kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Mendagri Minta Penyelenggara Pemilu Tingkatkan Profesionalisme

Mendagri Minta Penyelenggara Pemilu Tingkatkan Profesionalisme

Minggu, 15 Desember 2019 11:02 WIB

Font: Ukuran: - +

Mendagri Tito KarnavianFoto: Net


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta para penyelenggara pemilihan umum (pemilu) untuk selalu meningkatkan profesionalisme. Menurut dia, proses seleksi penyelenggara pemilu, khususnya di daerah-daerah, hingga saat ini masih sarat masalah.

"Saya pernah menjadi kapolda (kepala kepolisian daerah) di Papua. Saya tahu, pemilihan KPU dan Bawaslu tingkat bawah itu sudah seperti pemilihan bupati itu sendiri," ujar Mendagri Tito saat berpidato dalam acara penyampaian laporan kinerja DKPP 2019 di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Sabtu (14/12).

Pemilu di Indonesia diselenggarakan oleh sejumlah institusi, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 sudah dimulai sejak September lalu.

Mendagri mengingatkan, KPU dan Bawaslu memiliki jaringan yang luas mulai dari level provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan. Dia mengakui, tidak mudah menyeragamkan persepsi pada seluruh unsur penyelenggara pemilu itu agar selalu bersikap profesional. Bagaimanapun, mantan kapolri itu meyakini kedua lembaga tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, terutama dalam konteks pilkada 2020.

Kesuksesan pesta demokrasi juga bergantung pada persaingan yang sehat antarpasangan calon pemimpin dan partai-partai politik. Dalam Pemilu 2019 lalu, lanjut Tito, masyarakat Indonesia umumnya saling berbeda pilihan. Potensi konflik horizontal dapat terjadi sewaktu-waktu.

"Di beberapa tempat, ada masyarakat yang belum siap berbeda pilihan. Akhirnya, bentrok. Saat saya jadi kapolri, kan mengamankan di depan (kantor) Bawaslu tiga hari tiga malam dengan ribuan anggota polisi yang terluka," ujar dia.

Mendagri menambahkan, ranah media sosial juga harus ditangani secara cepat dan tepat. Sebaran melalui dunia maya terbukti memengaruhi masyarakat selama pesta demokrasi 2019 lalu. Dia mengatakan, profesionalisme penyelenggara pemilu diperlukan agar pemilu berjalan sukses. "Dari beberapa catatan survei, faktor utama ketidaklancaran pemilu itu dari faktor penyelenggara. Saya tidak tahu apa dari KPU atau Bawaslu. Maka dari itu, ke depannya hal ini harus diatasi dengan mereka saling bekerja sama dan koordinasi," ucap Tito.

Dalam kesempatan ini, Ketua DKPP Harjono mengumumkan laporan kinerja DKPP 2019. Berdasarkan laporan tersebut, lanjut dia, jumlah pengaduan paling banyak terdapat di Papua. "Persebaran daerah dengan jumlah pengaduan terbanyak adalah di Papua. Terdapat lebih dari 50 pengaduan," ujar Harjono, Sabtu (14/12).

Dia menjelaskan, klasifikasi jenis pengaduan yang sampai ke DKPP terkait Pemilu 2019. Sebanyak 15 pengaduan berkaitan dengan pemilihan presiden (pilpres), 380 pengaduan tentang pemilihan anggota legislatif, dua pengaduan mengenai pilkada, dan 190 pengaduan termasuk soal lain-lain. Seluruhnya tercatat sebanyak 506 pengaduan.

Pihaknya juga membuat pemilahan berdasarkan subjek yang mengirimkan aduan. Menurut Harjono, masyarakat umum menjadi unsur yang paling banyak membuat pengaduan ke DKPP, yakni sebanyak 249 pengaduan atau 49 persen dari total pengadu.

Selanjutnya, unsur peserta pemilu atau pasangan calon yang mengirimkan sebanyak 124 pengaduan atau 24 persen dari total pengadu. Penyelenggara pemilu dan partai politik masing-masing menyampaikan sebanyak 70 dan 54 pengaduan. Adapun sembilan pengaduan dibuat tim juru kampanye pasangan calon.

Harjono berharap DKPP pada tahun mendatang dapat bekerja lebih baik lagi. Pihaknya juga berkomitmen untuk meningkatkan komunkasi dengan baik KPU maupun Bawaslu. "Jangan sampai ada masalah lagi. Kami akan evaluasi setiap laporan kami," ucap mantan hakim MK itu.

Mantan ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie mengapresiasi kinerja lembaga tersebut di bawah pimpinan Harjono. Menurut dia, penegakan kode etik yang dilakukan DKPP berkontribusi terhadap kualitas etika demokrasi di Indonesia

Oleh karena itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu mendukung penyelenggaraan sidang kode etik secara terbuka, sebagaimana yang dilakukan DKPP selama ini.

"Sidang kode etik pun harus terbuka dan transparan. Di seluruh dunia, belum ada. DKPP yang pertama. Malah, sekarang ditiru DPR dalam UU MD3 (Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD). Dulu, badan kehormatan. Sekarang, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Itu mencontoh DKPP," kata Jimly, Sabtu (14/12). n haura hafizhah, ed: hasanul rizqa. (Im/Republika)

Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda