Kamis, 06 November 2025
Beranda / Berita / Nasional / KemenPPPA Dorong Penguatan Perlindungan Anak dari Risiko Demonstrasi dan Kerusuhan

KemenPPPA Dorong Penguatan Perlindungan Anak dari Risiko Demonstrasi dan Kerusuhan

Kamis, 06 November 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi dalam Focus Group Discussion (FGD) Penanganan Anak yang Terlibat Kerusuhan saat Aksi Demonstrasi di Jakarta. [Foto: KemenPPPA]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengajak seluruh pihak untuk berperan aktif melindungi anak-anak dari risiko keterlibatan dalam kerusuhan maupun aksi unjuk rasa. 

Menurut Menteri PPPA, langkah perlindungan dapat dilakukan melalui penguatan literasi digital, pemberdayaan keluarga, penyediaan ruang ekspresi positif bagi remaja, serta kolaborasi lintas sektor dalam membangun sistem perlindungan anak yang menyeluruh.

“Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan, pembinaan, dan pendampingan yang layak. Penanganan anak yang terlibat dalam situasi kerusuhan bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi tanggung jawab kita bersama,” tegas Menteri Arifah yang dilansir pada Kamis (6/11/2025).

Untuk itu, menurut dia diperlukan pendekatan komprehensif dan koordinasi kuat antarkementerian dan lembaga agar anak-anak benar-benar terlindungi.

Menteri PPPA mengungkapkan, pihaknya telah melakukan kunjungan ke Cirebon dan Surabaya, dua daerah dengan angka keterlibatan anak dalam demonstrasi yang cukup tinggi. 

“Saat saya berdialog dengan mereka, sebagian besar anak tidak tahu bahwa demonstrasi itu bisa berubah menjadi anarkis. Mereka hanya ingin tahu seperti apa demonstrasi itu karena ajakan teman atau dari media sosial,” ujar Menteri Arifah.

Sebagian besar anak yang terlibat tercatat masih berstatus pelajar SMP dan SMA, dengan karakteristik rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan literasi digital yang masih terbatas.

Dalam menangani kasus anak yang terlibat kerusuhan, Kemen PPPA bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di berbagai wilayah. Pendekatannya bersifat pemulihan dan rehabilitatif, bukan represif. 

“Kami memastikan pendampingan terhadap anak diberikan sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing. Termasuk psikoedukasi tentang penyampaian aspirasi secara positif, proses pemulangan ke keluarga, serta layanan konseling lanjutan,” jelas Menteri PPPA.

Selain itu, pemerintah juga melakukan diversi bagi anak yang berhadapan dengan hukum serta memastikan pemenuhan hak pendidikan, terutama bagi anak yang putus sekolah akibat keterlibatan dalam aksi.

Menteri PPPA menegaskan, pencegahan keterlibatan anak dalam aksi berisiko harus menjadi gerakan bersama lintas sektor, pemerintah, lembaga pendidikan, media, komunitas, dan keluarga.

“Kita harus hadir di ruang-ruang tempat anak tumbuh, baik nyata maupun digital. Perlindungan anak bukan hanya slogan, tetapi aksi nyata yang memerlukan kolaborasi dan empati,” tutup Menteri Arifah.

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Irjen Pol Nunung Syaifuddin, menyampaikan bahwa berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim, terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan di 11 Polda di seluruh Indonesia.

Jawa Timur tercatat memiliki angka tertinggi yaitu 144 anak, disusul Jawa Tengah (77 anak) dan Jawa Barat (34 anak). Sisanya berasal dari Yogyakarta, NTB, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatera Selatan.

Dari total tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restoratif justice, 28 anak masih dalam tahap pemberkasan, 73 anak di tahap dua, dan 34 anak sudah P21. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI