Menggali Makna Interseksionalitas Gender di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Jasmine At-thahirah
Jasmine At-thahirah, Mahasiswa Ilmu politik UIN Ar-Raniry. [Foto: dokumen pribadi untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Kesetaraan gender dan keadilan sosial sering kali dipandang sebelah mata, terutama di Aceh, yang dikenal dengan budaya konservatif dan nilai-nilai tradisional yang kuat. Namun, pemahaman tentang interseksionalitas dapat menjadi langkah awal untuk membuka pandangan masyarakat bahwa ketimpangan bukan hanya soal laki-laki dan perempuan, melainkan juga berbagai bentuk diskriminasi berbasis ras, kelas, suku, dan disabilitas.
Sering kali orang menganggap remeh mengenai interseksionalitas gender, lalu tidak bisa membedakan antara gender dan jenis kelamin. Padahal gender ialah suatu perbedaan sifat dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, sedangkan jenis kelamin adalah perbedaan biologis maupun perbedaan alat reproduksi laki-laki dan perempuan.
Padahal jika di telaah lebih lanjut representasi perempuan diperlukan, dikarenakan perbedaan inklusi dan kepentingan dengan memberikan otoritas kepada perempuan, dan pentingnya keterwakilan dari 2 komponen masyarakat yaitu laki-laki dan perempuan, jadi bukan berarti peran perempuan harus di nomor dua-kan. Karena perbedaan dan pengalaman unik perempuan hanya dirasakan oleh perempuan, keterwakilan perempuan penting agar meningkatnya partisipasi dan motivasi untuk perempuan yang lain.
Dalam Stadium General yang dilaksanakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu pemerintahan di Universitas Islam Negeri Ar-raniry Banda Aceh mengenai “Interseksionalitas dalam Perspektif Gender dan Keadilan Sosial di Aceh”, Dessy Setiawaty dari Yayasan Kesejahteraan Perempuan Indonesia (YKPI) menyampaikan poin penting kelompok rentan tidak bisa dipahami secara tunggal. Ia menyebutkan bahwa perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas adalah contoh dari kelompok yang kerap menghadapi ketidakadilan dalam berbagai dimensi.
"Isu gender tidak hanya harus dari perempuan, namun ketimpangan lain juga termasuk seperti perbedaan ras, suku, kasta, kelas dan variabel lain. Hal ini yang dimaksud interseksionalitas," kata dessy
Dessy juga menekankan di dalam interseksionalitas terdapat kelompok rentan yang tidak hanya dari perempuan, tapi anak-anak dan disabilitas termasuk kelompok rentan.
Hal ini menarik, karena di Aceh, kesetaraan gender sering kali dianggap kurang penting. Banyak masyarakat masih menganggap peran perempuan hanya sebatas domestik, meski faktanya perempuan memiliki pengalaman unik yang tidak bisa sepenuhnya dipahami oleh laki-laki. Pengalaman tersebut seharusnya menjadi dasar kuat untuk memastikan keterwakilan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pengambilan keputusan.
Sementara itu Bayu Satria, pendiri Youth ID, menambahkan bahwa kerentanan tidak hanya dimiliki oleh satu kelompok tertentu, tetapi bersifat multidimensi. Setiap individu memiliki tingkat kerentanan yang berbeda, tergantung pada latar belakang dan pengalaman hidupnya. Namun, perempuan sering menjadi sasaran penindasan berbasis gender, seperti eksploitasi tenaga kerja, diskriminasi gaji, hingga kekerasan berbasis gender seperti pemerkosaan.
Opresi semacam ini menunjukkan bahwa kesetaraan gender tidak hanya soal memberi hak yang sama, tetapi juga menghapus hambatan yang selama ini menghalangi perempuan untuk maju. Di sisi lain, masyarakat Aceh perlu memahami bahwa memperjuangkan hak perempuan bukan berarti menomorduakan laki-laki, tetapi menciptakan keseimbangan yang lebih adil antara dua komponen masyarakat.
Oleh karena itu sebagai generasi muda yang menjadi agen perubahan mendatang dan akan memiliki peran sentral kita harus merubah pandangan dan mengambil langkah positif untuk membangun lingkungan yang berkeadilan sosial, dan merubah realitas sosial yang meningkatkan kesetaraan gender, melalui hal kecil terlebih dahulu seperti tidak menganggab remeh orang lain maupun memperjuangkan hak-hak wanita dan kelompok rentan agar kestabilan gender meningkat.
Karena pemberdayaan perempuan maupun kelompok rentan lainya tidak hanya memberikan manfaat bagi individu, namun juga memperkuat komunitas dan transformasi pembangunan sosial secara keseluruhan. [**]
Penulis: Jasmine At-thahirah (Mahasiswa Ilmu politik dari UIN Ar-Raniry)
- Mahasiswa UIN Ar-Raniry Gelar Diskusi Eksistensi Partai Politik Lokal dalam Pilkada 2024
- Pejuang Disabilitas Aceh: Pilkada Damai Dimulai dari Kebebasan Memilih Tanpa Intimidasi
- SLPI Dorong Kesetaraan Gender di Sektor Kelapa Sawit Melalui Praktik Berkelanjutan
- Sosialisasi ULD Disnaker, Perusahaan di Nagan Raya Diwajibkan Rekrut Pekerja Disabilitas