Gencatan Senjata Tak Akan Lama, Tragedi Akhir Israel Menurut Al-Qur'an
Font: Ukuran: - +
Reporter : Teuku Alfin Aulia
Teuku Alfin Aulia, Founder Halaqah Aneuk Bangsa dan Mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. [Foto: dokpri untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina telah menjadi sorotan dunia selama beberapa dekade terakhir. Konflik ini menjadi isu yang sangat sensitif bagi jutaan, atau bahkan hampir miliaran manusia di seluruh penjuru bumi.
Sebagai salah satu konflik yang paling rumit sepanjang abad ini, konflik ini telah melahirkan puluhan resolusi perdamaian yang nyaris tak pernah efektif menghentikan pertikaian. Bahkan, tak sedikit dari berbagai resolusi tersebut yang hanya terwujud di atas kertas tanpa adanya penyelesaian yang nyata.
Beberapa waktu yang lalu, pihak Israel dan Hamas (Palestina) sepakat untuk menandatangani gencatan senjata yang “mengakhiri” perang langsung antara kedua belah pihak yang telah dimulai sejak 7 Oktober 2023. Di bawah mediasi beberapa negara Arab, seperti Qatar dan Mesir, serta Amerika Serikat, kesepakatan ini diumumkan di Doha pada 13 Januari 2025. Kesepakatan ini kemudian akan diimplementasikan seminggu setelahnya, mencakup tiga tahap utama yang menuntut penghentian operasi militer di Gaza, penukaran tahanan, hingga rekonstruksi Gaza pasca-perang.
Hal ini disambut dengan baik oleh seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali oleh 2 juta penduduk Gaza yang selama dua tahun terakhir telah menjadi sasaran pembalasan dendam Israel atas serangan Hamas ke beberapa wilayah mereka pada tanggal 7 Oktober 2023. Namun, apakah kesepakatan ini akan mengakhiri konflik ini secara penuh?
Kedua pihak, baik Israel maupun Hamas, dalam berbagai pernyataan resmi yang dibuat pasca-kesepakatan ini, masih melontarkan berbagai pernyataan sensitif mengenai perang ini. Di sisi Israel sendiri, kesepakatan ini terlihat ditolak dengan keras oleh kelompok sayap kanan pemerintahan. Tiga menteri kabinet Netanyahu mengundurkan diri setelah gencatan senjata di Gaza ditandatangani.
Netanyahu, selaku Perdana Menteri Israel, melalui pernyataannya di beberapa media menyatakan bahwa gencatan senjata di Gaza hanya berlangsung sementara dan mungkin dapat berakhir jika perang kembali diperlukan. "Jika kami dipaksa untuk melanjutkan perang, kami akan melakukannya dengan kekerasan," kata Netanyahu, seraya menambahkan bahwa Israel berhasil "mengubah wajah Timur Tengah" sejak perang dimulai.
Di sisi lain, Khaleel Hayya, salah satu pemimpin tertinggi Hamas, dalam siaran resmi Hamas yang dirilis melalui Telegram, menyampaikan bahwa rakyat Palestina akan terus mengingat kejahatan keji yang dilakukan musuh mereka (Israel). Hayya juga menyampaikan bahwa peristiwa 7 Oktober akan terus dikenang sebagai sebuah kebangkitan bersejarah bagi perjuangan rakyat Palestina.
Militer Israel nyaris tak mampu mewujudkan tujuan utama mereka untuk menghapus kekuatan Hamas dari poros Gaza, bahkan Palestina. Meskipun kedua tokoh utama yang memegang posisi tertinggi Hamas telah gugur selama dua tahun terakhir, ditambah dengan berbagai tokoh penting Hamas lainnya yang turut menjadi sasaran Israel selama beberapa tahun terakhir, nyatanya Hamas dapat kembali mengorganisir kekuatannya meskipun berbagai tokoh pentingnya telah gugur.
Permusuhan belum berhenti, dan kemungkinan berlanjutnya perang merupakan sebuah kenyataan yang sangat mungkin terjadi, bahkan dengan skala yang lebih luas. Gencatan senjata di Gaza memang sudah ditandatangani, namun Tepi Barat, di sisi wilayah Palestina lainnya, terus menunjukkan peningkatan konflik yang mencemaskan.
Pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di samping Israel juga merupakan hal yang sangat mustahil diwujudkan. Bukan hanya Hamas yang dalam ideologinya menolak keberadaan Israel; pihak Israel sendiri turut menolak rencana pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di sisi mereka.
