Bank Dunia Prediksi Ekonomi Indonesia Pulih di Agustus 2020
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi: Bank Dunia. (Foto file - Anadolu Agency)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kondisi perekonomian Indonesia akan mulai terbuka dan kembali pulih dari tekanan dampak pandemi COVID-19 pada Agustus tahun ini. Pernyataan tersebut disampaikan Country Director Bank Dunia Indonesia, Satu Kahkonen. “Ekonomi Indonesia akan kembali terbuka penuh pada Agustus (tahun ini),” katanya dalam acara Indonesia Economic Prospects (IEP) Bank Dunia edisi Juli 2020 di Jakarta.
Satu Kahkonen menyatakan perkiraan mulai pulihnya ekonomi Indonesia pada Agustus menjadi salah satu dari tiga asumsi Bank Dunia dalam memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini.
Dia mengatakan, pihaknya memprediksi ekonomi Indonesia secara keseluruhan untuk tahun ini tidak akan tumbuh atau nol persen. Hal tersebut selaras dengan proyeksi Bank Dunia terhadap perekonomian global yang akan mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada 2020 sehingga mencerminkan resesi terparah sejak perang dunia kedua.
Hal tersebut selaras dengan proyeksi Bank Dunia terhadap perekonomian global yang akan mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada 2020 sehingga mencerminkan resesi terparah sejak perang dunia kedua. Terlebih lagi, menurut Satu, ekonomi global yang akan turun hingga 5,2 persen juga merupakan tiga kali lebih tajam dibandingkan resesi saat 2009.
”Baik negara maju, negara emerging market, dan negara berkembang semuanya terdampak,” ujarnya. Tak hanya itu, Satu menuturkan prediksi ekonomi Indonesia tidak akan tumbuh juga berdasarkan asumsi bahwa tidak terjadi gelombang kedua dari pandemi COVID-19. “Bila ketiga asumsi kita berubah maka forecast juga akan berubah,” ujarnya.
Satu melanjutkan, Bank Dunia turut memperkirakan perekonomian untuk wilayah Asia dan Pasifik akan mengalami penurunan hingga 6 persen dibanding 2019 karena sebagian negara harus menerapkan lockdown. Ia mengatakan dampak terparah dirasakan pada ekonomi di negara-negara yang bergantung pada perdagangan global, pariwisata, komoditas ekspor, dan pembiayaan dari eksternal. “Disrupsi ekonomi yang dirasakan terparah pada negara-negara yang mengalami domestik breakout,“ katanya. (antara/jpnn)