kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Kemenag dan Lakpesdam PBNU Sinergi Program Inklusi, Tekan Angka Perkawinan Anak

Kemenag dan Lakpesdam PBNU Sinergi Program Inklusi, Tekan Angka Perkawinan Anak

Sabtu, 08 Juni 2024 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penandatanganan MoU Kemenag dan Lakpesdam PBNU terkait Program Inklusi. [Foto: Humas Kemenag]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) dan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU menjalin kerja sama dalam program inklusi untuk menekan angka perkawinan anak di Indonesia. 

Sinergi ditandai dengan penandatanganan MoU oleh Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Zainal Mustamin dan Plt Ketua Lakpesdam, Ulil Abshar Abdalla di Sekretariat GKMNU Jakarta, Sabtu (8/6/2024).

Dalam kesempatan itu, Zainal Mustamin mengungkapkan, perkawinan anak merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak anak, yang bisa berdampak buruk pada kesehatan ibu dan bayi, serta berpotensi melanggengkan kemiskinan ekstrem. 

“Anak-anak yang menikah di usia dini rentan kehilangan hak pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, serta kebahagiaan masa kecil mereka,” ujarnya.

Zainal mengatakan, Kemenag akan bersinergi dan berkolaborasi dengan seluruh komponen bangsa untuk mencegah perkawinan anak demi terciptanya keluarga Indonesia yang berkualitas dan ketahanan keluarga, sebagai bagian dari upaya mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045.

“Langkah pencegahan termasuk pendidikan dan bimbingan bagi remaja untuk mengejar cita-cita dan menuntaskan pendidikan,” katanya.

Gus Ulil sapaan akrab Plt Ketua Lakpesdam menambahkan, program inklusi akan digelar di enam lokasi: Lembata (NTT), Tojo Una-una (Sulawesi Utara), Sorong (Papua Barat Daya), Lombok Utara (NTB), Indramayu (Jawa Barat), dan Kabupaten Malang (Jawa Timur).

Sementara itu, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto menjelaskan, kasus perkawinan anak tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 4.419 kasus dari total 16.653 kasus di Indonesia pada tahun 2023. Tiga provinsi dengan kasus tertinggi adalah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. 

“Mayoritas perkawinan anak disebabkan oleh kehamilan yang tidak diharapkan, faktor ekonomi dan sosial, serta rendahnya pendidikan,” papar Suryo.

Dikatakan Suryo, Kemenag telah melakukan berbagai upaya dalam pencegahan perkawinan anak, termasuk Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) dan Bimbingan Remaja Pra Nikah untuk mempersiapkan remaja dengan baik.

“Kerja sama ini diharapkan mampu menghasilkan perubahan dalam menekan angka perkawinan anak di Indonesia serta mendorong terciptanya generasi muda yang lebih berkualitas dan berdaya saing tinggi,” pungkasnya.[*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda