Menteri Keuangan Semprot Pemda: Ingin Anggaran Ditambah, Tapi Dana Ngendon di Bank
Font: Ukuran: - +
Foto: Bisnis - Himawan L Nugraha
DIALEKSIS.COM | Nasional - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyindir kinerja pemerintah daerah (Pemda) dalam memberikan arahan kepada Gubernur hingga Walikota beberapa waktu lalu. Buntut kekesalannya masih sama, yakni soal pengelolaan anggaran daerah yang tidak tepat sasaran.
Transfer ke daerah dan Dana Desa (TKDD) yang sepertiga dari APBN, sebagian besar digunakan hanya untuk membayar gaji. Dana Pemda juga banyak menganggur di bank. Jumlahnya mencapai ratusan triliun. Di sisi lain, Pemda kerap mengeluh kurang anggaran. Padahal TKDD sudah meningkat menjadi Rp 770 triliun dari Rp 450 triliun di tahun 2011.
"Kalau Bapak Ibu lihat belanja modal mengecil, anggarannya mau dinaikkan 2 kali lipat, kita enggak akan bisa mengejar ketertinggalan. Artinya Bapak Ibu harus menjaga komposisi belanja ini," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menghitung, dana Pemda yang menganggur di bank mencapai Rp 200 triliun. Angka ini lebih besar dibanding jumlah dana menganggur Rp 172 triliun pada Mei 2021. Begitu pun lebih besar dibanding Rp 165 triliun di posisi Mei 2020.
Fenomena ini lantas membuat Sri Mulyani heran. Pemda kerap meminta tambahan anggaran, namun masih banyak dana yang menganggur di bank. Di sisi lain, banyak warga yang membutuhkan pembangunan infrastruktur lewat dana tersebut.
"Bukan karena enggak ada uangnya, transfer kami ke daerah itu rutin. Memang ada beberapa persyaratan, tapi tetap daerah sekarang itu masih punya Rp 200 triliun di bank. Jadi ini, kan, menggambarkan ada ironis, ada resources, ada dananya, tapi enggak bisa dijalankan," kata Sri Mulyani kesal.
Rp 113 triliun cuma buat bayar gaji
Wanita yang akrab disapa Ani ini menjabarkan, realisasi belanja Pemda hingga akhir Mei 2022 sebesar Rp 223 triliun. Realisasi ini turun 17 persen (year on year/yoy) dari Rp 270 triliun pada Mei 2021.
"Belanja kita tahun ini minus 17 persen dari belanja kita tahun lalu. 17 persen, bukan 1 persen, (bukan) 5 persen. Tapi 17 persen," ucapnya.
Lebih lanjut, belanja Rp 223 triliun hingga akhir Mei 2022 juga didominasi oleh belanja pegawai, yakni untuk menggaji Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dia mencatat, pembayaran gaji mencapai Rp 113 triliun. Sedangkan belanja modal yang notabene dianggarkan untuk infrastruktur dasar seperti akses air bersih hanya Rp 12 triliun, itu pun lebih rendah dibanding tahun lalu Rp 14 triliun.
"Bapak Ibu sekalian lihat begitu nerima transfer dari pusat, langsung gampang bayar gaji aja. Apalagi ini sebentar lagi gaji ke-13, itu enggak perlu leadership. Wong ada by account by number, (tinggal transfer saja). Yang perlu dipikirkan, kan, ya tadi kenapa belanja barangnya banyak," seloroh Ani.
Tak akan maju
Lebih lanjut Ani menuturkan, belanja yang hanya didominasi untuk operasional saja tidak akan bisa membuat negara menjadi maju. Sebab, negara maju perlu dipimpin oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Untuk membentuk SDM berkualitas, pemerintah perlu menyediakan kebutuhan dasarnya, yakni sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan jaminan sosial. Sedangkan tanpa belanja modal, negara tidak bisa mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, tidak memiliki akses air bersih yang layak maupun akses pendidikan layak.
Sedangkan tanpa belanja modal, negara tidak bisa mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, tidak memiliki akses air bersih yang layak maupun akses pendidikan layak.
"Kalau kita ingin membangun Indonesia maju tanpa infrastruktur yang baik, enggak akan maju. Infrastruktur biasanya dalam bentuk belanja modal, mau bikin air bersih, mau bikin jalan raya, bangun MCK, itu semua belanja modal," tandasnya [kompas.com].