Minggu, 23 Maret 2025
Beranda / Berita / Nasional / BMKG Prediksi Musim Kemarau 2025: Puncak di Juni, Juli, dan Agustus

BMKG Prediksi Musim Kemarau 2025: Puncak di Juni, Juli, dan Agustus

Kamis, 20 Maret 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi puncak kemarau.[Foto: Getty Images/iStockphoto/happy8790]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi bahwa puncak musim kemarau 2025 di Indonesia akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. 

Ia juga menjelaskan bahwa awal musim kemarau di banyak wilayah diperkirakan akan mengalami pergeseran, baik mundur ataupun maju, jika dibandingkan dengan kondisi normal.

“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka Awal Musim Kemarau 2025 di Indonesia diprediksi terjadi pada periode waktu yang SAMA dengan normalnya pada 207 ZOM (30%), MUNDUR pada 204 ZOM (29%), dan MAJU pada 104 ZOM (22%),” ujar Dwikorita.

Wilayah dengan Perubahan Awal Musim Kemarau

Dwikorita menyebutkan bahwa beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami awal musim kemarau yang sama dengan normalnya, termasuk Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku, dan Maluku Utara. Sebaliknya, beberapa daerah seperti Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), serta sebagian wilayah Sulawesi dan Maluku Utara diprediksi akan mengalami musim kemarau yang lebih lambat dibandingkan dengan biasanya.

Dari segi karakteristik musim kemarau, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal (60% dari zona musim atau ZOM). Wilayah seperti Aceh, Lampung, Bali, dan NTB diperkirakan akan mengalami musim kemarau yang lebih kering dari normal (26% dari ZOM), sedangkan wilayah Sumatera bagian utara, Kalimantan Barat, Sulawesi tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan diperkirakan akan mengalami musim kemarau dengan curah hujan yang lebih tinggi dari normal (14% dari ZOM).

Fenomena Iklim Global

Mengenai kondisi iklim global, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena La Niña di Samudra Pasifik telah bertransisi menjadi fase ENSO netral, begitu juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang juga berada dalam fase netral. Kedua fenomena ini diprediksi tidak akan berpengaruh signifikan pada musim kemarau 2025.

“Dengan kondisi iklim normal dan tidak ada pengaruh kuat dari fenomena El Niño atau La Niña, musim kemarau 2025 diperkirakan akan lebih mirip dengan musim kemarau 2024, dan tidak akan sesering musim kemarau 2023 yang menyebabkan banyak kebakaran hutan,” tambah Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG.

Dwikorita mengimbau sektor pertanian untuk menyesuaikan jadwal tanam dengan pola musim kemarau yang berbeda di setiap wilayah. Ia juga menyarankan agar petani memilih varietas tanaman yang tahan terhadap kekeringan serta mengoptimalkan pengelolaan air di daerah yang diprediksi mengalami kemarau lebih kering dari normal.

Selain itu, sektor kebencanaan diharapkan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah rawan yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan normal atau lebih rendah. Sektor lingkungan juga diminta untuk mewaspadai potensi penurunan kualitas udara, terutama di kota-kota besar dan daerah rawan kebakaran.

Di sektor energi, BMKG menyarankan agar pasokan air dikelola secara efisien untuk menjaga keberlanjutan operasional PLTA serta irigasi dan pemenuhan kebutuhan air baku. Terakhir, sektor sumber daya air diminta untuk mengoptimalkan penggunaan sumber air alternatif untuk memastikan ketersediaan air bagi masyarakat selama musim kemarau.

“Informasi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam mendukung program optimalisasi kondisi iklim sesuai dengan sumber daya yang ada di wilayah masing-masing,” tutup Dwikorita. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dishub