Pada hari Kamis, 18 Juli 2024, Parlemen Israel telah meloloskan resolusi nasional yang menentang pembentukan negara Palestina. Sebagaimana dikabarkan Al Jazeera, Knesset menyatakan bahwa terbentuknya negara Palestina hanya akan menimbulkan bahaya eksistensial bagi negara Israel dan warganya, mengabadikan konflik Israel-Palestina, serta mengganggu stabilitas kawasan.
Konflik Israel-Palestina sejatinya tidak baru dimulai selama beberapa tahun terakhir. Sejak pendiriannya pada tahun 1948, Israel telah terlibat dalam berbagai front perlawanan rakyat Palestina. Bahkan, tak sedikit negara-negara Arab yang ada di sekitar wilayah Palestina ikut tersulut dalam konflik ini di beberapa waktu yang berbeda. Beberapa negara seperti Yordania, Mesir, Suriah, dan Lebanon pernah terlibat langsung dalam konflik melawan Israel.
Meski beberapa negara Arab telah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, nyatanya perdamaian tak akan tercapai tanpa terwujudnya negara Arab-Palestina yang berdaulat dengan kota suci Yerusalem sebagai ibu kotanya. Namun, seperti yang telah penulis paparkan di atas, hal ini sangat mustahil terwujud.
Akhir dari konflik ini sebenarnya sangat sulit untuk digambarkan. Namun, Al-Qur'an sendiri telah menjelaskan kejelasan dari konflik ini, hal ini turut diungkapkan oleh beberapa kalangan mufassir kontemporer abad ini. Entitas Zionis Israel yang berdiri dengan penuh kedzaliman di atas bumi Palestina sejak tahun 1948 digambarkan akan runtuh pada akhirnya.
Di dalam Al-Qur'an, Surah Al-Isra, Allah SWT berfirman:
"Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: 'Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.' Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu kesempatan untuk mengalahkan mereka. Kami menginginkan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar." (QS Al-Isra ayat 4-6)
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami membangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu, lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan Tuhanmu melimpahkan rahmat kepada kamu; niscaya Kami kembali (mengazabmu). Dan Kami jadikan neraka Jahanam penjara bagi orang kafir." (QS Al-Isra ayat 7-8)
Menurut Muhammad al-Rasyid, kesempatan kedua yang disebutkan dalam ayat dapat dipahami sebagai berikut:
“Allah memberikan kembali tanah mereka yang kedua kali dari musuhmu.” Berdirinya negara Israel tahun 1948, yaitu setelah mengalahkan musuh-musuhnya (pasukan Arab).
“Membantu dengan harta kekayaan yang melimpah.” Berupa bantuan dari Amerika dan donatur-donatur lainnya.
“Memberikan anak laki-laki yang kuat.” Terbukti bahwa sejak kedatangan Israel ke Palestina, populasi penduduk lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
“Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” Terbukti pada perang tahun 1948 dan 1967, tentara Israel tiga kali lipat lebih banyak dibanding tentara Arab.
Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya'rawi, seorang ulama tafsir Al-Azhar Mesir, pernah menyampaikan dalam tafsirnya terkait ayat di atas bahwa kini umat Islam sedang menantikan janji Allah SWT. Beliau menyebutkan bahwa umat Islam harus hidup dengan keadaan yang lurus dan tak melenceng dari jalan-Nya serta terus memperbaiki kondisi mereka, agar Allah mempercepat janji-Nya.
"Dan kemudian Allah akan memenuhi janji-Nya, di mana kita akan memasuki Masjid Al-Aqsha, dan kita akan mempunyai kesempatan terakhir melawan mereka. Ini adalah janji yang akan datang, yang tidak diragukan lagi," tutur beliau.
Syaikh As-Sya'rawi juga menegaskan bahwa kerusakan kedua yang dilakukan Bani Israel adalah apa yang terjadi sekarang, karena orang-orang Yahudi akan berkumpul di satu tanah air sehingga janji Tuhan untuk melenyapkan mereka akan terwujud. Hal ini didasarkan pada ayat berikut:
"Dan setelah itu Kami berfirman kepada Bani Israil, 'Tinggallah di negeri ini, tetapi apabila masa berbangkit datang, niscaya Kami mengumpulkan kamu dalam keadaan bercampur baur.'" (QS Al-Isra ayat 104).
Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa pendapat mufassir modern lainnya, seperti Sayyid Qutub yang menyebutkan akhir tragis Israel akibat kezaliman mereka seperti yang telah digambarkan dalam Surah Al-Isra di atas. [**]
Penulis: Teuku Alfin Aulia (Founder Halaqah Aneuk Bangsa dan Mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir)