Selasa, 04 Maret 2025
Beranda / Berita / Nasional / Sekolah Formal Harus Integrasikan Penguatan Agama

Sekolah Formal Harus Integrasikan Penguatan Agama

Minggu, 02 Maret 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Badruddin, S.Pd.I., M.Pd., Dosen Universitas PTIQ Jakarta. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dalam upaya membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia dan memahami nilai-nilai agama secara mendalam, Dr. Badruddin, S.Pd.I., M.Pd., Dosen Universitas PTIQ Jakarta, menekankan pentingnya memasukkan unsur penguatan agama sebagai prioritas dalam pendidikan formal. Hal ini disampaikannya dalam diskusi pendidikan bersama Dialeksis, Minggu (02/03/2025).

“Sekolah tidak hanya bertugas mencetak siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga harus membangun fondasi spiritual dan moral yang kuat. Penguatan unsur agama dalam kurikulum adalah kunci untuk melahirkan generasi yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas dan berempati,” tegas Dr. Badruddin.

Menurutnya, degradasi moral dan maraknya kasus perundungan, intoleransi, serta penyalahgunaan teknologi di kalangan pelajar menjadi bukti bahwa pendidikan karakter berbasis agama belum optimal.

“Agama mengajarkan nilai-nilai universal seperti kejujuran, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap perbedaan. Ini harus diinternalisasikan sejak dini melalui pendekatan sistematis di sekolah,” ujarnya.

Dr. Badruddin menjelaskan, penguatan agama tidak sekadar diajarkan sebagai mata pelajaran formal, tetapi perlu diintegrasikan dalam praktik keseharian. Misalnya, melalui pembiasaan ibadah, program mentoring keagamaan, atau proyek sosial berbasis nilai-nilai agama.

“Siswa harus diajak merefleksikan ajaran agama dalam konteks kehidupan nyata, seperti menjaga lingkungan, membantu sesama, atau menyikapi perbedaan,” tambahnya.

Ia juga menyoroti peran guru dan sekolah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. “Guru agama perlu diberi pelatihan untuk mengajar dengan metode kreatif, sementara sekolah harus menjadi contoh penerapan nilai-nilai inklusivitas dan toleransi,” paparnya.

Meski demikian, Dr. Badruddin mengakui bahwa implementasi penguatan agama di sekolah masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan sarana, keragaman latar belakang siswa, dan risiko politisasi isu agama. Untuk itu, ia menyarankan agar Kementerian Pendidikan dan pemerintah daerah menyusun panduan yang fleksibel, sesuai konteks lokal, serta melibatkan tokoh agama dan psikolog dalam penyusunan kurikulum.

“Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan komunitas agama sangat penting. Pendidikan karakter tidak bisa hanya dibebankan pada institusi formal,” tegasnya.

Dengan meningkatnya kompleksitas tantangan moral di era digital, penguatan unsur agama dalam pendidikan formal dinilai bukan hanya urgensi, tetapi kebutuhan.

“Anak-anak yang paham agama secara mendalam akan menjadi benteng terhadap pengaruh negatif sekaligus agen perdamaian di masyarakat,” tutup Dr Badruddin.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan