Bawaslu Pastikan Putusan Pasca Rekapitulasi Nasional Punya Kepastian Hukum
Font: Ukuran: - +
Ketua Bawaslu Abhan saat memberikan pidato dalam acara penutupan Rapat Koordinasi Nasional Evaluasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu 2019 di Serpong, Banten, Sabtu 27 Juli 2019. [Foto: Muhtar]
DIALEKSIS.COM | Serpong - Ketua Bawaslu Abhan menegaskan, anggapan putusan administrasi Bawaslu menyalahi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangatlah keliru.
Hal ini menurutnya lantaran masih banyaknya masalah dalam proses rekapitulasi nasional di KPU lalu yang membuat proses rekapitulasi tidak bisa dibatasi waktu, meskipun dalam ketentuan Pasal 413 disebutkan KPU dapat menetapkan hasil nasional maksimal 35 hari setelah pemungutan atau paling lambat 22 Mei lalu.
Abhan mencontohkan masalah dalam proses rekapitulasi misalnya banyak persoalan data hasil C1 ke DAA1 (rekapitulasi di tingkat kelurahan/desa), maupun data hasil DA1 (hasil rekapitulasi di kecamatan) ke DB1 (hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota) yang salah dalam proses rekapitulasinya. Demi keadilan substantif, lanjut dia, maka proses rekapitulasi itu harus dituntaskan secara menyeluruh.
"Tidak benar jika putusan administrasi Bawaslu tidak memiliki kepastian hukum," tegasnya saat memberikan pengarahan dalam acara penutupan Rapat Koordinasi Nasional Evaluasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu 2019 di Serpong, Banten, Sabtu (27/7/2019) malam.
Abhan menerangkan, kewenangan Bawaslu memang lebih kepada tata cara dan prosedur proses rekapitulasi, sehingga bukan hasil penetapan rekapitulasi. Namun dirinya meyakini, demi menegakkan keadilan substantif, Bawaslu tidak bisa membiarkan proses rekapitulasi yang bermasalah berdampak merugikan kepada hasil penetapan rekapitulasi kepada peserta pemilu
"Artinya kita (Bawaslu) masih mau menyelesaikan semua itu demi menegakkan keadilan pemilu," sergahnya.
Sekadar informasi, data C1 yang dikirimkan dari tingkat kabupaten/kota merupakan hasil yang sudah diplenokan pada tingkatannya. Namun data tersebut bukan hasil final tingkat nasional karena data tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil rapat pleno pada tingkat di atasnya atau saat rapat pleno tingkat pusat.
Kemudian, data DA1 yang dikirimkan dari tingkat kecamatan merupakan hasil yang telah diplenokan pada tingkatannya dan bukan merupakan hasil final tingkat nasional karena data tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil rapat pleno pada tingkat diatasnya atau pada rapat pleno tingkat pusat.
Dan, data hasil DB1 merupakan data yang dikirimkan dari kabupaten/kota merupakan hasil yang telah diplenokan pada tingkatannya dan bukan merupakan hasil final tingkat nasional karena data tersebut dapat berubah sesuai dengan hasil rapat pleno pada tingkat di atasnya atau saat rapat pleno tingkat pusat.
Senada disampaikan Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo. Dia menilai, tidak ada pasal dalam UU 7/2017 mengatur secara tegas, pasca rekapitulasi nasional bahwa Bawaslu tidak boleh menerima laporan pelanggaran administrasi selama proses rekapitulasi.
Dewi yakin, hal ini menjawab pertanyaan, apakah yang dilakukan Bawaslu masih sesuai dengan apa yang termuat dalam UU Pemilu. "Kalau masih dalam proses rekapitulasi, itu masih ranah kami," imbuhnya.
Lebih jauh Kordiv Divisi Penindakan Bawaslu berpendapat, Bawaslu dalam penanganan proses penyelesaian sengketa terkadang berkaitan dengan pihak lain seperti kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Lembaga-lembaga tersebut baginya turut pula mempengaruhi eksistensi Bawaslu.
"Karena marwah kelembagaan Bawaslu dalam quasi peradilan berada pada putusan adminisitrasinya yang memiliki kekuatan eksekutorial," tegasnya.
Namun dirinya menyayangkan, kerap kali putusan administrasi Bawaslu itu dilakukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Akibatnya, putusan Bawaslu tidak bersifat final dan mengikat, sehingga Putusan Bawaslu rentan berubah ketika diajukan ke lembaga peradilan lain.
"Ini yang masih menjadi pekerjaan rumah kita, bagaimana membangun sinkronisasi dan koordinasi yang baik dalam membangun peradilan pemilu," tandas perempuan asal Palu, Sulawesi Tengah tersebut. (pd/rel)