kip lhok
Beranda / Kolom / Sedekah Perampok Budiman

Sedekah Perampok Budiman

Rabu, 22 Desember 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Bila karena sedekah seseorang akan masuk ke surga, maka kalangan politikus khususnya mereka yang menduduki jabatan publik, lebih banyak menghiasi surga. Namun kalau ditanya dari mana sumber uangnya, maka para politikus itu tidak ada di luar neraka.

Saya jadi teringat dengan susunan kalimat yang pernah diucapkan seorang sahabat, dia politikus, pernah duduk di lembaga terhormat sebagai wakil rakyat. Awalnya saya tersentak dengan pernyatannya.

Namun setelah saya renungi ada benarnya juga apa yang disampaikanya. Sedekah perampok budiman, yang membagi-bagikan hasil jarahannya. Demikian kesimpulan saya atas pernyataanya.

Para pemain politikus, khususnya ketika dilangsungkan pesta rakyat, politikus yang mana yang tidak “bersedekah”. Beragam bentuk sedekah ditabur demi mendapatkan simpati dan dukungan. Mulailah mengumbar janji manis.

Para simpatisan juga memanfaatkan moment ini untuk “minta sedekah”. Beragam cara juga disampaikan, mulai dari permintaan hal yang paling kecil sampai dengan komitmen janji bila nanti sudah meraih jabatan.

Dampak dari sedekah dipaksa dan terpaksa ini mempengaruhi tatanan kehidupan. Mulai bermunculah perampok budiman. Mereka yang sudah menaburkan sedekah berupaya mencari “modal” untuk dapat kembali bersedekah dan untuk memenuhi kebutuhan kehidupanya.

Muncullah perampok budiman. Mulailah bermunculan “penjarah” uang negara, penjarah uang rakyat, walau hasil jarahanya ada yang dibagi-bagikan ke rakyat. Fenomena ini sudah menghiasi hampir seluruh penjuru negeri.

Maka tidaklah heran, di satu daerah ada yang harus menggenakan baju oranye, harus berani mempertanggungjawabkan perbuatanya. Atau ada yang luput, mungkin karena nasip atau karena lihai dalam bermain, dia tidak terperangkap baju oranye.

Ada istilah uang hantu dimakan setan. Mendapatkan uang yang dijadikan sebagai modal sedekah ini bersumber dari hantu dan dikembalikan ke setan, ahirnya uang itu tidak berkah dan hilang tidak berbekas.

Tidak lagi menjadi rahasia bila dalam sebuah paket proyek ada uang fee. Sudah banyak dari mereka yang harus berurusan dengan hukum karena suap menyuap, uang fee, terjerat korupsi grafitasi. Namun pelakunya terus bermunculan.

Bagaikan bermain kucing-kucingan, seperti bermain judi. Bila mujur maka mereka akan terbebas dari baju oranye. Bila naas, jeruji besi siap menanti.

Lihatlah di Bumi Pertiwi, berapa banyak yang sudah masuk jeruji besi karena menjarah harta negara, memakan uang rakyat. Walau sebagian dari mereka ada yang menyedekahkan kembali uang hasil jarahan itu kepada sekelompok rakyat.

Di Aceh misalnya, calon calon yang akan mengenakan dan sudah mengenakan baju oranye cukup banyak. Hampir disetiap penjuru kota di Aceh mencuat kasus korupsi, bermunculan perampok budiman. Bermunculan manusia memperkaya diri.

Untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 ada 18 kegiatan yang diduga bermasalah. Hasil audit BPKP seperti yang dikatakan Kepala Perwakilan BPKP Aceh, Indra Khaira Jaya, di dua tahun ini ada kerugian negara mencapai Rp 44,4 miliar.

Untuk tahun 2020 ada 10 hasil audit dan tahun 2021 ada 8 kasus yang diteliti. Belum lagi kasus tahun sebelumnya, belum lagi dugaan korupsi hasil “endusan” KPK. Calon calon pemakai baju oranye cukup banyak.

Saya jadi teringat dengan Robin Hood, ada dua kisah dalam sejarahnya. Pertama disebutkan dia sebagai perampok budiman yang mencuri uang dari pejabat dan para konglemerat untuk dibagikan ke rakyat. Versi lain menyebutkan, Robin Hood tidak melakukan perampokan. Namun dia membela kaum yang lemah.

Bisa jadi di Aceh, atau di bumi pertiwi bermunculan Robinhood versi pertama yang melakukan perampokan secara halus, menggeroti uang negara, uang rakyat, sebagianya ada yang dikembalikan kepada rakyat melalui “sedekah”.

Bahkan mereka ada yang mengelu-elukanya, menjadikan sebagai tempat mengadu, bermohon bantuan. Kelompok penerima sedekah juga punya andil menciptakan sejumlah perampok budiman. Mereka meminta sedekah, menuntut janji manis, yang menyebabkan pemberi sedekah harus melakukan perampokan.

Apakah tidak boleh bersedekah? Sangat boleh dan dianjurkan, demi membantu sesama. Namun yang menjadi persoalan rejeki sumber sedekah itu dari mana? Apakah hasil keringat sendiri, sehingga sedekahnya menjadi berkah, atau hasil jarahan?

Memang masih banyak yang punya nurani, tidak mau bersedekah dengan menjarah uang negara. Namun memberi sedekah hasil tetesan keringat dan berharap pahala dan berkah. Mereka yang punya nurani seperti ini berpeluang selamat.

Bukan hanya selamat dari jeratan hukum dan penghukuman publik, namun akan berpeluang selamat dari hukuman sang pencipta. Sang maha segala-galanya akan memberikan ganjaran sedekahnya dengan pahala, kemudan dan rejeki yang berlimpah, berkah.

Namun bagi mereka yang bersedekah karena “perampok budiman”, bukan hanya akan berhadapan dengan hukum di dunia, kelak perbuatanya akan diminta pertanggungjawaban. Tidak ada yang luput dari pertanggungjawaban.

Bersedekahlah, namun jangan karena sedekah mengantarkan Anda ke pintu neraka. Di dunia Anda akan mendapat hukuman, di hari kemudian akan diminta pertanggungjawaban.

Jika karena sedekah seseorang akan masuk ke surga, maka yang banyak bersedekah berpeluang menghuni surga. Namun, jangan karena sedekah Anda berpeluang ke gerbang neraka. Sedekah perampok budiman. **** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda