kip lhok
Beranda / Kolom / AHY, Tak Harus Jenderal, Tak Harus Tua

AHY, Tak Harus Jenderal, Tak Harus Tua

Sabtu, 16 Maret 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Mirza Ferdian

Penulis: Mirza Ferdian (Masyarakat Aceh/Alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala)


DIALEKSIS.COM | Kolom - "Saya suka sekali foto itu, gagah dan berwibawa, terutama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), posturnya yang proporsional bisa menjadi teladan bagi kita untuk menjalani pola hidup sehat."

Masuknya AHY sebagai salah seorang Menteri dalam kabinet Jokowi menandakan berakhirnya istilah oposisi yang melekat selama 10 tahun terakhir ini dari Partai Demokrat yang dipimpinnya.

Perjalanan panjang oposisi yang mengusung tagline perubahan ini beralih akibat terjadinya kecelakaan politik yang dilanggar oleh Anies Baswedan yang kemudian AHY bersama demokrat bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden. 

Kecelakaan politik membuat SBY Ayahnya AHY turun gunung memenangkan Prabowo menjadi Presiden yang kemudian membuahkan hasil yang manis. Berdasarkan hitungan cepat hasil Pemilu, Prabowo-Gibran berhasil meraup 58% suara secara nasional dan khusus di Jawa Timur kampungnya Pak SBY, berhasil meraih 65% suara. Sebuah capaian yang begitu menggembirakan. 

Perolehan suara yang signifikan ini tentu terjadi akibat kerja-kerja politik secara terstruktur, sistematis dan masif dari SBY bersama Khofifah, Emil Dardak, Pakde Karwo dan sejumlah tokoh Jawa Timur lainnya. 

Implikasi positif di Jawa Timur bertransformasi menjadi kursi Menteri ATR yang saat ini diduduki oleh AHY yang notabene berdarah Pacitan, Jawa Timur. Boleh juga secara gamblang kita jelaskan sebagai ucapan rasa terimakasih dari Presiden Joko Widodo kepada Pak SBY. 

Tapi, kemudian ada yang mengkritik keras AHY karena dilantik menjadi Menteri dalam waktu Pemerintahan Jokowi yang tidak lama lagi ini adalah sesuatu hal yang wajar dan dimaklumi. 

Politik itu memiliki dinamika dan romantikanya sendiri. Sewaktu oposisi tentu bersikap layaknya kritikus handal, sedangkan ketika memutuskan menerima koalisi, maka harus menjadi sahabat yang bisa diandalkan. Pragmatisme politik dengan kondisi kekinian tak bisa dihindari, bukan berarti tidak memiliki ideologi dalam berpolitik. Dengan kesempatan yang ada, maka berikanlah kontribusi positif bagi bangsa.

Kita percaya, AHY yang berlatar belakang militer berpangkat Mayor mampu menakhodai Kementerian yang mengurusi tanah di Indonesia ini. Dengan segala pengalaman, jenjang pendidikan, dan juga dinamika kepemimpinan yang telah dia buktikan selama ini. 

Jika Pensiunan Tentara lainnya harus menunggu jadi Jenderal baru kemudian menjadi Menteri, atau menunggu usia tua baru mendapatkan jabatan Menteri, tentu hal ini tidak berlaku pada AHY. 

Berpangkat Perwira Menengah, berusia relatif muda, namun kini bisa menjadi seorang Menteri. 

Saatnya kita melihat kerja-kerja cerdas dari peraih Bintang Adhi Makayasa tahun 1999 ini. Sebuah gelar yang diberikan oleh Akademi Militer berdasarkan aspek akademis, jasmani, dan kepribadian terbaik. 

Sesuai dengan Profesionalisme Militer, loyalitas dan bertanggung jawab kepada negara.[]

Penulis: Mirza Ferdian (Masyarakat Aceh/Alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda