DIALEKSIS.COM | Jakarta - Bagi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) kisruh empat pulau sudah rampung, berbagai desas-desus mengenai motif perebutan pulau itu masih berkabut. Salah satunya potensi minyak dan gas bumi yang melimpah di lepas pantai pulau-pulau tersebut. “Keempat pulau itu punya potensi sumber daya alam,” katanya.
Tak hanya potensi energi, pantai yang elok membuat investor dari Uni Emirat Arab tertarik membangun sanggraloka di sana. Muzakir mengatakan pemodal dari negara ultrakaya itu sudah mengirim tim survei ke lokasi. “Proyek itu digadang-gadang sebagai destinasi wisata kelas dunia,” tuturnya.
Berikut hasil wawancara Tempo bersama Mualem yang dikutip Dialeksis:
Kami mendengar informasi di dekat empat pulau yang diributkan ada potensi minyak dan gas bumi. Apa benar?
Keempat pulau itu dan kawasan di sekitarnya memiliki potensi sumber daya alam yang bagus serta menjanjikan. Di antaranya perikanan, pariwisata, dan potensi energi. Dari sisi lokasi, ada wilayah minyak dan gas bumi aktif, seperti blok Offshore South West Aceh (OSWA), yang merupakan wilayah produksi gas penting di Aceh.
Apakah sudah ada peminat?
Lokasi pulau-pulau itu berjarak sekitar 30 kilometer dari blok minyak dan gas bumi yang dikelola Conrad Asia Energy Ltd. Pulau-pulau itu menjadi kawasan yang masuk dalam area studi bersama untuk eksplorasi migas. Meski begitu, belum ada survei seismik terkini.
Kapan riset terakhir yang memetakan potensi migas di sana?
Data dari Badan Pengelola Migas Aceh mencatat ada pengeboran di wilayah itu pada 1970-1973, khususnya di titik Telaga Satu, Singkil Satu, dan Lakota Satu. Kegiatan itu mengindikasikan adanya sistem hidrokarbon di sekitar empat pulau tersebut.
Seberapa besar kandungan migasnya?
Potensinya masih sebatas kajian historis dan lokasi. Belum terhitung secara ilmiah karena belum ada eksplorasi seismik serta pengeboran. Namun banyak investor berminat menanamkan modal di kawasan itu dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Investor yang dimaksudkan berasal dari Uni Emirat Arab seperti yang disebut Luhut Binsar Pandjaitan?
Ada minat dari Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Mereka ingin mengembangkan pariwisata di kawasan empat pulau itu seperti yang disampaikan Pak Luhut. Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al Nahyan secara pribadi tertarik membangun resor eksklusif berbasis ekowisata di pulau tersebut. Proyek itu digadang-gadang sebagai destinasi wisata kelas dunia. Investor dari Uni Emirat Arab telah mengirim tim survei ke lokasi.
Apa arti penting empat pulau itu bagi rakyat Aceh?
Ini bukan sekadar administrasi, melainkan soal kehormatan, harga diri, dan muruah rakyat Aceh. Meskipun berukuran kecil, kehadiran pulau itu punya makna historis, hukum, dan sosio-kultural. Keempat pulau itu bukan sebatas titik koordinat, tapi menyangkut harkat dan martabat rakyat Aceh.
Mengapa bisa sempat berpindah kepemilikan ke Sumatera Utara?
Pengalihan kepemilikan empat pulau itu menandakan pengabaian terhadap sejumlah landasan hukum mengenai batas wilayah. Ada bukti pembangunan sejumlah infrastruktur seperti musala, dermaga, dan tugu yang dikerjakan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil serta Provinsi Aceh. Pembangunannya memakai anggaran daerah. Bukti lain adalah hak kependudukan warga yang merupakan warga Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Dokumen kepemilikan lahannya juga dikeluarkan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh pada 1965.
Bagaimana ceritanya empat pulau itu dulu masuk wilayah Aceh?
Itu cerita lama karena empat pulau tersebut sudah masuk Aceh sejak masa kolonialisme Belanda. Setelah Indonesia merdeka, ada pengaturan batas wilayah Aceh dan Sumatera Utara yang dibuat pada 1956, yang diperkuat dalam nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia, pada 2005. Dari aspek budaya dan sosial, penduduk yang mendiami pulau dari Aceh bagian selatan dan Aceh Singkil memanfaatkan pulau itu untuk aktivitas perekonomian.
Apakah rakyat Aceh sempat bergejolak sebelum Prabowo Subianto membuat keputusan?
Polemik ini sudah tuntas. Presiden menyelesaikan dengan sangat elegan dan bijaksana. Tidak perlu membuat spekulasi yang terlalu jauh. Hal itu akan menimbulkan kecurigaan yang berlebihan dan tak sehat. Masyarakat Aceh sangat konsisten terhadap perdamaian yang sudah ditandatangani di Helsinki, 20 tahun lalu. Pembelajaran penting dari peristiwa ini adalah jangan menganggap enteng setiap masalah yang timbul di Aceh, kendati itu masalah kecil dan sederhana. Itu akan memicu suatu hal yang serius bagi bangsa ini. [Tempo]