PPR Dewan Pers Sering Diabaikan, MoU Polri dengan Dewan Pers Perlu Direvisi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Fajrizal
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Bidang Kompetensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Kamsul Hasan menyebutkan sejumlah kasus sengketa pemberitaan tidak diselesaikan dengan Pernyataan Penilaian Rekomendasi (PPR) oleh Dewan Pers.
Hal ini, lanjutnya, disebabkan karena tidak semua PPR berjalan mulus. Ada sejumlah PPR tidak disepakati pihak yang bersengketa sehingga kasusnya bergulir ke pengadilan.
Kamsul menyebutkan seperti kasus sebuah media di Bali dan di Aceh. Pihak pengadu merasa tak mendapatkan haknya sesuai PPR sehingga menggugat perdata perusahaan pers.
Begitu juga dengan yang sedang bergulir saat ini sengketa pemberitaan media di Aceh yang juga sudah dikeluarkan PPR oleh Dewan Pers pada Oktober 2020.
Bunyi PPR pada umumnya memberikan hak jawab dan permohonan maaf. Pihak media bersedia memenuhi isi PPR Dewan Pers, bahkan pada berita sudah pula diberikan catatan "berita ini melanggar KEJ".
"Kabarnya, pasca PPR tersebut dikeluarkan, sengketa pemberitaan ini dilaporkan ke kepolisian. Pihak penanggung jawab perusahaan pers sudah dua kali diminta keterangan," kata Kamsul Hasan kepada Dialeksis.com, Selasa (8/12/2020).
Untuk itu Kamsul berharap, pasca dilantiknya Kapolri baru pada 2021, MoU Dewan Pers dengan Kapolri yang berakhir tahun 2023 perlu segera direvisi. Kasus yang sudah memiliki PPR Dewan Pers dan dilaksanakan media, tidak bisa dijadikan materi alat bukti.
"Salah satu fungsi Dewan Pers sebagaimana diamati konstitusi adalah menjaga kemerdekaan pers dengan melakukan mediasi pada sengketa pemberitaannya," pungkasnya. (Fajrizal)