Beranda / Kolom / Saatnya Menguji Etikabilitas Calon Walikota Banda Aceh

Saatnya Menguji Etikabilitas Calon Walikota Banda Aceh

Minggu, 11 Agustus 2024 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aryos Nivada

DIALEKSIS.COM | Kolom - Hari ini ada kegiatan yang cukup menantang yaitu Panggung Talkshow Kritis dengan tema “Sosok Ideal yang Banda Aceh di Masa Depan.” Kegiatan yang digelar di SR Cafe & Food Lamnyong ini menghadirkan Fajran Zain, Masrul Aidi, M Syauqi Umardhian dan Dedi Muhardi. 

Saya yang juga dipercayai sebagai narasumber ikut juga menyampaikan pandangan-pandangan kritis dan karena saya pandang penting maka saya putuskan untuk menyampaikannya kembali melalui media, dengan formulasi yang lebih kaya. 

***

Ada kisah yang masih dipuji hingga hari ini. Padahal, itu kejadian Januari 2018. Seorang pejabat Inggris bernama Michael Batee memilih mundur hanya karena terlambat satu menit menghadiri sesi tanya jawab di parlemen. 

Michael Bates merupakan anggota House of Lords dan politisi Partai Konservatif, juga menjabat sebagai Menteri Junior di Departemen Pembangunan Internasional Inggris.

Meski pengunduran diri Bates ditolak oleh PM May. PM May tapi semua orang tersentuh dengan etikabilitas Bates. Sebagai pejabat publik dia sangat menghormati mitra kerjanya. 

Bukan hanya lelaki, 'Moral call' juga diperlihatkan oleh Menteri Dalam Negeri Britania Raya, Suella Braverman, yang mundur dari jabatannya usai insiden hanya gara-gara dirinya mengirimkan email urusan kenegaraan menggunakan email pribadi. 

“Berpura-pura bahwa kita tidak bikin salah, melanjutkan pekerjaan seolah-olah tidak ada orang yang melihat kita bikin kesalahan, dan berharap semuanya bakal baik-baik saja secara ajaib, itu bukanlah politik yang serius," tulis Suella Braverman, politikus perempuan keturunan India yang baru menjabat 43 hari.Tentu banyak contoh dari berbagai negeri modern di belahan dunia lainnya yang semakin mementingkan aspek etikabilitas dibanding aspek intelektualitas apalagi sebatas aspek popularitas dan elektabilitas jika dalam uji memilih pemimpin.

Banda Aceh yang dikenal sebagai negeri yang kosmopolitit dari zaman dahulu sudah selayaknya menerapkan uji etikabilitas kepada calon pemimpin, baru kemudian mempertimbangkan aspek intelektualitas, popularitas dan elektabilitasnya. Tanpa didukung oleh 'moral call' yang kuat maka pemimpin yang terpilih hanya akan membebani rakyat Banda Aceh. 

Untuk apa ada wali kota bila yang maju adalah dirinya dan keluarga serta kroninya, sementara rakyatnya berkubang dalam problem yang tak tak selesai-selesai. Rakyat memang disuguhkan dengan berbagai atraksi kegiatan yang berbau religius tapi manfaatnya justru untuk menjaga citra wali kota semata. Usai kegiatan, rakyat kembali berkubang dengan problem hidup yang buat pikiran sempit, buat hidup makin rumit. 

Etikabilitas itu bukan sesuatu yang abstrak. Dia bisa ditelusuri jejaknya pada masing-masing kandidat wali kota yang ada, termasuk dari tingkah laku para tim suksesnya. Coba saja lihat pada bagaimana antar kandidat berkomunikasi dan berinteraksi dalam memperoleh dukungan partai. 

Bagi kandidat yang tidak memiliki moral call atau tidak punya etika, pasti akan memperlakukan calon pasangannya sebagai budak politik untuk meraih dukungan partai. Pada saat yang sama dia tanpa beban moral menerapkan pola interaksi yang membuat semua dalon pendampinnya jadi saling curiga satu sama lain. 

Jika ingin lebih jauh, etikabilitas juga bisa ditelusuri dari perjalanan kepemimpinan para calon, khususnya calon yang sudah pernah menjadi wali kota atau jabatan lainnya yang berurusan dengan publik. 

Coba saja pelajari harta kekayaan para calon selama menjabat. Jika ditemukan alasan tidak masuk akal maka itu pertanda bahwa ada masalah dengan etikabilitas. Bisa juga dipelajari dari aspek politik klaim. Jika pejabat sering melakukan klaim pada satu urusan yang sifatnya umum tapi disebut sebagai hasil perjuangan pribadi, maka itu juga ada masalah dengan etikabilitas. 

Misalnya saja soal bantuan beasiswa. Jika itu diklaim sebagai buah dari perjuangan maka jelas salah senan tanpa diperjuangkan tetap itu wajib dilakukan karena sudah menjadi maksud dan tujuan negara ini didirikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Sekali lagi, banyak alasan yang dapat dipakai untuk memilih seseorang. Bisa karena populer, bisa karena intelek, bisa karena daya tarik. Tapi, bagi orang kota yang sudah hidup dengan standar modern, sepatutnya menaikkan standar diri yaitu meletkkan dasar pilihan utama pada etikabilitas baru kemudian pada intelektualitas,’popularitas dan elektabilitas. Layak dipilih bisa jadi, tapi apa patut dipilih, ini lebih mencirikan orang kota. []

Penulis: Masyarakat Kota Banda Aceh sekaligus akademisi FISIP USK

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda