kip lhok
Beranda / Kolom / Taat Perintah Tanpa Logika Berbuah Petaka

Taat Perintah Tanpa Logika Berbuah Petaka

Sabtu, 27 Agustus 2022 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Mengapa ada manusia yang taat perintah tanpa menggunakan logika dan mengandalkan hati nurani? Hasilnya tentu akan berbuah petaka. Setia yang membabi buta, tidak layak dan pantas disandang manusia yang diberikan Tuhan akal dan pikiran.

Namun dunia telah mencatat sejarah, banyak manusia yang taat menjalankan perintah tanpa menggunakan logika dan hati nurani. Doktrin yang sudah merasuk ke jiwanya, akan dijalankan dengan segenap pengorbanan, bahkan ada yang bertaruh dengan nyawa.

Setia kepada perintah melakukan kebajikan sesuai dengan tuntunan, memberi manfaat kepada mahluk, tidak melanggar aturan dan norma norma adalah sesuatu keharusan yang musti dilakukan manusia. Walau harus bertaruh nyawa, banyak manusia yang ihlas melakukanya, karena tuntutan jiwa dan fitrah manusia.

Namun bagaimana dengan perintah untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar, membuat kerusakan, melahirkan permusuhan, serta menyengsarakan mahluk lainya di muka bumi ini, apakah perintah itu juga harus dilakukan?

Saya jadi merenung dengan Kasus Irjen Ferdy Sambo yang membuat negeri ini geger dan tidak hentinya menjadi pembahasan. Mengapa perintah melakukan kejahatan, sampai menghilangkan nyawa masih ada manusia yang mau melakukanya?

Bahkan karena sekenarionya 83 personel polisi dari pangkat jenderal sampai dengan pangkat dibawah ikut terbawa-bawa. Dari personel yang diperiksa ini, 35 diantaranya diduga melanggar etik kepolisian dalam menjalankan tugas.

Bukan hanya sampai disitu, publik juga diriuhkan dengan uang haram, perjudian, serta jaringan mafia. Muncullah isu konsersium 303. Rakyat di bumi pertiwi ini, berbagai elemen sampai wakil rakyat membahasnya.

Sambo sudah dipecat dengan tidak hormat dan akan mengikuti persidangan di pengadilan atas kasus pembunuhan berencana. Bagaimana kisah selanjutnya, kita ikuti saja perkembanganya.

Di dunia ini kejahatan dan kebaikan senantiasa bertarung. Tuhan memberikan akal dan pikiran kepada manusia untuk menentukan pilihan jalan mana yang harus diambilnya. Namun walau aturan Tuhan sudah ditetapkan, banyak manusia yang menentukan pilihan bukan pada jalan sesuai aturan.

Dalam tatanan Islam, ada perintah haram untuk diikuti walau itu yang memberikan perintah orang tua kandung kita. Tuhan mengharamkan kita mengikuti perintahnya apabila melakukan perbuatan syirik, melakukan berbagai kemaksiatan.

Surat Luqman ayat 15 dengan tegas menyebutkan walau kita diharamkan untuk mentaati perintahnya berbuat syirik dan kemaksiatan, namun kita harus tetap memperlakukanya dengan baik, karena mereka adalah orang tua kita.

Perintah orang tua kita saja tidak wajib kita taati bila untuk berbuat kemaksiatan, lantas bagaimana dengan perintah orang lain, pimpinan tempat kita bekerja misalnya, atau para penguasa yang berkuasa?

Disanalah logika dan nurani kita diuji, apakah kita punya prinsip hidup untuk menentukan pilihan, atau kita akan ikut dalam pusaran kejahatan.

Ada yang berani tidak taat perintah (berbuat maksiat), walau dia harus menerima konsekwensi dari sikapnya. Dan itu adalah pilihan seorang kesatria yang berani menentukan sikap dan siap menghadapi resiko dari keputusanya. Harga diri tidak digadaikan.

Ketika seseorang sudah punya prinsip hidup teguh pada pendirian sesuai nurani dan aturan, dia akan berani tidak taat perintah untuk melakukan kemaksiatan, walau apapun resiko yang kelak akan diterimanya.

Namun ada juga yang nekat taat perintah melakukan kemaksiatan, ujungnya akan berbuah petaka. Sesuatu kejahatan lambat laun akan ketahuanya juga. Siapa yang menabur dia akan menuai. Setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawabanya di hadapan Tuhan dan manusia.

Catatan sejarah dibelahan dunia sudah mengukir banyaknya perintah untuk melakukan kemaksiatan, dimana masih tetap ada manusia mengikutinya. Kejahatan dan kebenaran akan senantiasa terus berperang, selama manusia memiliki nafsu, sejarah itu terus berulang.

Semuanya kembali kepada manusia dalam mengendalikan diri dan menyikapinya. Ada yang mengandalkan nurani dan logika, namun ada juga yang mengandalkan kesetiaan membabi buta.

Ada yang punya prinsip hidup tegas dan jelas, mengikuti alur kehidupan sesuai tatanan, namun banyak juga yang terbuai dalam fatamorgana dunia. Semua pilihan itu ada pada kita, kembali pada kita mau memilih jalan yang mana. *** Bahtiar Gayo/ Pimred Dialeksis.com


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda