Refleksi Akhir Tahun 2024, Dr Iswadi Soroti Pemberantasan Korupsi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Dr Iswadi MPd. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tahun 2024 segera berakhir, dan saat menoleh ke belakang, perjalanan bangsa ini menunjukkan banyak dinamika, khususnya dalam aspek pemberantasan korupsi. Korupsi adalah momok yang terus membayangi kemajuan negeri ini.
"Di tengah pencapaian-pencapaian pembangunan, masalah korupsi masih menjadi tantangan yang harus diatasi bersama, karena dampaknya tidak hanya menghancurkan kepercayaan masyarakat tetapi juga menghambat kesejahteraan bangsa," ucap Dr Iswadi MPd, Selasa (31/12/2024).
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan tahun ini menorehkan sejumlah peristiwa penting terkait upaya pemberantasan korupsi. Namun, evaluasi terhadap langkah-langkah yang telah diambil menunjukkan bahwa masih ada banyak ruang untuk perbaikan.
Meskipun ada keberhasilan-keberhasilan yang patut diapresiasi, seperti penangkapan sejumlah kepala daerah dan pejabat tinggi yang terjerat kasus korupsi, pertanyaan mendasar tetap menggema: apakah kita benar-benar sudah berada di jalur yang tepat untuk mengatasi masalah ini secara sistemik?
Iswadi mengatakan, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan kejahatan moral yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa. Praktik ini kerap terjadi karena sistem yang lemah, pengawasan yang kurang efektif, dan budaya permisif yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang "biasa".
"Lebih dari itu, korupsi memperlebar jurang ketimpangan sosial dan ekonomi. Ketika anggaran publik diselewengkan, rakyat yang seharusnya menikmati manfaat dari pembangunan justru menjadi korban," ungkapnya.
Menurut Iswadi, dampak korupsi sangat nyata. Infrastruktur yang tidak berkualitas, pelayanan publik yang buruk, dan rendahnya kualitas pendidikan serta kesehatan merupakan contoh bagaimana korupsi menghancurkan masa depan bangsa.
"Tahun ini, kita masih menyaksikan kasus-kasus korupsi dalam proyek infrastruktur besar, pengadaan barang, hingga dana bantuan sosial. Kasus-kasus ini menggambarkan bagaimana korupsi telah mengakar di berbagai sektor dan level pemerintahan," jelasnya.
Dirinya menilai, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tahun 2024 tidak terlepas dari kinerja lembaga-lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian. KPK, sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi, tetap menjadi harapan besar masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi lembaga ini juga tidak ringan. Dalam beberapa tahun terakhir, independensi KPK sering kali dipertanyakan, terutama setelah revisi Undang-Undang KPK yang dinilai melemahkan kewenangan lembaga tersebut.
"Tahun ini, masyarakat kembali menyaksikan bagaimana KPK berusaha menjalankan tugasnya di tengah tekanan politik dan berbagai kendala. Penangkapan beberapa pejabat tinggi, termasuk kepala daerah dan anggota legislatif, membuktikan bahwa masih ada komitmen untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor. Namun, jumlah kasus yang terungkap hanyalah puncak dari gunung es. Masih banyak korupsi yang tersembunyi dan melibatkan jaringan yang kompleks," papar Iswadi.
Tantangan lainnya, rendahnya efek jera terhadap para pelaku korupsi. Hukuman yang diberikan sering kali tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan. Bahkan, dalam beberapa kasus, para koruptor masih bisa menikmati fasilitas mewah di balik jeruji besi. Hal ini tentu menimbulkan frustrasi di kalangan masyarakat yang berharap adanya keadilan.
Selain itu, pendekatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi juga membutuhkan langkah preventif yang dimulai dari pendidikan. Pendidikan antikorupsi harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab harus menjadi bagian dari karakter bangsa.
Tahun 2024 menunjukkan bahwa peran pendidikan dalam mencegah korupsi masih belum maksimal. Kurikulum pendidikan antikorupsi yang telah dirancang belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem pendidikan formal. Padahal, generasi muda adalah kunci untuk memutus rantai korupsi di masa depan.
"Sangat penting kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam membangun budaya antikorupsi. Kampanye dan program pendidikan antikorupsi harus lebih masif dan inovatif, sehingga mampu menggugah kesadaran generasi muda akan bahaya korupsi," tuturnya.
Menurut Iswadi, saat menyongsong tahun 2025, ada beberapa hal yang harus menjadi prioritas dalam pemberantasan korupsi.
Pertama, penguatan lembaga penegak hukum. Independensi KPK dan lembaga lainnya harus dijaga agar mereka dapat bekerja tanpa intervensi. Kedua, reformasi birokrasi yang lebih menyeluruh untuk mencegah korupsi di level akar rumput.
Ketiga, peningkatan transparansi dan partisipasi publik. Teknologi digital dapat menjadi alat yang efektif untuk memantau pengelolaan anggaran publik dan mencegah terjadinya korupsi. Keempat, hukuman yang lebih tegas dan memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi.
Ia menegaskan pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab bersama. Korupsi bukan hanya masalah pemerintah, tetapi juga masalah seluruh elemen masyarakat.
"Dengan komitmen yang kuat, kolaborasi yang erat, dan kesadaran yang tinggi, kita bisa mewujudkan Indonesia yang bersih, adil, dan sejahtera. Mari kita jadikan tahun 2025 sebagai momentum untuk melangkah lebih jauh dalam memberantas korupsi," harap Dr Iswadi MPd. [red]