kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Aryos Nivada : “Wacana Perpanjangan Periodisasi Jabatan Kepala Daerah Mengancam Demokrasi Lokal”

Aryos Nivada : “Wacana Perpanjangan Periodisasi Jabatan Kepala Daerah Mengancam Demokrasi Lokal”

Senin, 27 September 2021 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Humas Dinsos Aceh.


DIALEKSIS.COM | Nasional - Pakar otonomi daerah Prof. Dr. Djohermansyah Djohan mengusulkan agar masa jabatan 271 kepala daerah yang habis sebelum 2024 diperpanjang, baik ditambah 1 tahun maupun 2 tahun. Jika pemerintah mempertimbangkan opsi itu, Bisa dipastikan penyimpangan terhadap UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, tentunya harus direvisi. 

Merespon hal pemikiran Prof Djohermansyah, Akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala, Aryos Nivada menyampaikan wacana perpanjangan Periodisasi jabatan kepala daerah saat ini menjabat (petahana) akan mengancam proses demokratisasi politik lokal, bahkan kemunduran dari esensi demokrasi itu sendiri. Selain itu wacana ini melabrak hukum karena dari segi regulasi menegaskan masa jabatan kepala daerah adalah 5 tahun dan tidak bisa diperpanjang. 

“ Pasal 162 UU Pilkada sudah menegaskan dengan sangat jelas bahwa kepala daerah baik di level provinsi maupun kabupaten/kota memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 kali masa jabatan. Sedangkan mekanisme pengisian kekosongan jabatan kepala daerah diisi oleh penjabat kepala daerah sudah tegas diatur dalam Pasal 201 ayat 9, ayat 10 dan ayat 11. Tidak ada celah perpanjangan jabatan kecuali UU Pilkada direvisi. Namun itu tentu akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi karena UU dapat berubah mendadak hanya karena ada pertimbangan politis sesaat.” Ucap Aryos Pengamat Politik dan Keamanan melalui siaran pers kepada media, Senin (27/9/2021). 

Pendiri Jaringan Survei Inisiatif ini menegaskan apabila menggunakan kacamata dimensi politik, peluang petahana untuk membangun infrastruktur politik akan semakin besar ketika petahana diberikan ruang memperpanjang masa jabatannya. Padahal maksud Undang Undang Pilkada agar petahana yang habis masa jabatannya diganti penjabat kepala daerah agar terciptanya stabilisasi keamanan, politik, maupun sosial sekaligus menjamin terciptanya kompetisi yang adil diantara peserta Pilkada. 

“Hal lain dapat kita baca muara kepentingan parpol penguasa akan cenderung diuntungkan dengan perpanjangan masa jabatan petahana. Disini akan tercipta kondisi tidak demokratis. Yang paling parah, perpanjangan Periodisasi jabatan petahana membuka peluang tercipta gejolak antara eksekutif dan legislatif” jelas Alumnus Universitas Gadjah Mada ini.

Selain itu bagi daerah yang memiliki pemimpin yang bobrok dan tidak becus dalam tata kelola pemerintahan, karena kepemimpinan tidak punya kapasitas, menurut Aryos perpanjangan masa jabatan justru akan menjadi kontraproduktif bagi keberlangsungan pemerintahan lokal setempat menjadi lebih baik kedepannya.

“Misal ada pemimpin yang daya serap anggaran lemah, komunikasi politik buruk, tidak jelas dalam pengelolaan manajemen birokrasi pemerintahan dan urusan lainnya. Cenderung sibuk urusan pribadinya. Bila pemimpin seperti ini diperpanjang masa jabatannya dapat dibayangkan seperti apa pengelolaan persiapan Pemilu didaerah tersebut”cetus aryos.

Aryos mengakhiri berujar daripada mengeluarkan wacana yang bertentangan dengan regulasi semacam perpanjangan Periodisasi jabatan petahanan, justru akan lebih baik apabila wacana yang dibangun saat ini adalah bagaimana mempersiapkan calon calon penjabat kepala daerah yang profesional dan non partisan dari kepentingan politik lokal. 

“paradigma yang menurut saya perlu sekali dibangun saat ini adalah bagaimana mempersiapkan kalangan pejabat kepala daerah harus dari kalangan yang menjunjung profesionalisme dan bebas dari intervensi maupun kepentingan politik lokal. Perlu penjabat kepala daerah yang komunikatif, menguasai manajemen konflik, mampu memisahkan aspek kepentingan politik. Hal ini sangat penting karena peran penjabat kepala daerah sangat vital dalam proses transisi kekuasaan lokal. Jadi tidak relevan dan cenderung mengada-ada, bahkan bernuansa penggiringan kepentingan tertentu ketika harus membangun wacana perpanjangan jabatan petahana” pungkas Aryos.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda