Tren Berobat ke Malaysia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Poster ajakan berobat ke Malaysia [Foto: detikhealth/Khadijah Nur Azizah]
DIALEKSIS.COM | Indepth - Ramai-ramai berobat ke Malaysia menjadi tren bagi masyarakat di bumi Pertiwi. Setiap tahun angkanya naik. Mengapa Malaysia menjadi pilihan, sementara di tanah air juga ada rumah sakit?
Tahun 2023 saja ada sekitar 500 ribu rakyat dari Bumi Pertiwi yang “berobat” ke Malaysia. Sementara tahun sebelumnya diperkirakan sekitar 160 ribu. Mengapa rakyat di Indonesia lebih yakin berobat ke Malaysia?
Rakyat dari berbagai penjuru Pertiwi memilih Malaysia untuk mengobati penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Tentunya tidak ketinggalan masyarakat Aceh yang menjadikan Malaysia sebagai pilihan.
Khusus untuk Aceh, ada istilah di masyarakat, kalau sakit pergi ke Penang. Kalimat ini merujuk pada tradisi panjang orang Aceh yang memilih Penang, Malaysia, sebagai tujuan utama untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Mengapa demikian? Pilihan ini bukan sekadar soal fasilitas medis, tetapi juga didasari oleh sejarah panjang hubungan emosional dan kontribusi nyata masyarakat Aceh terhadap pembangunan layanan kesehatan di Penang, terutama Rumah Sakit Lam Wah Ee Penang, Malaysia.
Menurut Anugrah Priya Pratama, seorang influencer Aceh yang sering berobat ke Penang, Malaysia, hubungan erat antara masyarakat Aceh dan Penang berakar dari kontribusi besar para saudagar Aceh di masa lalu.
Mereka bukan hanya menjalin hubungan dagang yang kuat, tetapi juga memberikan donasi signifikan untuk pembangunan Rumah Sakit Lam Wah Ee.
“Di pintu masuk kanan Rumah Sakit Lam Wah Ee, terdapat sebuah papan penghargaan yang memuat nama-nama donatur utama,” sebut Anugrah dalam video yang dilansir media dialeksis.com, Rabu (1/1/2025).
Disebutkan, salah satu donatur terbesar adalah Aceh Traders Association. Mereka menyumbangkan dana terbesar selama hampir dua dekade terakhir untuk mendukung rumah sakit tersebut.
Aceh Traders Association, sebuah asosiasi pedagang asal Aceh, menjadi salah satu penyokong utama berdirinya Rumah Sakit Lam Wah Ee.
Mereka tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga menunjukkan solidaritas lintas negara yang luar biasa.
“Kontribusi ini menunjukkan betapa hebatnya peran saudagar Aceh di masa lalu. Mereka tidak hanya sukses di bidang perdagangan, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi," ujarnya.
Dalam konteks sejarah, hubungan Aceh dan Penang terjalin erat sejak masa kolonial. Penang menjadi pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang Aceh. Interaksi ini melahirkan hubungan emosional yang kuat, yang terus berlanjut hingga saat ini.
Selain ikatan emosional dan sejarah, alasan lain masyarakat Aceh memilih Penang sebagai tujuan medis adalah karena fasilitas kesehatan yang unggul dan terjangkau.
Rumah Sakit Lam Wah Ee, misalnya, dikenal sebagai salah satu rumah sakit terbaik di Penang dengan pelayanan yang ramah dan profesional.
Asosiasi pedagang Aceh merupakan penyumbang terbesar untuk rumah sakit ini. Jumlah sumbanganya tertinggi dalam hampir 20 tahun. Itulah sebabnya Lamuai dan masyarakat Aceh punya hubungan yang erat.
“Hebat ya, saudagar Aceh pada masa lalu bisa bantu bangun rumah sakit sampai ke Malaysia. Urang Jaman, menghasil," sebutnya.
Aceh Sebaiknya Bagaimana?
Bagaimana pendapat pandangan Ketua Persi? Menanggapi pernyataan Anugerah yang viral itu, Dialeksis.com berbincang dengan Prof. Dr. dr. Azharuddin, Sp.O.T., O.T.B(K), Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Aceh.
Menurut Prof. Azharuddin, ada banyak alasan di balik keputusan masyarakat Aceh berobat ke luar negeri, khususnya ke Malaysia.
“Ketidakpuasan terhadap layanan rumah sakit di dalam negeri sering menjadi faktor utama. Namun, ada juga yang memanfaatkan momen ini untuk sekalian berwisata atau refreshing,” jelasnya.
Azharuddin menekankan pentingnya peningkatan kualitas layanan rumah sakit lokal, termasuk aspek medis, keamanan, hingga kenyamanan.
"Rumah sakit harus memberikan nilai tambah. Keramahtamahan dalam melayani, mulai dari manajemen puncak hingga staf di lapangan, adalah faktor penting. Hal ini sering kali menjadi alasan mengapa pasien merasa 'setia' dan tidak mencari layanan di luar negeri," tambahnya.
Selain itu, Prof. Azharuddin menyebutkan bahwa keberadaan layanan pasca-pengobatan, seperti customer service yang aktif memantau kondisi pasien, juga sangat diperlukan.
Ia mencontohkan rumah sakit luar negeri yang memiliki forum untuk mendengar keluhan dan masukan pasien melalui program seperti "The Value of Patient Voice".
Ia juga mengkritik rumah sakit di Indonesia yang terlalu berpuas diri dengan predikat akreditasi bintang lima.
“Tidak jarang, predikat paripurna ini tidak linear dengan kualitas layanan yang paripurna. Ketika saya memimpin Rumah Sakit Zainoel Abidin (ZA), kami berusaha keras mencapai akreditasi internasional dari Joint Commission International (JCI) yang berbasis di Amerika Serikat. Standar ini sangat ketat, dan membutuhkan perubahan budaya kerja secara menyeluruh,” ujarnya.
Prof. Azharuddin berharap, suatu hari rumah sakit di Aceh dapat mengadopsi standar internasional untuk memberikan pelayanan terbaik dengan prinsip "patient safety first and quality", pintanya.
Pandangan yang tak kalah menarik disampaikan Ahmad Haeqal Asri, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Banda Aceh, yang memberikan pemikirannya terkait fenomena masyarakat Aceh yang lebih memilih berobat ke luar negeri, khususnya Malaysia.
Menurut Haeqal sapaan akrab dirinya, pilihan masyarakat Aceh berobat ke luar negeri tidak semata-mata karena kualitas pelayanan, tetapi juga faktor psikologis dan budaya.
“Banyak masyarakat merasa bahwa berobat ke luar negeri memberikan rasa aman dan keyakinan lebih besar untuk sembuh. Ada semacam persepsi bahwa fasilitas di luar negeri lebih unggul, meskipun faktanya belum tentu demikian,” ujar Haeqal saat Dialeksis.com meminta responnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memperbaiki komunikasi dan pelayanan di fasilitas kesehatan lokal. Menurutnya, rasa percaya masyarakat terhadap layanan medis lokal bisa diperkuat melalui pendekatan yang lebih manusiawi.
“Dokter dan tenaga medis harus lebih mendekatkan diri secara emosional dengan pasien. Sikap ramah, mendengarkan keluhan dengan tulus, dan menjelaskan kondisi medis secara sederhana adalah kunci agar pasien merasa nyaman,” tambahnya.
Haeqal juga menekankan pentingnya pendidikan kesehatan di masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada pengobatan luar negeri.
“Sering kali, masyarakat mencari pengobatan di luar negeri karena kurangnya informasi tentang fasilitas dan keahlian yang sebenarnya tersedia di rumah sakit lokal. Program edukasi kesehatan yang terstruktur bisa menjadi solusi,” ujarnya.
Sebagai Ketua PMI Kota Banda Aceh, Haeqal juga menyoroti aspek kemanusiaan dalam pelayanan kesehatan. Ia menyarankan agar rumah sakit lokal memperkuat sistem penanganan pasien darurat, khususnya bagi kelompok rentan seperti masyarakat kurang mampu.
“Layanan kesehatan harus inklusif dan tidak hanya berfokus pada profit. Kita harus memastikan bahwa semua orang, tanpa terkecuali, mendapatkan pelayanan yang layak. Ini adalah salah satu prinsip dasar kemanusiaan,” tegasnya.
Selain itu, Haeqal mengajak pemerintah dan pihak terkait untuk melihat pengobatan sebagai bagian dari pengalaman holistik. Ia mencontohkan, banyak pasien yang memilih berobat ke luar negeri karena mereka juga ingin menikmati suasana baru sebagai bagian dari proses pemulihan.
“Konsep health tourism bisa menjadi peluang besar bagi Aceh. Dengan memadukan layanan medis berkualitas dan destinasi wisata yang menarik, kita bisa membuat Aceh menjadi tujuan pengobatan, bukan hanya tempat keberangkatan,” pungkasnya.
Ahmad Haeqal Asri berharap agar ke depan, rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Aceh mampu membangun sistem layanan yang tidak hanya profesional, tetapi juga penuh empati, sehingga masyarakat merasa bangga dan percaya untuk berobat di tanah sendiri.
Trend ke Malaysia Farah Delah Suhaimi, kata Deputy General Manager Health Tourism RS Kumpulan Perobatan Johor (KPJ) Malaysia, Kamis (27/6/2024). Pada 2023 lalu jumlah penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan di Malaysia sebanyak 500 ribu.
Tahun lalu ada 500 ribu secara keseluruhan (pasien) dari Indonesia. Berobat ke RS KPJ mencapai 160 ribu. Pertengahan 2024 sudah ada 100 ribu lebih pasien yang berobat ke RS KPJ Malaysia. Diperkirakan jumlah pasien dari tanah air lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Disebutkan, kebanyakan pasien dari pulau terdekat Malaysia. Seperti Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Paling banyak pasien melakukan pemeriksaan dan perawatan jantung, kanker, orthopedic, bayi tabung. Medical check up banyak," sebutnya.
Ia menjelaskan, RS KJP Malaysia menjadi opsi kedua dari Indonesia. Khususnya bila ada pelayanan perawatan yang tidak ada di Indonesia dan terdapat di negeri Jiran.
"RS KPJ juga kerja sama dengan RS Indonesia seperti Aceh dan Batam. Harga perawatan di Malaysia juga dikawal Kementerian Kesehatan Malaysia," jelasnya.
Akhirnya KPJ Healthcare, jaringan rumah sakit terkemuka di Malaysia, terus memperluas jangkauannya di Indonesia dengan resmi membuka kantor perwakilan ketiga di Jalan Dr.Mr. Mohammad Hasan, Batoh, Banda Aceh.
Pembukaan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan informasi yang lengkap bagi masyarakat Aceh yang ingin menjalani perawatan medis di Malaysia.
Sebelumnya, KPJ Healthcare telah sukses mendirikan pusat informasi serupa di Batam dan Bengkalis. Pihaknya juga akan membuka kantor perwakilan di Pekanbaru dan Pontianak.
Pilihan Aceh sebagai lokasi kantor perwakilan terbaru bukanlah tanpa alasan. Menurut Deputi General Manager KPJ Healthcare, Farah Delah Suhaimi, jumlah pasien asal Aceh yang berobat ke rumah sakit di bawah naungan KPJ Healthcare cukup signifikan.
Adanya kemudahan dalam bahasa dan jarak yang relatif dekat antara Aceh dan Malaysia menjadi faktor pendukung.
"Banyak pasien dari Aceh yang membutuhkan informasi sebelum berangkat ke Malaysia. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk membuka kantor perwakilan di sini," ujar Farah di Banda Aceh, Sabtu 12 Oktober 2024.
KPJ Healthcare menegaskan bahwa kehadiran mereka di Indonesia bukan untuk bersaing dengan rumah sakit lokal, melainkan sebagai alternatif bagi pasien yang membutuhkan layanan medis lebih lanjut. Semua biaya perawatan yang ditawarkan telah sesuai dengan regulasi Kementerian Kesehatan Malaysia.
"Kami didukung oleh 1.500 dokter spesialis yang tersebar di seluruh rumah sakit KPJ. Ini merupakan salah satu keunggulan yang kami tawarkan," jelas Farah.
Selain itu, dengan semakin luasnya jaringan dan peningkatan jumlah pasien, KPJ Healthcare berkomitmen untuk terus memberikan layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang ingin berobat ke Malaysia.
Ramai ramai berobat ke Malaysia bukankah harus menjadi “cemeti” bagi pelayanan kesahatan di Bumi Pertiwi. Seperti penjelasan Prof. Dr. dr. Azharuddin, Sp.O.T., O.T.B(K), Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Aceh, kelemahan itu harus diperbaiki.
Belajarlah dan tunjukan sikap bahwa di Bumi Pertiwi pelayanan medisnya juga sudah baik, sehingga kepercayaan publik kepada layanan medis di Bumi Pertiwi semakin meningkat, angka berobat keluar negeri akan semakin berkurang.
Seperti diungkapkan ketua PMI Kota Banda Aceh, kita harus mau berbenah diri. Mau memperbaiki apa kekurangan dan kelemahan, sehingga kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan di Bumi Pertiwi tidak dipandang sebelah mata.
Sampai kapan trend berobat ke Malaysia menjadi pilihan masyarakat? Apakah Bumi Pertiwi tidak mampu memberikan pelayanan yang baik, sehingga rakyat di negeri ini lebih percaya kepada negara tetangga.
Anak bangsa di Bumi Pertiwi juga memiliki kemampuan, asalkan menunjukan tekad dan keseriusan untuk berbenah, bahwa anak bangsa di Bumi Pertiwi juga memiliki kemampuan memberikan layanan terbaik kepada anak negeri. Bangkitlah.!!!!! [bg]