kip lhok
Beranda / Kolom / Kemiskinan Struktural

Kemiskinan Struktural

Jum`at, 26 Januari 2018 17:28 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : ampuh devayan
ilustrasi kemiskinan


Berbagai media meliris berita mengenai kemiskinan Aceh. Mirisnya, Aceh menjadi juara kemiskinan dengan posisi peringkat dua termiskin di Sumatera. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, tingkat Nasional, Aceh masuk peringkat 6 sebagai provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak (BPS, 2/1/2018).

Hal tersebut berbanding terbalik dengan total anggaran yang dikucurkan pemerintah Pusat kepada Aceh. Provinsi Aceh dan kabupaten/kota se Aceh pada tahun anggaran 2018 memperoleh alokasi dana transfer dan dana desa sebesar Rp 34 triliun lebih. 

Kita yang awam sulit percaya, dengan cucuran dana triliun tapi persentase rakyat miskin besar, jalan banyak berlobang, dan berlumpur juga banyak, anak-anak sekolah di daerah terpencil masih harus menyebrangi sungai dengan kabel karena tidak ada jembatan, belum lagi pelayanan air bersih dan listrik yang seminggu tiga kali ngadat. Akses pelayanan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan yang layak, sehingga pengangguran terus bertambah.

Mungkin benar apa yang disatir Cak Lontong (komidian), katanya, kemiskinan di negeri ini berhasil diturunkan. Artinya, berlansung secara turun temurun. Jika kakeknya miskin, lalu diturunkan kepada anaknya, menurun lagi kepada cucunya, sampai keturunan berikut dan seterusnya. Istilah kids jaman now disebut kemiskinan secara struktural, turun temurun, berkelanjutan dan massif. Kemiskinan ini akan sulit dilepas, karena sulitnya kesempatan dan lemahnya kemampuan serta komitmen meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yang rendah.

Sebagaimana kita ketahui kemiskinan adalah akibat keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, papan, dan pangan. Penyumbang utama karena sulitnya akses terhadap pendidikan dan juga pekerjaan. Dan itu memang sudah ada sejak dahulu. Itu hanya pengertian umum, karena istilah kemiskinan ada yang mehamai secara obyektif dan komparatif. Ada yang melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Juga memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Dulu, orang miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dalam ukuran modern masa kini, mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan kesehatan, dan kemudahan lainnya yang tersedia. Inilah yang disebut kemiskinan structural.Kemiskinan yang terjadi tidak hanya karena ketidakmampuannya tapi juga kesempatan untuk merubah kehidupannya kearah yang lebih baik.

Itu yang sesungguhnya realitas dialami rakyat Aceh. Kenapa? Karena masih sulitnya mendapat peluang kerja bagi mereka yang membutuhkan. Di sini fungsi dan persan pemerintahan, seharusnya membuka peluang dan lapangan pekerjaan. lembaga-lembaga pemerintah yang berhubungan langsung dengan masalah pembangunan dalam rangka mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, membuka ruang bagi akses sumberdaya manusia, bukan sebaliknya. Sebab, belum terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti sandang, papan, dan pangan. Penyumbang utama karena sulitnya akses terhadap pendidikan dan juga pekerjaan.

Untuk mengatasi kemiskinan structural, maka konsep pembangunan harus total bukan dilakukan separuh jadi. Lihat saja bagaimana proyek-proyek pembangunan separuh jadi yang akhirnya terbengkalai karena ditinggalkan oleh pekerjanya. Sebuah contoh kecil saja, pembangunan jalan yang sedang dikerjakan, kemudian harus dihentikan, maka akibatnya kemudian adalah yang ada hanya tumpukan pasir, batu dan tanah gunung yang terbengkalai diruas jalan, karena harus dihentikan akibat matinya anggaran.

Konsep pembangunan seperti itu tidak bedanya dengan konsep perang gerilya, yaitu suatu konsep yang sasarannya "dilakukan" tanpa arah, tidak penting sempurna atau tidak, yang penting adalah adanya serangan dengan cepat dan meninggalkan akibat, baik akibatnya kecil atau besar. Konsep perang grilya yang kemudian dikenal "hit and run", yaitu menyerang dan lari. Kena sasaran atau tidak, menjadi tidak penting dalam sistem perang ini. Konsep pembangunan seperti ini telah menyebabkan beberapa daerah terpencil tetap pada keadaannya tertinggal dan miskin secara terstruktur.

Kemiskinan struktural yang hadir bukan karena takdir. Bukan karena kemalasan atau karena keturannya miskin, akan tetapi akibaf suatu usaha pemiskinan. Pemiskinan yang dilakukan oleh sebuah sistem Negara. Para pakar strukturalis menyatakan bawah kemiskinan ini timbul karena adanya hegemoni dan karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa, dimana orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.

Siapa pun tak ada yang menghendaki dirinya bodoh dan miskin. Setiap manusia berharap bisa hidup berkecukupan dan tak terbelakang. Namun, dalam realitas harapan tersebut terkubur dan kandas oleh kondisi yang memaksa, struktur yang menindas. Rakyat miskin dan bodoh juga akibat tidak berfungsinya sistem yang ada karena mereka yang mengendalikan tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Para pengelola yang ditempatkan tidak sesuai kompetensinya (one man in the wrong place).

Nabi Muhammad saw, rasul sepanjang masa, mengingatkan agar tidak pernah sekali kali menempatkan orang pada suatu tempat yang bukan ahlinya. Beliau saw juga bersabda, janga sekali-kali memperlakukan orang yang terdzalimi, orang yang kesusahan, orang yang melarat dan orang yang miskin, sebab doa orang-orang tersebut sangatlah mustajab dan langsung diijabah Allah swt. (ampuh devayan)



Keyword:


Editor :
Ampuh Devayan

riset-JSI
Komentar Anda