Peningkatan Ekspor Produk Turunan Sawit Indonesia di Masa Pandemi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS | Jakarta - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) mencatat kenaikan ekspor oleochemical atau produk turunan sawit pada semester I 2020 sekitar 26% menjadi 1,8 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meningkatnya ekspor tersebut turut mengerek utilitas industri menjadi 65-75% dari yang sebelumnya sempat tertekan. "Di antara perusahaan anggota Apolin, ada 11 yang utilitasnya meningkat berkisar 65-75%," kata Ketua Umum Apolin Rapolo Hutabarat, Rabu (12/8).
Dia memperkirakan konsumsi oleochemical dalam negeri sepanjang tahun ini bisa mencapai 1,6 juta ton. Angka tersebut meningkat 36% dibading konsumsi oleochemical sepanjang tahun lalu sebeanyak 1 juta ton.
Sementara untuk ekspor, hingga akhir tahun diperkirakan terjadi kenaikan 15% menjadi 3,7 juta ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 2,6 miliar. Berdasarkan data Apolin, pada 2018 volume ekspor oleokimia mencapai 2,8 juta ton dengan nilai US$ 2,4 miliar. Kemudian pada 2019, ekspor oleokimia mencapai 3,2 juta ton dengan nilai US$ 2 miliar atau menurun dari tahun sebelumnya seiring pelemahan harga komoditas global. Adapun peningkatan ekspor tahun ini menurutnya disinyalir karena tingginya kebutuhan bahan baku penyanitasi tangan di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, ada kemudahan izin operasional dari Kementerian Perindustrian sehingga aktivitas produksi dan proses logistik dapat berjalan dengan baik.
"Para buyers di luar negeri juga tidak ada yang melakukan pembatalan," ujar dia. Beberapa pasar utama yang menyerap produk oleokimia Indonesia di antaranya adalah Tiongkok, Uni Eropa, India, Pakistan, Timur Tengah, kawsaan Afrika, Asia Pasifik, dan Amerika. Dengan peningkatan konsumsi dan ekspor, diapun mengatakan akan ada tambahan investasi industri oleokimia sebesar Rp 1 triliun. "Diharapkan awal tahun depan 2021 udah berproduksi dan sebagian besar untuk tujuan ekspor," ujar dia.
Pertumbuhan Industri Kementerian Perindustrian sebelumnya memperkirakan kinerja industri pengolahan atau manufaktur bakal kembali meningkat pada triwulan III. Kinerja industri sempat terganggu pada triwulan II akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Akibat pembatasan sosial, utilisasi industri sempat anjlok di bawah 40% karena banyaknya pabrik yang tutup sementara dan berhenti beroperasi. Namun, dengan upaya pemulihan saat ini, pemerintah menargetkan angka tersebut akan terus naik ke kisaran 60% pada akhir tahun dan pada 2021, utilisasi ditargetkan kembali normal di kisaran 75%.
“Saya yakin triwulan III ini akan rebound," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Jumat (7/8). Industri manufaktur berkontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Pada triwulan II 2020, sektor ini menyumbang sekitar 19,87% terhadap PDB [Rizky Alika/katadata].