KPK Dorong Optimalisasi Siswaskeudes dan Peran Inspektorat Awasi Keuangan Desa
Font: Ukuran: - +
Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah II Yudhiawan Wibisono saat rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, BPKP, pemerintah daerah (Pemda) Jawa Barat dan Banten secara daring pada Selasa, 21 September 2021. [Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau peran aktif Inspektorat dalam mengawasi tata kelola keuangan desa. Demikian disampaikan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah II Yudhiawan Wibisono saat rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, BPKP, pemerintah daerah (pemda) Jawa Barat dan Banten secara daring pada Selasa, 21 September 2021.
“Kepala daerah hingga kepala desa sering dihadapkan dengan masalah hukum terkait pengelolaan keuangan desa. Untuk itu, kami menggandeng Kemendagri dan BPKP untuk meminimalisir tindak pidana korupsi (tipikor). Kami harapkan inspektorat juga berperan mengawasi dinas dan para kepala desa,” ujar Yudhiawan.
KPK, lanjut Yudhiawan, menilai tingkat kompetensi masing-masing kepala daerah atau kepala desa dalam mengelola dana desa berbeda-beda. Sehingga pada saat penggunaannya, katanya, terdapat laporan ke Aparat Penegak Hukum (APH) yang akhirnya diproses.
“Kami mengharapkan Bapak/Ibu yang ada di pemda menyusun regulasi termasuk petunjuk teknis bagaimana penggunaan keuangan desa agar tidak melanggar aturan. Sehubungan dengan itu juga, diperlukan sinergi baik dari pusat maupun daerah sampai ke desa,” pinta Yudhiawan.
Inspektur III Kemendagri Elfin Elyas menyampaikan bahwa dalam pencegahan korupsi bukan hanya untuk kebajikan dan kebijakan. Tetapi, katanya, butuh keberanian, karena yang akan dihadapi bukan hanya dari internal.
Elfin menjelaskan secara lengkap gambaran Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswaskeudes). Yaitu aplikasi yang digunakan oleh aparat pengawas internal pemerintah (APIP) sebagai tools pengawasan atas pengelolaan keuangan desa dengan pendekatan berbasis risiko dan teknik audit berbantuan komputer.
“Pengawasan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota, Badan Permusyawaratan Daerah (BPD), dan masyarakat desa,” ujar Elfin.
Bentuk pengawasan yang dilakukan antara lain, lanjut Elfin, evaluasi rancangan peraturan desa terkait dengan APB desa, evaluasi pengelolaan keuangan desa dan aset desa, evaluasi dokumen laporan pertanggungjawaban APB desa.
Hasil pengawasan pengelolaan keuangan desa oleh Camat, sebut Elfin, disampaikan kepada Bupati/Walikota dan ditembuskan kepada APIP daerah kab/kota. Selanjutnya, katanya, hasil pengawasan tersebut menjadi bahan bagi APIP daerah kab/kota untuk menentukan ruang lingkup pengawasan pengelolaan keuangan desa.
“Mengapa Siswaskeudes dibutuhkan? Selain mandat regulasi, yaitu kepada pemda untuk mengawasi keuangan desa, jumlah desa sangat banyak dengan kondisi yang beragam dan anggaran desa yang semakin besar. Selain itu, keterbatasan SDM APIP di daerah baik secara kuantitas maupun kualitas,” terang Elfin.
Turut hadir Koordinator Pengawasan Akuntabilitas Keuangan, Pembangunan, dan Tata Kelola Pemerintahan Desa Wilayah I BPKP Edy Suharto menyampaikan informasi terkait Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Di antaranya, sebut Edy, sampai dengan akhir tahun 2020, tercatat 70.899 desa dari 417 pemda atau 94,59% dari seluruh desa yang ada sudah menggunakan Siskeudes.
“Untuk implementasi Siswaskeudes, tentunya perlu melihat juga apakah pemda sudah melakukan kompilasi database Siskeudes. Per 17 September 2021, sudah ada 110 pemda yang menggunakan Monitoring Siskeudes Online atau 25,35 persen dari 434 Pemda yang memiliki Desa,” ujar Edy.
Edy mengakui memang tidak semua mengkompilasi 100 persen desa. Ada 1-2 desa tidak online. Ini yang menurutnya, akan berpengaruh ke implementasi Siswaskeudes. Untuk pengambilan database kompilasi, sambung Edy, bisa seizin dinaskominfo atau dinas terkait lain. Kendalanya, menurut Edy, kompetensi SDM APIP-nya.
Edy juga menjelaskan terkait Permendagri No.20 tahun 2018 yang mewajibkan pemda untuk mengirim kompilasi atau konsolidasi realisasi APBDes kepada Mendagri cq Ditjen Bina Pemdes. Menurut data BPKP, laporan keuangan realisasi APBDes sampai dengan akhir tahun 2020 ada 200 kabupaten/kota yang mengirim dari total 434 pemda di 31 provinsi yang memiliki desa.
Lebih lanjut Edy menyebut bahwa banyaknya desa yang melaporkan konsolidasi realisasi APBDes per semester pertama ke Ditjen Bina Pemdes baru 28 persen atau 21.566 dari total 74.961 desa. Padahal, katanya, secara nasional yang menyusun APBDes ada 64.888 desa atau 86,56 persen dari 74.961.
“Mungkin masih berproses,” kata Edy.
Menutup kegiatan, KPK berharap kegiatan hari ini dapat ditindaklanjuti secara nyata oleh pemda agar potensi kasus tipikor terkait keuangan desa dapat diminimalisir. KPK menyarankan adanya kolaborasi antara Dinas Pemdes, Inspektorat dan Dinas Kominfo dalam rangka memastikan implementasi Siswaskeudes dapat dilaksanakan.
KPK juga berharap Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan Banten dapat memfasilitasi Workshop Implementasi Siswaskeudes bersinergi dengan Kemendagri dan BPKP.