kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Pengamat: Ketiadaan Anggaran Jangan Jadi Skenario Baru Tunda Pemilu

Pengamat: Ketiadaan Anggaran Jangan Jadi Skenario Baru Tunda Pemilu

Jum`at, 25 Maret 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Pondek





Foto: Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Nasional - Skenario baru terkait penundaan Pemilu 2024 diduga mulai dibuat oleh Pemerintah. Konsultan media dan politik, Hersubeno Arief, menyebut Skenario baru yang dibuat Pemerintahan Jokowi tersebut dinilai melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 Menurutnya, KPU akan menyatakan tidak sanggup menyelenggarakan pemilu dengan alasan dana yang tidak terpenuhi.

"KPU menyatakan tidak sanggup menyelenggarakan pemilu, alasannya karena dana Pemilu yang mereka ajukan tidak bisa dipenuhi pemerintah dan kemudian juga waktu penyelenggaraannya itu sangat mepet," ujar Hersubeno Arief sebagaimana dilansir Pikiran rakyat.com (23/3/2022)

Menyikapi isu tersebut, Pengamat Politik dan Keamanan Aryos Nivada, berujar agar tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak diperlukan, sebaiknya negara dalam hal ini perlu memberi pernyataan tegas terhadap permasalahan perihal anggaran Pemilu 2024 yang hingga kini belum disahkan untuk penyelenggara Pemilu. Jangan sampai ini menjadi pintu masuk untuk mengkonsolidasi gerakan dari partai politik maupun elite pendukung Pemilu 2027 yang menginginkan penundaan Pemilu menjadi gerakan yang kuat.

“perlu dipahami secara bersama apabila memang negara tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran Pemilu sebagaimana diusulkan oleh penyelenggara, maka harus menjelaskan secara detail ketidaksanggupan penyediaan anggaran itu kepada publik. Jangan sampai nanti negara dan penyelenggara diklaim sebagai dalang utama terjadinya penundaan Pemilu. Negara disini wajib memberikan kepastian berdemokrasi di Indonesia melalui penyelenggaraan Pemilu tepat waktu. Karena secara regulasi sudah ditetapkan Pemilu berlangsung di Tahun 2024. Sehingga wajib penyelenggara negara tunduk pada ketentuan konstitusi dan regulasi. Artinya tidak ada khilafiah dalam hal memberikan ruang berdemokrasi bagi rakyat.” Ujar Aryos kepada media, Jumat (25/3/2022). 

Lebih lanjut, Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala (USK) ini berujar, kewajiban negara memastikan pemenuhan anggaran Pemilu. Karena itu amanah konsistusi. Bila tidak rakyat akan beranggapan negara sedang melakukan pengkondisian dalam merekayasa penundaan Pemilu ataupun Pembatalan Pemilu. 

“Pertama, Pemilu sendiri adalah amanah konstitusi. Kedua, hal ini untuk menjaga kesinambungan berdemokrasi sekaligus menjaga hak konstitusional rakyat. Ketiga, terkait masalah anggaran solusinya saya kira sederhana. karena banyak mekanisme yang bisa dilakukan oleh negara dalam memenuhi kebutuhan anggaran penyelenggaraan pemilu. Anggaran dapat dipenuhi melalui beragam mekanisme, salah satunya melalui pengoptimalan anggaran negara melalui recofusing anggaran. Ini sebenarnya tergantung dari skala prioritas dari rezim pemerintahaan saat ini. Apabila memang pemilu dianggap agenda prioritas, dana pasti ada. Sama seperti agenda pemindahan Ibukota negara yang menelan dana ratusan triliun di tengah pandemi. Jangan sampai masyarakat menganggap agenda pemindahan ibukota ada dana, tapi agenda demokrasi yang merupakan hak konstitusional rakyat justru negara beralasan tidak ada dana” pungkas aryos.

Sebagai Informasi, anggaran pembangunan IKN berdasarkan hitungan Bappenas mencapai Rp466,9 triliun. Dana dari APBN sendiri hanya 20 persen atau Rp 90 triliun. Sementara anggaran untuk pelaksanaan Pemilu usulan akhir KPU hanya berkisar Rp. 76,6 triliun. Anggaran tersebut telah beberapa kali mengalami rasionalisasi dari usul KPU sebelumnya sebesar Rp. 86 Triliun. 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri hingga saat ini diketahui terus mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan anggaran Pemilu 2024. KPU telah menyurati DPR untuk segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP).

Ketua KPU Ilham Saputra meminta pembahasan dilakukan sebelum pergantian komisioner. Dia beralasan KPU butuh kepastian untuk memulai tahapan pemilu yang akan dimulai Juni.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda