Pendidikan Jadi Katalisator Perubahan Isu Kesetaraan Gender dan Keadilan Sosial di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alqadri Naufal Akbar
Alqadri Naufal Akbar, mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: for dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Kegiatan Stadium General yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry tema "Menggali Interseksionalitas dalam Isu Gender dan Keadilan Sosial di Aceh," merupakan langkah yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya mahasiswa, tentang isu-isu gender dan keadilan sosial. Dalam konteks Aceh, yang memiliki tantangan sosial dan budaya yang kompleks, diskusi ini menjadi sangat relevan untuk mendorong perubahan positif.
Tantangan Kesetaraan Gender
Kita perlu menyoroti bahwa banyak perempuan di Aceh menghadapi kerentanan berkelanjutan akibat dominasi laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini mencerminkan perlunya perubahan pola pikir di masyarakat. Kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender harus ditanamkan sejak dini, tidak hanya kepada perempuan tetapi juga kepada laki-laki. Pendidikan yang inklusif dan dialog terbuka dapat menjadi kunci untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap peran gender.
Pendidikan sebagai Katalisator Perubahan
Kita perlu melakukan perubahan dan melihat pentingnya pendidikan dalam memberdayakan perempuan. Mendidik perempuan tentang hak-hak mereka dan memberikan mereka sumber daya yang diperlukan adalah langkah awal yang bagus untuk mengurangi kerentanan. Namun, pendidikan ini harus bersifat inklusif, melibatkan laki-laki sebagai mitra dalam perjuangan kesetaraan. Seperti melibatkan suami dan anggota keluarga lainnya, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan untuk berkembang.
Kebijakan yang Mendukung Kesetaraan
Satu hal yang perlu ditekankan adalah perlunya kebijakan yang lebih proaktif dari pemerintah untuk mendukung kesetaraan gender. bahwa saat ini belum ada kebijakan yang secara khusus menguntungkan perempuan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan sosial. Ini adalah tantangan besar bagi para pembuat kebijakan untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya memperhatikan kepentingan satu gender, tetapi juga memastikan akses yang setara bagi semua individu.
Ruang untuk Generasi Muda
perhatian khusus juga harus diberikan kepada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Kurangnya aksesibilitas fasilitas pendidikan dan sosial bagi mereka menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Generasi muda, khususnya Gen Z, memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam hal ini. Dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berbicara dan mengembangkan ide-ide kreatif, seharusnya dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Secara keseluruhan, kegiatan ini menunjukkan bahwa ada harapan untuk menciptakan masyarakat Aceh yang lebih adil dan setara. Dengan meningkatkan kesadaran akan isu gender dan keadilan sosial melalui pendidikan dan kebijakan yang mendukung, serta melibatkan generasi muda dalam proses perubahan, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk masa depan.
Mari kita dukung upaya-upaya ini agar semua individu di Aceh tanpa memandang gender atau kondisi, dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan masyarakat. Kesetaraan gender bukan hanya tanggung jawab perempuan; ini adalah tanggung jawab bersama kita semua. [**]
Penulis: Alqadri Naufal Akbar (mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry Banda Aceh)