kuat.

Kolaborasi tersebut tentunya telah merugikan masyarakat Aceh secara keseluruhan dan berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan hidup.

“Atas dasar itu, Pansus meminta Gubernur Aceh segera melakukan langkah tegas untuk menutup seluruh kegiatan tambang ilegal yang masih beroperasi,” pinta Pansus DPRA.

Pihak Pansus juga mengeluarkan rekomendasi, agar pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk menambang secara legal. Kegiatan tersebut dapat melalui koperasi di tingkat gampong, agar kegiatan ini membantu mensejahtrakan masyarakat.

Darah Aceh Mualem

Apakah seorang pemimpin akan diam, ketika negerinya diobrak-abrik. Harta kekayaannya dikuras, sementara rakyatnya masih banyak yang hidup dalam bayang-bayang kemiskinan. Bila pemimpin membiarkannya, berarti dia pemimpin zalim.

Saat tambang ilegal menghancurkan Aceh, laporan Pansus DPRA membahana, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menunjukan” darah” pejuang mengalir ditubuhnya. Dia langsung bereaksi dan memberikan ultimatum.

Mualem dengan tegas meminta kepada seluruh para pelaku tambang emas ilegal yang masih menggunakan alat berat di kawasan hutan Aceh untuk mengeluarkannya dalam waktu 14 hari.

“Jika dalam 14 hari alat berat tambang ilegal belum keluar dari hutan Aceh, pemerintah akan langsung mengambil langkah tegas,” sebut Mualem.

“Khusus tambang emas ilegal, saya beri amaran waktu, mulai hari ini, seluruh tambang emas ilegal yang memiliki alat berat harus segera dikeluarkan dari hutan Aceh. Jika tidak, maka setelah dua minggu dari saat ini, akan kita lakukan langkah tegas,” ujar Mualem.

Menurut Mualem, Pemerintah Aceh segera menyusun Instruksi Gubernur terkait penataan dan penertiban tambang ilegal.

“Kebijakan tersebut nantinya diarahkan agar pengelolaan tambang bisa dilakukan dengan skema yang lebih bermanfaat, seperti melibatkan masyarakat, pelaku UMKM, atau pola pengelolaan lain yang sah secara hukum,” sebut Mualem.

Seriuskah Mualem? Atau hanya sekedar mengeluarkan pernyataan guna menyita perhatian publik. Bila Mualem masih kental darah Acehnya, dia tidak akan membiarkan negerinya diobok-obok oleh pelaku tambang ilegal.

Mualem akan menunjukan sikapnya bukan pemimpin yang zalim, yang membiarkan isi bumi tanah leluhurnya dikuras, namun rakyatnya hidup dalam payung kemiskinan. Mualem akan serius menjaga bumi Aceh dan memanfaatkan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Demikian dengan DPRA bila satu irama dengan Gubernur dalam memberantas tambang ilegal, mereka punya kekuatan untuk mengamankan penghancuran bumi Aceh oleh penambang ilegal.

Lapor ke Presiden dan Ada Tindakan

Soal tambang ilegal dan angka setoran kepada aparat dengan dalih uang keamanan telah mengusik nurani Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA). Alfian kembali mengeluarkan pendapatnya.

Alfian, menilai temuan Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Minyak dan Gas merupakan potret nyata dari kebocoran besar keuangan negara yang sudah lama dibiarkan.

“Kalau temuan ini hanya diumumkan dalam paripurna tanpa langkah hukum lanjut, maka substansi persoalan tidak akan pernah selesai. Oknum-oknum negara yang selama ini menerima setoran tetap akan merasa aman,” kata Alfian kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (25/9/2025).

Alfian menegaskan, Pansus DPR Aceh tidak boleh berhenti pada sekadar laporan di tingkat daerah. Ia mendesak agar hasil temuan tersebut dilaporkan secara khusus kepada pemerintah pusat, termasuk kepada Presiden Prabowo Subianto.

“Presiden saat ini sedang fokus membersihkan aparat negara yang terlibat dalam tambang ilegal. Kalau DPR Aceh berani menyampaikan laporan resmi ke Presiden, ini akan jadi momentum besar untuk menghentikan praktik busuk yang sudah bertahun-tahun terjadi di Aceh,” tegasnya.

Selain itu, ia juga mendorong agar laporan disampaikan ke DPR RI, khususnya Komisi III, sehingga ada dukungan politik nasional untuk menyelesaikan kasus tambang ilegal di Aceh.

Menurut Alfian, praktik setoran gelap yang terjadi di tambang ilegal bukan hanya merugikan lingkungan dan masyarakat, tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi negara dalam jumlah fantastis.

“Negara kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar dari pajak, retribusi, dan royalti. Uang yang seharusnya masuk ke kas negara justru masuk ke kantong-kantong pribadi oknum aparat. Ini jelas bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” ujarnya.

Alfian mengingatkan, bila praktik pungutan liar ini tidak segera dihentikan, maka upaya pemerintah untuk melegalkan tambang rakyat melalui izin resmi hanya akan melahirkan persoalan baru.

“Ketika tambang rakyat nanti dilegalkan, potensi pungli tetap terbuka jika aparatnya tidak ditertibkan. Jadi, sebelum bicara legalisasi tambang rakyat, negara wajib lebih dulu menertibkan oknum-oknum aparat yang bermain,” kata Alfian.

Menurut Alfian, temuan Pansus DPR Aceh ini harus menjadi pintu masuk untuk perubahan besar. Ia berharap DPRA benar-benar serius, tidak berhenti pada seremonial paripurna.

“DPR Aceh punya tanggung jawab moral untuk membawa persoalan ini ke tingkat nasional. Karena kalau hanya diumumkan di rapat paripurna, itu tidak lebih dari formalitas. Kita ingin ada langkah konkret baik dalam bentuk rekomendasi resmi kepada Presiden maupun laporan ke penegak hukum pusat,” pinta Alfian.

Sementara itu dukungan kepada Mualem untuk memberangus tambang ilegal terus bermunculan. Kali ini datang dari sosok mantan tahanan politik Aceh, Nyak Dhien Gajah. Menurutnya, keberanian Mualem mengultimatum pengusaha tambang sebagai keputusan penting demi masa depan Aceh.

Nyak Dhien menilai praktik tambang ilegal selama ini hanya membawa luka bagi rakyat. Hutan rusak, sungai tercemar, dan sumber mata pencaharian warga hilang begitu saja.

“Sudah cukup rakyat menjadi korban kerakusan. Mualem hadir membawa harapan baru dengan sikap tegasnya,” ujar Nyak Dhien, Sabtu (25/9/2025).

Ultimatum Mualem yang memberi tenggat dua minggu kepada para pengusaha tambang ilegal untuk menghentikan operasi dan menarik alat berat dari kawasan hutan, menurutnya, adalah peringatan keras yang tak bisa diabaikan.

“Ini bukan sekadar ancaman, tapi sebuah komitmen untuk mengembalikan marwah Aceh sebagai tanah yang bermartabat,” tegasnya.

Terpenting, Nyak Dhien mengingatkan bahwa pekerjaan tidak berhenti pada ultimatum. Ia menekankan pentingnya pengawasan berkelanjutan dan penegakan hukum yang adil.

“Aceh harus berjalan di atas aturan, bukan dikuasai keserakahan. Penertiban tambang ilegal harus jadi gerakan bersama, bukan hanya slogan,” tambahnya.

Nyak Dhien mengajak seluruh elemen masyarakat, mulai dari ulama, tokoh adat, hingga generasi muda, untuk bersatu menjaga kelestarian lingkungan. Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam harus sah secara hukum dan memberi manfaat nyata bagi rakyat, bukan hanya segelintir orang.

“Bersih-bersih tambang ilegal adalah pintu awal menuju Aceh yang lebih baik. Saya dan rakyat mendukung penuh langkah ini,” sebut Nyak Dhien.

Akankah hingar biar soal pembasmian tambang ilegal ini hilang ditelan waktu? Aceh akan tetap dibanjiri penambang ilegal yang punya kuasa dan jaringan. Harta bumi Aceh tetap dikeruk oleh mereka yang “berkuasa”.

Keseriusan Mualem dinanti publik, darah Acehnya sedang diuji. Apakah Mualem akan menunjukan identitas dirinya sebagai pejuang membela kepentingan rakyatnya, atau justru menjadi pemimpin zalim yang membiarkan harta kekayaan di tanah leluhurnya dikuras oleh mereka yang berkuasa.

Publik menanti perjuanganmu Mualem. Semoga DPRA juga seirama. Rakyat bersamamu asalkan engkau lakukan tulus ikhlas demi negeri ini. [bg]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid