Jum`at, 02 Mei 2025
Beranda / Berita / Nasional / Perayaan May Day 2025 di Monas: 200.000 Buruh Serukan Enam Tuntutan Reformasi Ketenagakerjaan

Perayaan May Day 2025 di Monas: 200.000 Buruh Serukan Enam Tuntutan Reformasi Ketenagakerjaan

Kamis, 01 Mei 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Ilustrasi hari buruh internasional. Foto: int


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sebanyak 200.000 buruh dari berbagai serikat pekerja memadati kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025. Aksi damai yang digagas Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini menyuarakan enam tuntutan utama yang menjadi sorotan publik, mulai dari penghapusan sistem outsourcing hingga pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

KSPI menegaskan bahwa enam poin tuntutan ini merupakan respons terhadap kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang dinilai masih timpang. Berikut rinciannya:

  1. Penghapusan Sistem Outsourcing - Buruh menuntut penghentian praktik alih daya yang kerap mengeksploitasi pekerja tanpa jaminan hak tetap.
  2. Pengesahan RUU PPRT - Perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga yang selama ini rentan terhadap diskriminasi dan kekerasan.
  3. Revisi UU Ketenagakerjaan No.13/2003 - Penyesuaian aturan yang lebih berpihak pada kepastian kerja dan kesejahteraan buruh.
  4. Realisasi Upah Layak - Penghapusan kesenjangan upah dengan menyesuaikan standar kebutuhan hidup minimum.
  5. Pengesahan RUU Perampasan Aset - Memperkuat pemberantasan korupsi yang berdampak pada alokasi anggaran untuk program sosial buruh.
  6. Pembentukan Satgas PHK - Pengawasan ketat terhadap pemutusan hubungan kerja massal, terutama di sektor industri yang terdampak krisis global.


Said Iqbal, Presiden KSPI, menekankan bahwa tuntutan ini bukan hanya seruan lokal, melainkan bagian dari perjuangan global buruh yang berakar pada sejarah panjang. 

“May Day adalah momentum untuk mengingatkan pemerintah bahwa hak buruh adalah fondasi keadilan sosial,” tegasnya.

Peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei tidak bisa dilepaskan dari tragedi Haymarket 1886 di Chicago, AS, ketika ratusan ribu buruh mogok kerja menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari. Insiden berdarah itu menjadi katalis gerakan buruh global, hingga akhirnya 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Internasional pada 1889.

Di Indonesia, perjalanan May Day sarat dinamika. Dilarang selama era Orde Baru, peringatan ini baru diakui sebagai hari libur nasional pada 2013. Namun, hingga kini, isu ketenagakerjaan seperti upah rendah, PHK sepihak, dan minimnya perlindungan bagi pekerja kontrak masih menjadi pekerjaan rumah.

May Day diperingati di lebih dari 80 negara dengan ragam ekspresi, mulai dari unjuk rasa di Prancis hingga parade budaya di Jerman. Di Indonesia, selain demonstrasi, May Day juga dimaknai dengan dialog antara serikat pekerja dan pemerintah.

Meski di Amerika Serikat dan Kanada peringatan serupa diadakan pada September untuk menghindari konotasi “radikal” May Day, esensinya tetap sama: memperjuangkan hak-hak dasar pekerja. Di tengah automasi dan ancaman resesi global, tuntutan buruh kini semakin kompleks, mencakup perlindungan pekerja gig economy hingga jaminan sosial inklusif.

Aksi May Day 2025 di Monas menjadi penanda bahwa perjuangan buruh masih panjang. Pemerintah diharapkan tidak hanya merespons tuntutan secara simbolis, tetapi membuka ruang dialog untuk mereformasi sistem ketenagakerjaan secara holistik. Sejarah membuktikan, keadilan bagi buruh bukan hanya tentang upah, melainkan juga martabat dan keberlanjutan hidup yang layak.

Sebagai penutup, May Day bukan sekadar hari libur. Ia adalah cermin komitmen negara dalam menjawab jeritan kaum pekerja yang terus bergema sejak abad ke-19 bahwa di balik roda industri, ada manusia yang berhak hidup sejahtera.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
diskes