KPK Bekerjasama Lakpesdam NU Membuat Kegiatan Pesantren PATUH
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pendidikan antikorupsi dengan berbasis gerakan kultural dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan pembentukan budaya integritas di tengah-tengah masyarakat dalam membentuk budaya integritas nasional.
Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Lakpesdam NU membuka pondok pesantren secara daring yang dinamakan PATUH (Pesantren Amanah dan Antirasuah). Acara pembukaan Pesantren PATUH ini diselenggarakan pada Senin (26/10) secara webinar yang diikuti oleh santri dan santriwati Pondok Pesantren Fatahillah Bekasi serta dihadiri pula oleh Pengasuh Pondok Pesantren Fatahillah, KH. Ahmad Iftah Sidik.
Ketua KPK Firli Bahuri dalam sambutannya mengatakan bahwa pesantren dapat menjadi rumah bagi masyarakat Islam untuk berkontribusi sesuai dengan keilmuannya dalam pemberantasan korupsi.
“Dengan adanya edukasi terkait perilaku-perilaku koruptif seperti ghashab, mengambil makanan tanpa izin, menyuap pihak keamanan, memakai fasilitas pesantren tanpa izin, memalak, memeras, dan lain-lain dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan budaya antikorupsi dan menurunkan tingkat permisifitas masyarakat akan perilaku-perilaku koruptif,” terangnya.
Turut hadir Sekretaris Lakpesdam NU Marzuki Wahid yang menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan komponen pekerjaan yang sangat berat. Menurut dia, KPK tidak bisa berjalan sendirian maka perlu peran atau berkolaborasi dengan pesantren.
“Menurut Kementerian Agama jumlah pesantren mencapai ribuan di indonesia dan jumlah santrinya mencapai ratusan ribu, maka dengan itu pesantren bisa dimanfaatkan sebagai corong-corong untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi,” tuturnya.
Marzuki juga berharap hasil daripada kegiatan ini bisa menelurkan semangat antikorupsi yang dibalut dalam wujud buku atau kitab berisi nilai-nilai antikorupsi yang dapat disebarkan secara luas ke seluruh pesantren di Indonesia.
“Tidak perlu disebut langsung namanya antikorupsi tetap isinya mencerminkan nilai antikorupsi sehingga dapat menjadi bahan kajian dan mengembangkan kitab tersebut dalam keseharian,” tutupnya [KPK].